LANDRENTE STELSEL (SISTEM SEWA / PAJAK TANAH)


LANDRENTE STELSEL (SISTEM SEWA / PAJAK TANAH)


Pemerintahan T.S.Raffles (1811-1816) didasarkan atas prinsip-prinsip liberal, yaitu politik kolonial yang hendakmewujudkan kebebasan mencakup kebebasan menanam dan kebebasan perdagangan, yang keduanya akan menjamin adanya kebebasan produksi untuk diekspor. Raffles bermaksud menerapkan politik kolonial seperti yang dijalankan oleh Inggris di India. Sistem yang kemudian dikenal dengan nama Landrente stelsel atau sistem sewa/pajak tanah itu bertujuan menjamin kebebasan serta jaminan hukum kepada rakyat sehingga tidak menjadi korban kesenang-wenangan para penguasa serta ada dorongan untuk menambah penghasilan serta perbaikan tingkat hidup.

Politik kolonial Raffles bertolak dari ideologi liberal dan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan memberikan kebebasannya. Pelaksanaan politik liberal itu berarti bahwa struktur tradisional dan feodal perlu dirombak sama sekali dan diganti dengan sistem baru yang didasarkan atas prinsip legal-rasionalitas. Pemerintah perlu tersusun dari suatu birokrasi yang melepaskan fungsi-fungsi tradisional dan feudal, terutama dalam hubungannya dengan pemungutan hasil dan pengerahan tenaga rakyat menurut sistem VOC.

Perubahan struktural semacam itu sukar dilaksanakan tanpa mengadakan perubahan mental dan budaya dari unsur-unsur pemerintahan yang pada umumnya masih hidup dalam alam tradisional.

Dibandingkan dengan Negeri Belanda, Inggris lebih maju industrinya , maka Inggris melihat fungsi daerah  jajahan sebagai daerah pemasaran hasil industrinya, sehingga untuk memaksimalkan keuntungan, Inggris merasa perlu untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk di wilayah jajahannya untuk meningkatkan daya beli. Bagi Inggris, pasaran yang bebas dan tingkat kesejahteraan rakyat merupakan faktor yang mendorong pemasaran hasil industri itu. (Sartono, 1987)


LATAR BELAKANG

❶Berkuasanya Inggris di bawah pemerintahan Letnan Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles (1811-1816)

❷Raffles menaruh simpati kepada masyarakat Jawa

❸Raffles menganggap sistem upeti yang sebelumnya diberlakukan pada masa Kompeni bersifat menindas rakyat

❹Inggris beranggapan bahwa sistem perdagangan lebih menguntungkan dibandingkan sistem upeti (Sartono,1987)

❺Melimpahnya produksi kapas dan tekstil Inggris sejak tahun 1800 (Furnivall,2009)

TUJUAN

❶Memaksimalkan keuntungan dari tanah jajahan

❷Membatasi kekuasaan para Bupati yang dianggap menindas dan korup

❸Raffles ingin menjual hasil industri Inggris kepada rakyat bumiputera

❹Raffles ingin meringankan beban ekonomi rakyat (Pane,1965)

❺Raffles ingin memberantas praktek-praktek korupsi yang selama ini dilakukan oleh Bupati melalui sistem upeti

❻Raffles ingin membebaskan rakyat dari pemerasan para penguasa

❼Raffles ingin meningkatkan daya beli masyarakat dengan melalui sistem ekonomi uang

❽Raffles ingin memodernissi perekonomian Jawa melalui sistem ekonomi uang (sistem monetisasi)

❾Raffles ingin menghapus sistem monopoli dan perbudakan karena tidak sesuai dengan sistem ekonomi liberal

❿Mendorong perdagangan sehingga meningkatkan kesejahteraan rakyat sehingga otomatis akan meningkatkan daya beli rakyat

⓫Raffles ingin menjadikan penjajahan model Inggris lebih diterima oleh rakyat (Furnivall,2009)

⓬Sistem liberal dan ekonomi berbasiskan uang sudah dilaksanakan secara teratur di Inggris, tempat Raffles sebelumnya bertugas.

LANDASAN FILSAFAT LANDRENTE STELSEL

√ Liberalisme ekonomi Adam Smith yang didasarkan atas asumsi bahwa setiap orang harus dibebaskan dalam mengejar kepentingan pribadi mereka

√ Prinsip Demokrasi J.J.Rousseau yang berpendapat bahwa setiap orang mempunyai hak atas kemerdekaan.

HAKEKAT LANDRENTE STELSEL

• Merupakan wujud Politik Humanitarian

• Merupakan wujud Politik Liberal

• Merupakan wujud dari Sistem Pemerintahan Langsung (Direcht Rule)

• Merupakan sumber penghasilan utama pemerintah Kolonial Inggris (Furnivall,2009)

• Merupakan perpaduan antara Politik eksploitasi dan Politik Humanisme

• Merupakan aplikasi prinsip Revolusi Prancis ; Liberte (kebebasan) , Egalite 
(persamaan), dan Fraternite (persaudaraan) ke dalam doktrin ekonomi (Furnivall,2009)


POKOK-POKOK  SISTEM LANDRENTE STELSEL

→ Penghapusan seluruh pengerahan wajib dan wajib kerja dengan memberi kebebasan penuh untuk penanaman  (kultur) dan berdagang

→ Pemerintah secara langsung mengawasi tanah-tanah, hasilnya dipungut langsung oleh pemerintah tanpa perantaraan bupati yang tugasnya terbatas pada dinas-dinas umum

→ Penyewaan tanah di beberapa daerah dilakukan berdasarkan kontrak dan terbatas waktunya  (Sartono, 1987)

ATURAN

❶Pajak yang dipungut berupa 1/5,2/5,1/3 atau ¼ dari hasil bumi/panen besar/bruto

❷Petani diberi kebebasan untuk menanam tanaman eksport dengan asumsi bahwa pemberian kebebasan tersebut selain sesuai dengan prinsip ekonomi liberal juga diharapkan akan meningkatkan hasil produksi.

❸Pungutan pajak awalnya dilakukan secara perorangan

❹pajak  dibayarkan kepada kolektor/tengkulak/rentenir  di bawah pengawasan kepala desa.

❺Pajak dibayarkan dalam bentuk uang atau beras

❻tanaman palawija dibebaskan dari pajak (Pane,1965)

❼Bagi penduduk yang tidak memiliki tanah diharuskan membayar pajak kepala/pajak keluarga dan pajak rumah (Pane,1965)

❽Hak Bupati atas hasil pajak tanah dihapuskan (Pane,1965)

❾Desa dijadikan sebagai unit administrasi penjajahan yang utama

❿Preanger stelsel (tanam paksa kopi dan kerja rodi di Bandung) tetap dilakukan

⓫tanah yang dikenakan pajak diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesuburannya


SEBAB KEGAGALAN LANDRENTE STELSEL

❶Belum adanya sistem pengukuran tanah yang tepat

❷tidak diperhitungkannya hak milik atas tanah seperti yang berlaku menurut adat

❸keterbatasan petugas pemungut pajak

❹pemungutan pajak terpaksa dilakukan melalui pegawai-pegawai yang korup

❺adapun yang menjadi sebab utama/pokok kegagalan Landrente Stelsel adalah sistem ekonomi desa belum memungkinkan petani memperoleh uang sebagai ganti dari hasil buminya .Harapan bahwa pajak dapat dibayar dengan uang tunai, bukan dalam bentuk barang, dalam kenyataannya sering meleset ; ekonomi kaum petani Jawa pada umumnya masih berbasis barter. Dengan demikian, insiatif Raffles tersebut makin menjerumuskan kaum petani Jawa semain jauh ke dalam cengkeraman para rentenir Tionghoa setempat.(Carey, 2014)

❻Masih kuatnya feodalisme dan komunalisme desa (Sartono,1987)

❼penduduk desa masih terbiasa dengan sistem upeti dan belum terbiasa dengan sistem pajak uang.

❽dalam prakteknya, banyak petani yang hanya menanam tanaman konsumsi ketimbang tanaman ekspor. Hal itu dilakukan karena menghindari pajak tanah yang berbasiskan tanaman komoditi yang laku dipasaran dunia (Furnivall,2009)

❾Terdapat perbedaan yang mencolok antara India dan Hindia Belanda/Indonesia. Di India, sistem liberal dan ekonomi uang sudah berjalan teratur dan rakyat di sana  relatif sudah terbiasa dengan sistem tersebut.

DAMPAK KEGAGALAN LANDRENTE STELSEL

• meletakkan dasar bagi perkembangan ekonomi uang pada masa selanjutnya

• beban rakyat menjadi lebih berat (Pane). Hal itu bukan saja disebabkan pajak yang dikenakan terlalu tinggi, tetapi juga para penggarap ladang pertanian juga diwajibkan membayar pajak secara tunai dalam bentuk uang perak, bukan dalam bentuk lain. Hal ini memaksa banyak warga dari kalangan petani jatuh keperangkap para rentenir Tionghoa yang juga mengutip Bunga yang tinggi. Ketegangan-ketegangan hubungan  antaretnis ini menyebabkan makin keluasnya rasa tidak puas. (Carey, 2014)

• muncul eksploitasi baru oleh para tengkulak/rentenir/kolektor pajak (Furnivall,2009)

• karena para petani mengalami kesulitan dalam sistem pajak uang, mereka banyak menjual tanahnya kepada orang Cina untuk menghindari sistem pajak tanah (Furnivall,2009)

• turunnya produksi tanaman ekspor. Misalnya produksi tanaman kopi pada masa Kompeni sebesar 100.000 pikul kopi, tetapi pada masa Raffles turun hanya 95.000 pikul, bahkan pada menjelang akhir kekuasaan Raffles pada tahun 1815, produksi kopi turun tinggal 20.000 pikul saja. (Furnivall,2009)

• sebagai akibat dari kegagalan sistem sewa tanah, maka terjadilah terjadi defisit anggaran

• reforasi birokrasi administrasi Pajak Tanah yang digagas oleh Raffles kemudian ditiru oleh pemerintahan Kolonial Belanda pada masa Pemerintahan Komisaris Jenderal di bawah Van Der Capelen

• Pasca berakhirnya kekuasaaan Inggris, terjadi Dualisme ekonomi di Indonesia antara dilaksanakannya sistem ekonomi liberal yang didasarkan atas prinsip-prinsip kebebasan yang dilakukan oleh Raffles sebelumnya dengan sistem upeti yang cenderung lebih bersifat eksploitatif tetapi lebih menguntungkan.

• menguatnya kedudukan dan pengaruh para tengkulak/rentenir Cina dan Arab yang sebelumnya bertugas melakukan pungutan pajak.

• Bupati sebagai pusat kehidupan sosial pribumi telah kehilangan pengaruhnya sehingga ;

❶ Rakyat banyak yang menganggur dikarenakan rakyat tidak lagi mendapatkan pekerjaan dari para Bupati

❷ Meningkatnya angka kriminalitas yang disebabkan melemahnya pengaruh Bupati yang sebelumnya memegang peranan penting dalam menjaga stabilitas keamanan di desa.(Furnivall,2009)

❹ Meningkatnya kemiskinan di Jawa

❺ rusaknya adat istiadat masyarakat desa

❺ rusaknya tatanan sosial masyarakat pedesaan

❻ Karena pemerintah Inggris hanya mau mempertahankan pejabat-pejabat dari tingkat kepala sub-distrik (demang, camat,mantra kepala desa) ke bawah, banyak Bupati yang kehilangan jabatan. Kebanyakan mereka lalu kembali ke daerah masing-masing dan jatuh miskin.

❼ Kebencian para Bupati terhadap sistem Inggris ini kemudian dilampiaskan dengan terlibatnya mereka membantu Pangeran Diponegoro dalam melawan kekuasaan asing dalam Perang Jawa (1825-1830)




REFERENSI :

-J.S.Furnivall, Hinddia Belanda, Studi Tentang Ekonomi Majemuk, Jakarta : Freedom Institut,2009

-M.J.Ricklef, Sejarah Indonesia Modern, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1999

-Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V, Jakarta : Balai Pustaka, 1984

-Peter Carey, Takdir, Riwayat Hidup Pangeran Diponegoro, Jakarta : Kompas,2014

-Sanusi Pane, Sedjarah Indonesia II, Jakarta : Balai Pustaka, 1965

- Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru ; Sejarah Pergerakan Nasional I, Jakarta : Gramedia,1987

-Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru ; Sejarah Pergerakan Nasional II, Jakarta : Gramedia,1990

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSIOLOGI PEMBUNUHAN

STATUS OBJEKTIF DAN STATUS SUBJEKTIF

TAWURAN SEBAGAI SUATU GEJALA SOSIAL (ANALISIS SOSIOLOGIS KONFLIK SOSIAL DI PERKOTAAN)