PARADIGMA DEFINISI SOSIAL DALAM SOSIOLOGI
PARADIGMA DEFINISI SOSIAL DALAM SOSIOLOGI
PARADIGMA DEFINISI SOSIAL
Paradigma definisi sosial berakar dari pemikiran Max Weber, yakni
dalam analisanya mengenai Tindakan sosial (social action). Berbeda dengan
Durkheim, Weber tidak memisahkan dengan tegas antata struktur sosial dan
pranata sosial.
Struktur sosial dan pranata sosial keduanya membantu untuk
membentuk Tindakan manusia yang penuh arti atau penuh makna. Mempelajari
perkembangan suatu pranata secara khusus dari luar tanpa memperhatikan tindakan
manusianya sendiri, menurut Weber berarti mengabaikan segi-segi yang prinsipil
dari kehidupan sosial.
Menurut Weber paradigma definisi sosial mengartikan sosiologi
sebagai studi tentang tindakan sosial antarhubungan sosial. Kedua hal itulah
yang menurutnya menjadi pokok persoalan sosiologi. Inti tesisnya adalah “tindakan
yang penuh arti” dari individu.
Yang dimaksudkannya dengan tindakan sosial itu adalah tindakan
individu sepanjang tindakannya itumempunyai makna atau arti subjektif bagi
dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Sebaliknya, tindakan individu
yang diarahkan kepada benda mati atau objek fisik semata tanpa dihubungkannya
dengan tindakan orang lain bukan
merupakan tindakan sosial.
Secara definitif Weber merumuskan sosiologi sebagai ilmu yang
berusaha untuk menafsirkan dan memahami tindakan sosial serta antar hubungan
sosial untuk sampai kepada penjelasan kausal. Dari definisi ini terkandung dua
konsep dasarnya ;
1.tindakan sosial
2.penafsiran dan pemahaman
Konsep yang terakhir ini menyangkut metode untuk menerangkan hal
yang pertama.
Tindakan sosial yang dimaksudkan Weber dapat berupa tindakan yang
nyata-nyata diarahkan kepada orang lain.
Bertolak dari konsep dasar tentang tindakan sosial dan
antarhubungan sosial itu, Weber mengemukakan lima ciri pokok yang menjadi sasaran
penelitian sosiologi, yaitu ;
1.tindakan manusia, yang menurut si aktor mengandung makna yang
subjektif. Ini meliputi berbagai tindakan nyata
2.tindakan nyata dan yang bersifat membatin sepenuhnya dan
bersifat subjektif
3.tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan
yang sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan secara diam-diam
4.tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa
individu
5.tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah
kepada orang lain itu.
Tindakan sosial dapat pula dibedakan dari sudut waktu sehingga ada
tindakan yang diarahkan kepada waktu sekarang, waktu lalu atau waktu yang akan
datang.
Dilihat dari sasarannya, maka pihak “sana” yang menjadi sasaran tindakan
sosial si aktor dapat berupa individua tau sekumpulan orang. Dengan membatasi
suatu perbuatan sebagai suatu tindakan sosial, maka perbuatan-perbuatan lainnya
tidak termasuk ke dalam objek penelitian sosiologi.
Untuk memahami suatu tindakan sosial, Weber menganjurkan melalui
penafsiran dan pemahaman atau menurut istilah Weber, Verstehen. Melalui
penafsiran, peneliti sosiologi harus mencoba menginterpretasikan tindakan aktor.
Dalam artian yang mendasar, sosiolog
harus memahami motif dari tindakan si aktor.
Beberapa teori yang bernaung di dalam paradigma definisi sosial
antara lain ;
1.teori aksi
2.teori interaksionisme simbolik
3.fenomenologi
Ketiga teori ini mempunyai kesamaan ide dasarnya, bahwa menurut
pandangannya, manusia adalah merupakan aktor yang kreatif dari realitas
sosialnya. Ketiga teori ini juga memiliki kesamaan dalam hal bahwa ketiganya
berpendirian bahwa realitas sosial bukan merupakan alat yang statis daripada paksaan fakta sosial.
Artinya tindakan manusia tidak sepenuhnya ditentukan oleh
norma-norma, kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai dan sebagainya yang kesemuanya
itu tercakup dalam konsep fakta sosial. Manusia menurut ketiga teori itu mempunyai cukup banyak kebebasan untuk
bertindak di laur batas kontrol sosial dari fakta sosial itu.
TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK
Teori Interaksionisme Simbolik merupakan teori yang berkembang
pada era-era belakangan sesudah sebelumnya muncul teori Fungsionalisme
struktural dan teori konflik. Teori ini secara embrionikal dapat ditelusuri
pada era-era awal dengan menelusuri asal-usulnya dari pendapat Max Weber, bahwa
individu bertindak sesuai dengan penafsiran mereka tentang makna dari dunia
mereka.
Baru kemudian seorang filsuf Amerika, George Herbert Mead
(1863-1931) memperkenalkan perspektif ini dalam sosiologi Amerika pada tahun
1920. Pasca itu tepatnya pada tahun 1930-an, perspektif Interaksionisme
Simbolik dikukuhkan oleh murid G.H. Mead
sendiri yaitu Herbert Blumer.
Teori Interaksionisme , sebagaimana teori Konstruksi Sosial Peter
L.Berger, Teori Etnometodologi Harold Garfinkel dan Fenomenologi Schuzt,
merupakan teori yang dikategorikan atau diklasifikasikan ke dalam teori
Humanis. Teori Humanis, berbeda dengan teori Positivis (Fungsionalisme
Struktural ) dan teori Kritis, adalah
teori yang memberikan ruang yang besar kepada manusia sebagai aktor untuk
membentuk dunia sosialnya sendiri.Teori Humanis memiliki karateristik sebagai
berikut :
√ mengutamakan masalah kemanusiaan
√ berasal dari filsafat Kantian
dan perspektif Weberian yang menolak Fakta Sosial dan Positivisme
√ mendasarkan pada realitas kesadaran manusia
√ memiliki konsep realitas objektif dan subjektif
√ menekankan pada bagaimana manusia mengkonstruksi realitas sosial
√ dikenal dengan mazhab Historis Hermeneutik
√ berupaya mengungkapkan realitas sosial melalui bahasa dan
tindakan
√ menganggap realitas sosial senantiasa bergerak dan mengalami
perubahan
√ menggunakan metode partisipatif, deskriptif dan interpretatif
√ menggunakan metode interpretatif yang tidak memisahkan antara
objek dan subjek
√ menggunakan metode kualitatif
Istilah Interaksionisme Simbolik sendiri merupakan sumbangan
orisinil dari Herbert Blumer melalui artikelnya Man and Society (1969). Interaksionisme Simbolik membahas
interpretasi aktor terhadap simbol, termasuk bahasa, yang dibawa oleh aktor
lain dalam proses interaksi sosial.
Tradisi interaksionisme simbolik muncul di kalangan ilmuan sosial
Amerika Serikat melalui Universitas Chicago. Hal ini tidak lepas dari
kemunculan tradisi ini sebagai respon terhadap Fungsionalisme Struktural yang
tumbuh kuat dan dominan.
Menurut Blumer, fokus
Interaksionisme Simbolik adalah proses interaksi-yaitu tindakan sosial yang
dicirikan oleh adanya orientasi timbal balik secara langsung-dan
penyelidikan-penyelidikan terhadap proses-proses tersebut yang didasarkan pada
konsep interaksi yang menitikberatkan ciri-ciri simbolik tindakan sosial.
Pola dasar analisisnya adalah relasi-relasi sosial dimana tindakan
bukan sekedar mengambil bentuk penerjemahan preskrisi-preskripsi tertentu
menjadi tindakan yang dikehendaki, melainkan juga mencakup tindakan yang di dalamnya
defenisi-defenisi relasi sosial diusulkan dan dibentuk secara simultan atau
bertahap.(Gidden, 2008)
REFERENSI :
George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda,
Jakarta ; RajaGrafindo, 2004
Komentar
Posting Komentar