RUANG LINGKUP KAJIAN SOSIOLOGI ; MIKRO ATAU MAKRO ?
RUANG LINGKUP KAJIAN SOSIOLOGI ; MIKRO ATAU MAKRO ?
Penekatan sosiologi mikro dan makro sering dilihat secara terpisah
bahkan bertentangan. Akan tetapi , tampaknya hal itu menjadi tidak relevan
karena konflik antara dua pandangan tadi merupakan beda tafsiran di antara
keduanya.
Dalam teoritisi sosiologi klasik pendekatan mikro dan makro
sosiologi dilihat bukan dari kedudukan diantara keduanya yang bersifat ekstrem,
tetapi lebih ditekankan kepada bagian dari perspektif yang paling berpengaruh
atas keduanya.
Dalam pendekatan teori-teori sosiologi modern yang lahir di
Amerika, tarik menarik antara mikro dan makro terasa sangat ekstrem. Dari sisi
aliran fungsional struktural, teori konflik dan jenis teori neo-marxis sangat
relevan apabila ditarik dalam pendekatan ektrem makro. Dalam sisi pendekatan
ekstrem mikro, akan didapat interaksionis simbolik, etnometodologi, teori
pertukaran, dan teori pertukaran rasional.
Demikian juga dalam kajian masalah-masalah lintas budanya (cross
cultural) dan multikultural, tampaknya teori sosiologi mikro memiliki relevansi
yang kuat.Kajian pendekatan makro dan mikro dapat dibedakan dengan jelas ketika
kita akan melakukan analisis pola hubungan yang terjadi.
Yang dimaksud dengan sosiologi mikro adalah sosiologi yang
menyelidiki berbagai pola pikiran dan perilaku yang muncul dalam
kelompok-kelompok yang relatif berskala kecil. Orang-orang yang mengkhususkan
diri pada kajian sosiologi mikro, lebih tertarik kepada berbagai gaya
komunikasi verbal dan nonverbal dalam hubungan face to face, proses
pengambilan keputusan oleh para hakim, dan integrasi kelompok perkawanan, dan
pengaruh keanggotaan seseorang dalam suatu kelompok terhadap pandangan
dunianya.
Sebaliknya sosiologi makro mempersembahkan segala usahanya untuk
mengkaji berbagai pola sosial berskala besar. Ia memusatkan perhatiannya kepada
masyarakat sebagai keseluruhan dan berbagai unsur pentingnya seperti ekonomi,
sistem politik, pola kehidupan keluarga dan bentuk sistem keagamaannya.
Sosiologi makro juga memusatkan perhatiannya kepada jaringan kerja
dunia dari berbagai masyarakat yang saling berinteraksi.
Dilihat dari perbedaan ini, yang membedakan antara sosiologi makro
dan sosiologi mikro seolah-olah hanya skala kajiannya, yang satu lebih khusus
pada skala interaksi kelompok kecil, sedangkan yang lain pada kajian dengan
skala yang lebih luas dan besar.
Struktur sosial dan institusi sosial termasuk ke dalam skala
hubungan sosial yang luas. Oleh karena itu, kedua teori struktural fungsional
dan teori konflik dikategorikan ke dalam kelompok sosiologi makro daripada
sosiologi mikro.
Sosiologi merupakan kajian ilmiah dan sistematik mengenai
masyarakat. Sosiologi mempelajari masyarakat dalam berbagai sudut pandang yang
berbeda. Ada sudut pandang sosiologi yang melihat masyarakat dari aspek
struktur sosial dan ada juga yang melihat dari aspek proses sosial.
Ada juga yang melihat dari aspek makroskopik, yaitu masyarakat
berskala luas, dan ada pula sudut pandang sosiologi yang mempelajari masyarakat
dari aspek mikroskopik atau kajian pada tataran mikro yang mencakup interaksi
antarindividu.
Perbedaan sudut pandang tersebut telah memunculkan beragam teori
atau pemikiran yang berbeda bahkan bertentangan di dalam sosiologi.
Masing-masing teori bersikukuh bahwa pandangannyalah yang dianggap paling
bersifat sosiologis dibandingkan pandangan lainnya.
Misalnya, teori sosiologi yang melakukan analisis pada aspek makro
diantaranya adalah fungsionalisme struktural, sedangkan teori yang melakukan
analisis kehidupan masyarakat dari sudut pandang mikroskopik adalah teori
interaksionisme simbolik.
Perspektif struktural fungsional berasal dari dua kata yaitu
struktural dan fungsional. Istilah struktural menunjukkan bahwa perspektif ini
bergerak pada tataran makroskopik yang menganalis masyarakat dari sudut pandang
makro. Perspektif ini mengkaji masyarakat melalui aspek struktur sosialnya.
Sedangkan istilah fungsional menggambarkan bahwa perspektif ini
menjelaskan bahwa setiap unsur di dalam masyarakat cenderung bersifat
fungsional satu sama lainnya. Setiap unsur di dalam masyarakat dianggap
memperkuat satu sama lainnya sehingga membantu mempertahankan masyarakat dari
perubahan yang berasal dari luar.
Perspektif struktural fungsional selama beberapa dasawarsa pada
era Perang Dingin telah cenderung diasosiasikan dengan sosiologi. Perspektif
ini bahkan pernah dianggap sebagai mainstream dalam kajian mengenai masyarakat
dan kehidupan sosial manusia.
Robert Nisbet menyatakan bahwa fungsionalisme struktural merupakan
satu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial abad 20.
Kingsley Davis juga berpendapat bahwa fungsionalisme struktural identik dengan
sosiologi.
Menurut Ritzer, dalam bukunya teori sosiologi modern, hingga kini
salah satu pembagian utama dalam teori sosiologi Amerika telah menimbulkan
konflik antara teori mikroskopik ekstrem dan makroskopik ekstrem dan
antarteoritisinya, dan mungkin yang lebih penting lagi, konflik antara mereka
yang menafsirkan teori sosiologi menurut masing-masing cara ini.
Pembagian secara ekstrem dan penafsiran atas kedua jenis teori itu
cenderung meningkatkan citra tentang besarnya perbedaan antara teori mikro dan
makro dan lebih umum lagi meningkatkan citra konflik dan kekacauan dalam teori
sosiologi.
Banyak diantara teori sosiologi khususnya sosiologi Amerika di
pertengahan abad ke 20 yang didominasi
oleh dikotomi makro dan mikro. Di sisi ekstrem makro terdapat teori
fungsionalisme struktural, teori konflik, da beberapa jenis teori Marxian
terutama yang menekankan pada determinisme ekonomi dan Marxisme Struktural. Di
sisi ekstrem mikro terdapat interaksionisme simbolik, etnometodologi, teori
pertukaran, dan teori pertukaran rasional.
Diantara teori-teori ekstrem makro yang paling terkemuka di abad
ke 20 adalah teori “determinisme kultural’ Talcott Parson, teori konflik Ralf
Dahrendorf yang memusatkan perhatiannya pada asosiasi yang dikoordinasi secara
imperatif dan makrostrukturalisme Peter Blau.
Di sisi ekstrem mikro didapati pada banyak bagian dari teori
interaksionisme simbolik dan karya Blumer yang sering berfikir menurut
fungsionalisme struktural karena menempatkan interaksionisme simbolik sebagai
teori sosiologi satu-satunya yang memusatkan perhatian pada fenomena tingkat
mikro. Selain itu ada etnometodologi yang memusatkan perhatian pada aktivitas
aktor sehari-hari.
Karya sosiologi klasik sebenarnya telah memberikan kaitan atau
hubungan antara aspek mikro dan makro dalam kehidupan sosial. Contohnya adalah
:
♦ Karl Marx
: menjelaskan tentang sistem kapitalis (makro) dan pengaruhnya
terhadap buruh secara individual (mikro)
♦ Max Weber
: menganalisa buruknya kondisi individu di dalam ‘kurungan besi”
masyarakat rasional formal
♦ Simmel :
memperhatikan hubungan antara kultur objektif (makro) dan subjektif (atau
individual, mikro)
♦ Emile
Durkheim : memusatkan perhatian pada pengaruh fakta sosial tingkat makro
terhadap individu dan terhadap perilaku individu (sebagai contoh bunuh diri)
Gagasan keempat tokoh sosiologi klasik tersebut
menjadi rujukan utama bagi sejumlah sosiolog modern dan kontemporer untuk
“mengembalikan” asas sosiologi, terutama dalam kaitannya dengan upaya
menyatukan kembali pendekatan sosiologi antara sosiologi mikro dan makro.
Seorang tokoh yang memiliki obsesi untuk mengintegrasikan
pendekatan makro dan mikro antara lain Anthony Giddens. Menurut Giddens,
dikotomi teori mikro dan makro direpresentasikan oleh adanya dikotomi antara Agen
dan Struktur. Agen dan Struktur berinteraksi secara berulang dan terpola
membentuk dinamika kehidupan sosial. Kenyataan sosial merupakan hasil
dialektika antara praksis sosial dan struktur.
Hubungan antara Agen dan Struktur bukan berbentuk
Dualisme (kontradiksi) tetapi Dualitas (saling memengaruhi). Struktur dan
Agensi bagaikan satu koin mata uang dengan dua sisi mata uang berbeda. Mereka
merupakan dualitas ; semua struktur mencakup tindakan sosial dan semua tindakan
sosial mencakup struktur.
Giddens mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa agen
(agency) merujuk pada tingkat mikro atau
aktor tindakan manusia individual maupun konsep yang menganggap agen sebagai
sebuah kelompok terorganisir, organisasi, bangsa bahkan kelas sosial.
Sedangkan struktur menurut Giddens mencakup struktur sosial
berskala besar maupun struktur sosial mikro seperti orang yang terlibat dalam
interaksi individual.
Giddens tidak menyangkal kenyataan bahwa struktur dapat
memaksa atau mengendalikan tindakan manusia,tetapi Ia mengatakan bahwa struktur
pun sering memberikan kemungkinan bagi agen untuk melakukan tindakan yang
berpengaruh terhadap struktur. Struktur dan keagenan adalah dualitas bukan
dualisme.Struktur takkan ada tanpa keagenan dan demikian sebaliknya.
Strukturasi meliputi hubungan dialektika antara agen dan
struktur.(Ritzer,tanpa tahun ). Konsep Dualitas Agen dan Struktur ini merupakan
upaya Giddens untuk menjaga keseimbangan dalam memaknai realitas sosial.
Menurut Giddens terlalu fokus pada Agen/individu akan
memunculkan tuduhan individualisme dan reduksionisme tetapi terlalu fokus pada
struktur akan memunculkan tuduhan determinisme, holisme dan abstraksi.
(Plummer, 2011)
REFERENSI :
Anthony Giddens, Teori Strukturasi, Dasar-dasar Pembentukan
Struktur Sosial Masyarakat, Yogyakarta : Pustaka, 2010
Damsar, Pengantar Teori Sosiologi, Jakarta : Kencana,2015
Geger Riyanto, Peter L.Berger, Perspektif Metateori
Pemikiran,Jakarta : LP3ES,2009
George Ritzer, Teori Sosiologi Modern, Jakarta : Kencana,
tanpa tahun
Ken Plummer, Sosiologi the Basics, Jakarta : RajaGrafindo,
2011
Margaret M.Poloma,
Sosiologi Kontemporer,Jakarta : RajaGrafindo,2014
Peter L.Berger, Tafsir sosial atas kenyataan, risalah
tentang sosiologi pengetahuan, Jakarta : LP3ES, 1990
Stephen Sanderson, Makro Sosiologi, Jakarta ; Rajawali,
2023
Komentar
Posting Komentar