MASYARAKAT BUGIS-MAKASAR
Kebudayaan
Bugis Makasar adalah kebudayaan dari suku bangsa -suku bangsa Bugis dan Makasar
yang mendiami bagian terbesar dari Pulau Sulawesi.
Masyarakat
Bugis Makasar merupakan dua kelompok etnik yang cenderung menyatu menjadi satu
kesatuan yang tidak terpisahkan.
Masyarakat
Bugis Makasar merupakan kelompok masyarakat kesukuan yang berasal di Kawasan
Sulawesi Selatan Bersama dua kelompok etnik lainnya yaitu suku Mandar dan suku
Toraja.
Jika dilihat
dari segi Bahasa, orang Bugis mengucapkan Bahasa Ugi sedangkan orang Makasar
menggunakan Bahasa Mangansara. Kedua bahas atersebut pernah diteliti secara
mendalam oleh seorang ahli Bahasa Belanda B.F.Matthes.Huruf yang dipakai oleh
orang Bugis Makasar kuno adalah aksara Lontara, sebuah sistem huruf yang
berasal dari Bahasa sanskerta.
Masyarakat
Bugis Makasar dikenal sebagai masyarakat yang banyak bergerak di bidang
perdagangan. Mereka melakukan perdagangan dengan menggunakan perahu sehingga
mengembangkan tradisi berlayar.
Masyarakat
Bugis Makasar dikenal sebagai pelaut yang ulung. Mereka terbiasa dna lama
dikenal sebagai suku yang memiliki keterampilan dalam mengarungi lautan
sehingga dikenal sebagai pelaut ulung. Mereka melakukan aktivitas mengaruhi
laiutan dalam rangka mencari ikan. Profesi sebagai nelayan ini rupanya
merupakan profesi yang sangat penting bagi masyarakat bugis Makasar.
Masyarakat
Bugis Makasar merupakan suku bangsa yang menganut agama Islam. Mereka termasuk
kukuh dalam memegang ajaran agama walaupun ada juga anggota masyarakatnya yang
terbilang sekuler atau menganut aliran yang berbeda dengan pada umunya anggota
masyarakat lainnya.
Masyarakat
Bugis Makasar memiliki berbagai adat istiadat dan tradisi yang menyatu dalam
kebudayaan mereka yang diwariskan secara turun menurun.
Masyarakat
dalam kebudayaan Bugis-Makasar mengenal satu nilai budaya yang berkaitan dengan
harga diri dan martabat atau kehormatan manusia. Nilai budaya ini oleh
masyarakat setempat disebut `Siri. `Siri adalah suatu sistem nilai
sosio-kultural dan kepribadian yang merupakan pranata harga diri dan martabat
manusia.
Kata `Siri
pada dasarnya mengandung arti “perasaan malu’ dan “harga diri”. Dalam realitas
masyarakat setempat, `Siri disamping memiliki nilai-nilai positif juga
mengandung nilai-nilai yang negatif yang melahirkan prombel sosial yang antara
lain menguasai latar belakang penganiayaan dan bahkan pembunuhan.
Konsep `Siri lebih lanjut mengandung sejumlah pengertian sebagai berikut :
√ `Siri dalam
sistem budaya adalah pranata pertahanan harga diri, kesusilaan, hukum, dan
agama sebagai salah satu nilai utama yang memengaruhi dan mewarnai alam
pikiran, perasaan, dan kemauan manusia. Sebagai konsep budaya `Siri
berkedudukan sebagai regulator dalam mendinamisasi fungsi-fungsi struktural
dalam kebudayaan.
√ `Siri dalam
sistem sosial adalah mendinamisasi keseimbangan eksistensi hubungan individu
dalam masyarakat untuk menjaga kesinambungan kekerabatan.
√ `Siri dalam
sistem kepribadian adalah sebagai perwujudan konkret di dalam akal budi manusia
yang menjunjung tinggi kejujuran, keseimbangan untuk menjaga harkat dan
martabat manusia.
Beberapa peneliti memberikan tafsiran mengenai konsep
siri sebagai berikut :
-B.F.Matthes menerjemahkan siri sebagai rasa malu,
rasa kehormatannya tersinggung
-C.H.SalamBasjah menganggap siri sebgaai malu, daya
pendorong untuk membinasakan siapa saja yang telah menyinggung rasa kehormatan
seseorang atau daya pendorong untuk bekerja atau berusaha sebanyak mungkin
-M.Natsir mengemukakan bahwa siri ialah perasaan malu
yang memberi kewajiban moril untuk membunuh pihak yang melanggar adat terutama dalam
hal-hal yang berhubungan dengan perkawinan
REFERENSI :
Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia,
Jakarta : Djambatan, 1988
Mohtar Naim, Merantau, Pola Migrasi Suku Minangkabau,
Yogyakarta ; UGM Press, 1984
Suswandari, Kearifan Lokal Etnik Betawi, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2017
Komentar
Posting Komentar