KRITIK TERHADAP ILMU SOSIOLOGI

 

KRITIK TERHADAP ILMU SOSIOLOGI

 

Menurut James Henslin, dalam bukunya, Sosiologi Dengan Pendekatan Yang Membumi mengatakan bahwa sedari awal kemunculannya, sosiologi telah menjadi ilmu yang bercorak terapan (applied science). Artinya ketika sosiologi muncul pertama kali dengan tokohnya yang bernama Auguste Comte, sosiologi dimaksudkan untuk melakukan reformasi sosial.

 

Menurut Comte reformasi sosial dibutuhkan untuk memperbaiki tatanan kehidupan masyarakat saat itu yang mengalami kekacauan akibat dari Revolusi Prancis. Revolusi Prancis dengan segala eksesnya telah mengakibatkan sejumlah permasalah sosial yang memerlukan penyelesaiannya.

 

Hal itu menunjukkan bahwa sosiologi warisan Auguste Comte muncul sebagai jawaban atas sejumlah persoalan yang dihadapi oleh masyarakat saat itu.

 

Akan tetapi dalam perkembangannya sosiologi kemudian dianggap oleh sejumlah pemikir sosial khususnya di era posmodernisme telah menjauh dari visinya. Sosiologi dituding telah turut menciptakan situasi sosial yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan dan egalitarianisme. Kondisi itulah yang kemudian mendorong munculnya sejumlah kritikan terhadap sosiologi.

 

Salah satu kritikan utama terhadap sosiologi adalah muatan positivisme dalam sosiologi arus utama khususnya perspektif fungsionalisme struktural yang dikembangkan oleh Talcott Parson dan Robert King Merton.

 

Positivisme merupakan aliran filsafat yang berkembang pertama kali di Eropa pada abad 18 M. Positivisme pertama kali dikemukakan oleh Isidore  Auguste Marie Francois Xavier atau yang lebih dikenal dengan August Comte (1798-1857 M). Filsafat Positivisme Comte sebenarnya berakar dari pemikiran Henri de Saint Simon, seorang tokoh filsafat Inggris.

 

Positivisme telah berhasil melakukan perubahan besar dalam kehidupan umat manusia. Manusia modern enggan untuk melakukan hal-hal yang tidak dapat dimengerti secara rasional. Positivisme telah mengembangkan akal budi manusia.  Meningkatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan kebudayaan materiil menunjukkan salah satu pengaruh dari Positivisme.

 

Positivisme dianggap gagal dalam penerapannya pada ilmu-ilmu sosial, Hal itu dikarenakan objek observasinya berbeda dengan objek pada ilmu-ilmu alam, yaitu manusia dan masyarakat. Berbeda dari proses-proses alam yang dapat diprediksi dan dikuasai secara teknis, proses-proses sosial terdiri dari tindakan-tindakan manusia yang tidak dapat begitu saja dapat diprediksi, apalagi dikuasai secara teknis.

Positivisme Comte telah berpengaruh besar terhadap perkembangan sosiologi klasik yang umumnya bercorak konservatisme, reformisme, dan scentisme. Sosiologi Positivis Comte tidak berpusat pada individu, tetapi pada kesatuan sosial yang lebih   besar, seperti keluarga dan struktur sosial.

Pengaruh Positivisme dalam sosiologi ditandai oleh munculnya fungsionalisme yang kemudian menjadi teori dominan di dalam Sosiologi. Melalui sejumlah tokoh, seperti Emile Durkheim yang kemudian dilanjutkan oleh Talcott parson dan R.K. Merton teori fungsionalisme mengalami perkembangan yang pesat walaupun pengaruhnya makin berkurang pada dekade 1960-an.

 

Kandungan positivisme dalam sosilogi arus utama ini selanjutnya memunculkan kritik lainnya. Positivisme dicirikan dengan obsesinya terhadap objektivitas dan netralitas sehingga sosiologi dianggap “terlalu ilmiah”, yakni terlalu menjadikan metode ilmiah sebagai tujuan di dalam dirinya sendiri

 

Masih terkait dengan positivisme,  sosiologi juga dianggap menerima dan mendukung status quo. Maksudnya adalah sosiologi telah dianggap berupaya mempertahankan struktur sosial yang ada yang dianggap tidak adil. Teori-teori sosiologi khususnya fungsionalisme struktural dinilai terlalu mengagung-agungkan harmoni dan keteraturan sosial yang ada sehingga menganggap semua bentuk ketidak selarasan sebagai sebuah patologi sosial.

 

Konsekuensinya adalah sosiologi dianggap tidak serius mengkritik masyarakat. Sosiologi dituduh tidak berupaya merombak struktur sosial masa kini. Sosiologi dianggap telah melepaskan kewajibannya untuk membantu rakyat yang tertindas dan lebih cenderung mendukung mereka yang memiliki kekuasaan dan modal.

 

Sosiologi juga dikritik terkait dengan relevansi. Banyak teori sosiologi yang kurang dapat menjelaskan fenomena atau gejala sosial kekinian. Teori-teori sosiologi arus utama seperti fungsionalisme struktural dinilai sudah kurang mampu menjelaskan kompeksitas masyarakat dewasa ini yang cenderung terus menerus mengalami dinamika dan perkembangan.

 

Selain itu masih terdapat sejumlah kritikan terhadap sosiologi diantaranya adalah sebagai berikut :

 

♦ sosiologi dianggap lebih memperhatikan masyarakat sebagai satu kesatuan ketimbang memperhatikan individu dalam masyarakat

♦ sosiologi dianggap mengabaikan interaksi individu dan masyarakat

♦ sosiologi dituduh tidak mampu mengatakan sesuatu yang bermakna tentang perubahan politik yang dapat mengarah kepada sebuah masyarakat manusia yang adil

♦ sosiologi dinilai telah menjadi bagian integral masyarakat yang ada ketimbang menjadi alat untuk mengkritiknya dan menjadi agen untuk pembaruan tatanan sosial

♦ sosiologi dianggap telah menjadi ideologi tertentu dengan kepentingan mempertahankan status quo

♦ teori-teori sosiologi dinilai bersifat ahistoris dan asosial

♦ metode deduktif dan induktif yang digunakan dalam sosiologi seringkali mengakibatkan manipulasi terhadap objek

 

 KRITIK TEORI KRITIS TERHADAP SOSIOLOGI POSITIVIS

 

Filsafat Kritis merupakan salah satu aliran utama filsafat abad ke-20, disamping fenomenologi dan filsafat analitis. Filsafat kritis mendapat inspirasinya dari kritik ideologi yang dikembangkan oleh Karl Marx sewaktu ia masih muda.

 

Tokoh-tokohnya antara lain Max Horkheimer dan Theodere W. Adorno bersama rekan-rekan mereka yang pernah bekerja pada institute Penelitian Sosial Universitas Frankfurt dan oleh karena itu juga disebut Mazhab Frankfurt.

 

Filsafat kritis muncul ketika Horkheimer merumuskan pikirannya dalam tulisannya , “Teori Tradisional dan Kritis” yang terbit pada tahun 1937. Di dalam tulisan tersebut, ia menelanjangi pola-pola tradisional teori-teori filsafat dan ilmu-ilmu kemanusiaan/humaniora sebagai kontemplatif, afirmatif dan oleh karena itu bersifat ideologis.

 

Terhadapnya dilawankan pola sebuah teori yang membongkar pengandaian-pengandaian terselubung teori-teori kontemplatif tersebut yang dianggap berpura-pura objektif dan membuka kedok mereka bahwa sesungguhnya teori-teori tersebut sebenarnya sama sekali tidak objektif, melainkan memiliki tujuan ideologis dan politis yaitu hendak melindungi dan melegitimasi kepentingan-kepentingan kekuasaan.

 

Sebaliknya, Teori Kritis menurut Horkheimer bersifat praktis, oleh karena itu Teori Kritis bercorak emansipatif.Teori Kritis membawa misi emansipatoris untuk mengarahkan masyarakat menuju masyarakat yang lebih rasional melalui refleksi diri.

 

Horkheimer dan Adorno kemudian mengembangkan pendekatan itu menjadi kritik menyeluruh terhadap masyarakat industri Barat. Makin masyarakat industri modern menjadi masyarakat konsumsi berlimpah serta berhasil melarutkan pertentangan-pertentangan antarkelas sosial, makin total masyarakat tersebut.

 

Teori Kritis sebagian besar terdiri dari kritik terhadap berbagai aspek kehidupan sosial dan intelektual, namun tujuan utamanya adalah mengungkapkan sifat masyarakat secara lebih akurat.

 

Teori Kritis tidak berhenti pada fakta objektif seperti yang dinanut oleh teori-teori postivistis.Teori Kritis hendak menembus realitas sosial yang bersifat transendental yang melampaui data empiris.

Kritik Teori Kritis terhadap sosiologi positivis didasari oleh sejumlah argumentasi sebagai berikut :

 

♦ sosiologi dianggap ‘terlalu ilmiah”, yakni terlalu menjadikan metode ilmiah sebagai tujuan di dalam dirinya sendiri

 

♦ sosiologi dianggap menerima status quo

 

♦ sosiologi dianggap tidak serius mengkritik masyarakat

 

♦ sosiologi dituduh tidak berupaya merombak struktur sosial masa kini

 

♦ sosiologi dianggap telah melepaskan kewajibannya untuk membantu rakyat yang tertindas

 

♦ sosiologi dianggap lebih memperhatikan masyarakat sebagai satu kesatuan ketimbang memperhatikan individu dalam masyarakat

 

♦ sosiologi dianggap mengabaikan interaksi individu dan masyarakat

 

♦ sosiologi dituduh tidak mampu mengatakan sesuatu yang bermakna tentang perubahan politik yang dapat mengarah kepada sebuah masyarakat manusia yang adil

 

♦ sosiologi dinilai telah menjadi bagian integral masyarakat yang ada ketimbang menjadi alat untuk mengkritiknya dan menjadi agen untuk pembaruan tatanan sosial

 

♦ sosiologi dianggap telah menjadi ideologi tertentu dengan kepentingan mempertahankan status quo

 

♦ teori-teori sosiologi dinilai bersifat ahistoris dan asosial

 

♦ metode deduktif dan induktif yang digunakan dalam sosiologi seringkali mengakibatkan manipulasi terhadap objek

 

 

REFERENSI :

 

Anthony Giddens, Teori Strukturasi, Dasar-dasar Pembentukan Struktur Sosial Masyarakat, Yogyakarta : Pustaka, 2010

 

Damsar, Pengantar Teori Sosiologi, Jakarta : Kencana,2015

Geger Riyanto, Peter L.Berger, Perspektif Metateori Pemikiran,Jakarta : LP3ES,2009

 

George Ritzer, Teori Sosiologi Modern, Jakarta : Kencana, tanpa tahun

 

Ken Plummer, Sosiologi the Basics, Jakarta : RajaGrafindo, 2011

Margaret  M.Poloma, Sosiologi Kontemporer,Jakarta : RajaGrafindo,2014

 

Peter L.Berger, Tafsir sosial atas kenyataan, risalah tentang sosiologi pengetahuan, Jakarta : LP3ES, 1990

 

K.J.Veeger, Realitas Sosial, Jakarta : Gramedia, 1985

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEBERHASILAN DAN KEGAGALAN ORDE BARU