PEMIKIRAN SOSIOLOGI DAN CORAK MASYARAKAT
PEMIKIRAN SOSIOLOGI DAN CORAK MASYARAKAT
Sosiologi merupakan salah satu disiplin
keilmuan dalam rumpun ilmu sosial humaniora. Berbeda dengan ilmu alam atau ilmu
eksakta yang objeknya adalah alam termasuk hewan dan tumbuhan, ilmu sosial
khususnya sosiologi mempelajari mengenai manusia dan masyarakat.
Sosiologi berasal dari kata socio
dan logos. Socio artinya teman atau masyarakat sedangkan logos
artinya adalah ilmu. Dengan demikian, sosiologi berarti ilmu mengenai
masyarakat, atau ilmu yang mempelajari keterkaitan antara manusia dan
masyarakat atau kelompok.
Istilah sosiologi pertama kali
dikemukakan oleh seorang ilmuan fisika yang bernama Auguste Comte. Comte
sebelumnya menamakan ilmu barunya tersebut dengan istilah fisika sosial. Akan
tetapi kemudian istilah tersebut tidak lagi digunakan dan kemudian dia menamakannya
dengan sebutan sosiologi.
Comte menjadikan sosiologi memiliki
muatan posivistik. Artinya ilmu sosioologi yang disirikan oleh Comte didasarkan
atas positivisme. Apa itu positivisme? Positivisme merupakan sebuah filsafat
sosial yang berupaya mencari hukum-hukum yang mengatur kehidupan manusia dan
masyarakat.
Sebagaimana kehidupan alam semesta yang
berjalan teratur dan seimbang, menurut pandangan positivisme, kehidupan
manusiapun berjalan secara teratur dan seimbang yang ditandai oleh adanya
keseimbangan, harmoni dan keteraturan sosial.
Sosiologi lahir akibat
perubahan-perubahan sosial politik yang terjadi di Eropa pada abad ke 18. Pada
abad tersebut, Eropa dilanda oleh sejumlah revolusi politik dan ekonomi.
Revolusi Politik ditandai oleh terjadinya Revolusi Prancis yang dimulai pada 14
Juli 1789. Revolusi Prancis merupakan pemberontakan rakyat yang menentang
kediktatoran monarki absolut yang Ketika itu dipimpin oleh dinasti Bourbon
dengan Rajanya Louis XVI.
Revolusi Prancis akhirnya merubah
Prancis dari negara yang bercorak monarki absolut menjadi sebuah negara republik
yang demokratis. Revolusi Prancis juga menimbulkan pelbagai perubahan lainnya
seperti runtuhnya feodalisme dan memudarnya pengaruh agama (katolik) di
Prancis. Kedudukan bangsawan dan agamawan mengalami kemunduran da digantikan
kedudukannya oleh para pengusaha dan pelaku ekonomi lainnya.
Sedangkan Revolusi Industri yang
berlangsung di Inggris merupakan perubahan besar-besaran yang fundamental serta
menyeluruh terutama diakibatkan oleh penemuan mesin-mesin, termasuk diantaranya
mesin uap yang ditemukan oleh James Watt.
Penemuan-penemuan tersebut telah
mengubah wajah Inggris dari yang semula merupakan negara agraris yang
tradisional dan feodalistik menjadi sebuah negara industri yang bercorak
manufaktur. Inggris kemudian mempunyai kemampuan memproduksi barang-barang
konsumsi masyarakat dan hal tersebut mendorong berkembangnya kegiatan ekonomi.
Sosiologi memiliki berbagai aliran atau
pandangan. Misalnya ada Verstehende Soziologie yang tujuannya ialah
pengertian akan realitas sosial, ada sosiologi positivistis yang mencari
keterangan kausal menurut contoh dan metode ilmu alam.
Ada fungsionalisme yang memandang
masyarakat sebagai kesatuan di mana lembaga-lembaganya merupakan bagian-bagian
yang salingtergantung, ada sosiologi konflik yang memandang masyarakat pada
dasarnya terbagi dalam kelompok-kelompok kepentingan, ada sosiologi kritis,
misalnya mazhab Frankfurt, yang mengutamakan nilai-nilai sosio-budaya dalam
mengritik masyarakat lama dan membangun masyarakat baru yang lebih manusiawi.
Sosiologi dimengerti sebagai ilmu
empiris. Berlainan dari filsafat sosial, sosiologi empiris masih muda usianya.
Gagasan-gagasan filsafat sosial sudah kita temui pada Plato, Aristoteles,dan
semua filsuf besar dunia. Gagasan-gagasan itu umumnya normatif, yakni
menggambarkan masyarakat atau negara yang baik. Sebaliknya pembentukan
konsep-konsep dan teori-teori demi penelitian dan pengertian ilmiah baru mulai
dicita-citakan oleh Comte.
Secara umum dapat dikatakan bahwa
sosiologi mempelajari secara sistematik kehidupan bersama manusia sejauh
kehidupan itu dapat ditinjau dan diamati dengan memakai metode empiris.
Sosiologi adalah bagian dari human
sciences atau ilmu-ilmu manusia yang meliputi antara lain sejarah, ekonomi,
ilmu politik, dan psikologi. Masing-masing ilmu manusia menyoroti salah satu
segi khusus dari perilaku manusia, begitu pula dengan sosiologi. Kekhususannya
ialah bahwa perilaku manusia dilihat dalam kaitannya dengan struktur-struktur
kemasyarakatan dan kebudayaan yang dimiliki, dibagi, dan ditunjang bersama.
Perilaku manusia paling sulit diramalkan dan dimenerti. Hal itu
disebabkan karena manusia yang dirangkaikan lahir-batin dengan orang lain,
mempunyai perilaku yang sekaligus bercirikan individual dan sosial.
Rumitnya sosiologi disebabkan oleh kenyataan bahwa tiap-tiap orang adalah
satu dan banyak sekaligus, atau tunggal dan jamak sekaligus. Manusia adalah
persilangan antara individualitas dan sosialitas. Keduanya saling mengisi dan
meresapi. Rumitnya perilaku manusia tersebut menjadi salah satu faktor yang
telah menyebabkan kelambatan perkembangan sosiologi.
Lama sekali sosiologi menggumuli soal
apakah masyarakat mempunyai wujud atau realitas dalam dirinya, sehingga berdiri
sendiri, berkuasa atas anggotanya, dan berkembang menurut prinsip dan hukum
yang tidak tergantung dari anggotanya atau tidak.
Atau sebaliknya, masyarakat tergantung
dari kemauan-kemauan individu yang bebas, entah untuk mengadakan relasi-relasi
lahiriah, atau untuk tidak mengadakan relasi-relasi itu. Jawaban atas persoalan
ini bersifat menentukan bagi masalah lain, yaitu apakah masyarakat harus
diberikan prioritas di atas individu, atau sebaliknya individu harus diberikan
prioritas di atas masyarakat. Persoalan ini masih aktual hingga hari ini.
Pada permulaan abad muncul pengkutuban
antara dua hal, yaitu pandangan yang menganggap bahwa relasi masyarakat
individu diterapkan secara ekstrem, yakni masyarakat. Kemudian ditekankan itu
dipindahkan kepada individu. Setelah itu muncul konsepsi baru yang lebih
seimbang.
Menurut konsepsi yang baru, individu dan
masyarakat tidak mungkin dipisah-pisahkan satu sama lain. Kebebasan sebagai
individu tidak mungkin dipikirkan tanpa adanya ikatan dan keterikatan dengan
orang lain. Independensi sebagai individu tidak mungkin ada tanpa dependensi
dari masyarakat. Antara kedua kutub tersebut tadi terdapat suatu relasi timbal
balik tanpa individu tidak ada masyarakat, tanpa masyarakat tidak ada individu.
Pandangan yang menilai bahwa
masyarakatlah yang penting, dan inividu hidup untuk masyarakat menghasilkan
pola masyarakat yang bercorak ‘kolektivistis”, “holistis” dan “organistis”.
Pola masyarakat semacam ini pada akhirnya menghasilkan konservativisme dan
totalitarianisme.
Peranan bebas individu, golongan atau
partai, yang bermaksud memperjuangkan perubahan sosial, ditentang dan
dicurigai. Masyarakat tidak dikuasai oleh prinsip kemauan bebas manusia,
melainkan oleh dinamika hukumnya sendiri. Suatu misal adalah ajaran dialektika
dari Karl Marx.
Kolektivisme adalah ciri masyarakat yang
cenderung untuk meremehkan dan bahkan
menumpas keunikan dan kepentingan individu sebagai makhluk yang bebas
dan bertanggungjawab, demi kepentingan dan kemauan kolektif masyarakat, bangsa
dan negara. Masyarakat mengenakan suatu pola berfikir dan bertindak yang
seragam pada anggotanya.
Holisme adalah kecenderungan untuk
menekankan secara berlebihan kesatuan kehidupan umat mausia dengan tidak
mengakui perbedaan-perbedaannya. Keseluruhan dianggap melebihi jumlah
bagan-bagiannya dan berdiri sendiri.
Organisisme adalah ajaran bahwa masyarakat
berevolusi atau berkembang berdasar suatu prinsip intrinsik di dalam dirinya
sama seperti halnya dengan tiap-tiap organisme atau makhluk hidup. Prinsip
evolusi ini berperan dengan lepas-bebas dari kesadaran dan kemauan anggota
masyarakat.
Pandangan bahwa masyarakat bercorak
‘kolektivistis”, “holistis” dan “organistis” mempunyai akarnya dalam realisme,
yaitu suatu aliran filsafat yang mengajarkan bahwa konsep-konsep umum seperti
manusia, binatang, pohon, keadilan, keindahan dan sebagainya mewakili suatu
realitas yang nyata di luar orang yang memikirkan mereka. Konsep “masyarakat”
juga mempunyai realitas dalam dirinya di luar pikiran manusia.
Pandangan lain yang kontradikif adalah pandangan masyarakat yang bercorak
“individualistis”, “atomistis”, dan “mekanistis”. Individualistis mendahulukan
kepentingan dan selera individu, dan mengemudiankan kepentingan hidup bersama.
Masyarakat atau kelompok diharapkan
melayani individu, yang dianggap mempunyai hak-hak mutlak yang tidak pernah
boleh dikurangi atau dirampas daripadanya oleh masyarakat dengan berdalih pada
kepentingan Bersama. Atomisme adalah ajaran bahwa relasi-relasi antara
individu-individu bersifat lahiriah saja bagaikan atom-atom yang membentuk
molekul.
Bukanlah kesatuan, melainkan kejamakan
dan keanekaan dipandang sebagai ciri pokok masyarakat. Sedangkan mekanisme
adalah ajaran bahwa tidak ada perubahan
atau evolusi dari dalam susunan masyarakat dan dinamikanya adalah hasil
hukum-hukum mekanis bagaikan konstruksi dan geraknya mesin atau kendaraan
bermotor.
Pandangan masyarakat yang bersifat
bercorak “individualistis”, “atomistis”, dan “mekanistis” mempunyai akarnya
dalam nominalisme, yaitu suatu aliran filsafat yang mengajar bahwa
konsep-konsep umum tidak mewakili realitas apapun.
REFERENSI :
Anthony Giddens, Teori Strukturasi, Dasar-dasar Pembentukan
Struktur Sosial Masyarakat, Yogyakarta : Pustaka, 2010
Damsar, Pengantar Teori Sosiologi, Jakarta : Kencana,2015
Geger Riyanto, Peter L.Berger, Perspektif Metateori
Pemikiran,Jakarta : LP3ES,2009
George Ritzer, Teori Sosiologi Modern, Jakarta : Kencana,
tanpa tahun
Ken Plummer, Sosiologi the Basics, Jakarta : RajaGrafindo,
2011
Margaret M.Poloma,
Sosiologi Kontemporer,Jakarta : RajaGrafindo,2014
Peter L.Berger, Tafsir sosial atas kenyataan, risalah
tentang sosiologi pengetahuan, Jakarta : LP3ES, 1990
K.J.Veeger, Realitas Sosial, Jakarta : Gramedia, 1985
Bawa
Atmaja, Nengah, Sosiologi Media, Perspektif Teori Konflik, Depok ; RajaGrafindo
2018
Komentar
Posting Komentar