Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2021

ANAK JALANAN DAN DISFUNGSI SISTEM SOSIAL

  ANAK JALANAN DAN DISFUNGSI SISTEM SOSIAL Anak Jalanan (Anjal) merupakan salah satu fenomena yang biasa dilihat di kawasan perkotaan. Fenomena anak jalanan sekaligus menunjukkan masih adanya permasalah sosial akut   yang belum mampu diselesaikan oleh komunitas kota. Dilihat dari aspek sosiologis, anak jalanan dapat dikategorikan sebagai gelandangan. Dikatakan sebagai gelandangan dikarenakan mereka tercerabut dari akar masyarakat, yaitu keluarga. Mereka juga tidak terintegrasi sepenuhnya dalam struktur sosial yang ada. Anak jalanan—sesuai dengan namanya—hidup menggelandang di jalanan perkotaan yang panas dan berdebu. Mereka tidak atau putus dari sekolah dan banyak diantara mereka hidup sendirian terlepas dari ikatan keluarga. Bahkan banyak diantara mereka yang memutuskan untuk keluar meninggalkan keluarga karena berbagai alasan. Fenomena anak jalanan berbeda halnya dengan fenomena kenakalan remaja. Anak jalanan pada umumnya tidak melakukan tindakan kriminal seperti yang biasa

MANUSIA GEROBAK DAN MASALAH KEMANUSIAAN

  MANUSIA GEROBAK DAN MASALAH KEMANUSIAAN Salah satu fenomena yang biasa di lihat di jalan-jalan Kota Jakarta adalah fenomena yang disebuat “Manusia Gerobak”. Penyebutan istilah manusia gerobak nampaknya tidak terlalu berlebihan karena memang memang mereka yang disebut demikian dalam keseharianya lekat dengan gerobak yang mereka gunakan sehari-hari. Fenomena manusia gerobak sering terlihat di beberapa ruas jalan di sejumlah kota besar di Indonesia. Mereka kerap terlihat berjalan menyusuri jalan-jalan kota diiringi oleh istri dan anak-anak mereka. Sementara orang sang bapak menarik gerobak dengan istrinya di belakang, anak-anak mereka yang masih kecil-kecil duduk di dalamnya. Manusia gerobak merujuk kepada sebuah bentuk kehidupan sosial marjinal yang terdapat di sejumlah kota besar seperti Jakarta. Mereka yang disebut sebagai manusia gerobak adalah yang menjalani kehidupan sehari-hari di selanjang jalan-jalan kawasan pinggiran perkotaan. Umumnya mereka berprofesi sebagai pemulung
  PENGAMEN JALANAN DAN MASALAH SOSIAL PERKOTAAN   “Musisi jalanan mulai beraksi…Seiring langkah kehilanganmu….” Keberadan pengamen jalanan atau musisi jalanan sudah lama diakui oleh masyarakat perkotaan. Mereka ada di berbagai kota di Indonesia, seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Bandung, Depok, Bogor, dan kota-kota lainnya. Para pengamen jalanan biasanya beroperasi di dalam sarana transportasi publik seperti kereta api, bus kota, dan angkot. Akan tetapi semenjak dilakukan pembenahan terhadap kereta api baik kereta api penumpang jarak jauh dan kereta api Jabodetabek yang dikenal dengan nama Commuter Line , mereka tidak dapat lagi beroperasi di dalamnya. Ada juga pengamen yang melakukan aktivitasnya dengan menyambangi rumah-rumah warga di komplek-komplek perumahan. Mereka menyanyikan sebuah lagu sambil menunggu belas kasihan pemilik rumah untuk memberikan mereka “uang receh” Para pengamen jalanan bukanlah pekerja yang menjual jasa. Menurut Parsudi Suparlan, para pengemen jala

OJEG DAN SENGKARUT SISTEM TRANSPORTASI KOTA

  OJEG DAN SENGKARUT SISTEM TRANSPORTASI KOTA   OJEG, MASALAH ATAU SOLUSI ? Fenomena ojeg adalah fenomena yang khas di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Di Indonesia sendiri ojeg sudah dianggap sebagai bagian dari kehidupan transportasi masyarakat sehari-hari. Ojeg walaupun dipandang rendah dan sebelah mata, namun dalam kenyataannya bersifat fungsionil bagi struktur sosial. Keberadaan ojeg dianggap memudahkan anggota masyarakat dalam menjalani aktivitasnya sehari-hari. Apalagi di kota-kota besar seperti Jakarta, keberadaan ojeg dapat menjadi alternatif solusi dalam menghadapi kemacetan kota sehari-hari. Seseorang yang harus pergi ke kantornya dengan menggunakan mobil pribadi akan menghabiskan waktu sampai berjam-jam untuk dapat menembus kemacetan di pinggiran dan pusat kota. Adapun menggunakan sarana transportasi publik yang resmi seperti commuter line dan bus kota belum tentu mempermudah kehidupan para pengguna jalan. Sebagai contoh, seornag pengguna kereta comm

ALIENASI PENYANDANG DISABILITAS

  ALIENASI PENYANDANG DISABILITAS   MARJINALISASI DAN STIGMA GOLONGAN DIFABEL Salah satu golongan yang cenderung terabaikan dalam struktur sosial masyarakat modern adalah golongan difabel atau golongan yang menyandang disabilitas. Golongan difabel adalah mereka yang memiliki keterbatasan baik fisik maupun mental untuk dapat menjalani kehidupan sehari-hari. Mereka dianggap “tidak normal” karena keterbatasan tersebut. Golongan difabel terbagi menjadi dua kategori, yang pertama adalah mereka yang memiliki keterbatasan (baca ; cacat) fisik seperti tuna rungu, tuna wicara dan lain sebagainya, dan yang kedua adalah mereka yang memiliki keterbelakangan mental seperti mengalami down sindrome . Ada juga katerori lain, yaitu mereka yang mengalami keterbelakangan baik fisik maupun mental. Mereka dianggap sebagai tuna ganda dan otomatis beban kehidupan mereka manjdi sangat berat untuk dapat menjalani kehidupan layaknya manusia yang “normal” Keberadaan golongan difabel dianggap sebagai

DERITA GURU HONORER

  DERITA GURU HONORER Dunia pendidikan di Indonesia ditandai oleh berbagai persoalan, mulai dari sistem pendidikan yang menyangkut kurikulum dan tujuan pendiikan nasional sampai kepada guru ; yaitu kompetensi dan kesejahteraan guru. Merupakan sebuah realitas sosial yang terbentuk melalui konstruksi sosial bahwa menjadi guru di Indonesia pada umumnya bukanlah merupakan cita-cita yang diidam-idamkan. Anak-anak di Indonesia masih terpaku pada konstruksi pekerjaan yang ideal, yaitu menjadi dokter, insinyur atau menjadi pilot. Adapun menjadi guru, pilihan itu mungkin terbatas pada anak-anak tertentu. Menjadi pertanyaan, mengapa menjadi guru bukanlah cita-cita banyak orang di Indonesia? Hal itu tidak mudah menjawabnya. Ada persoalan struktur sosial dan kultur yang memengaruhinya. Hal yang sama nampaknya juga terjadi di negara-negara yang sudah maju. Berdasakan penelitian dari Paul B Horton, di dalam masyarakat Amerika, menjadi guru bukanlah merupakan pilihan yang utama—walaupun bukan

BEGAL DAN ANOMIE DALAM KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT PERKOTAAN

  BEGAL DAN ANOMIE DALAM KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT PERKOTAAN   Salah satu fenomena sosial yang juga merupakan persoalan sosial yang dihadapi oleh kota-kota besar di Indonesia adalah fenomena kejahatan jalanan atau yang juga dikenal dengan nama begal. Kejahatan jalanan (street crime) merupakan kajian sosiologi terapan atau kriminologi yang secara khusus mengamati fenomena kejahatan yang terjadi di ruang publik seperti jalan raya. Kejahatan jalanan merupakan jenis kejahatan yang memiliki sejumlah karateristik yang unik. Salah satu ciri kejahatan jalanan adalah tidak adanya hubungan antara pelaku dan korban, artinya, kedua pihak relatif tidak mengenal satu sama lain. Motif pelaku kejahatan jalanan semata-mata ingin menguasai harta korban. Walaupun dalam beberapa kasus, pelaku juga menciderai korbannya, bahkan ada juga korban yang sampai kehilangan nyawa. Seperti adanya kasus perampokan jalanan yang mengakibatkan korban harus kehilangan nyawa akibat terjatuh dari kendaraan bermot

KENAKALAN REMAJA DAN TANTANGAN TERHADAP LEMBAGA KELUARGA

  KENAKALAN REMAJA DAN TANTANGAN TERHADAP LEMBAGA KELUARGA KENAKALAN REMAJA SEBAGAI SEBUAH PERMASALAHAN SOSIAL Kenakalan remaja atau juvenile deliquency adalah kejahatan atau kenakalan yang dilakukan oleh anak-anak muda. Kenakalan remaja merupakan gejala patologis yang dialami oleh remaja atau anak-anak yang disebabkan karena aspek sosial tertentu sehingga mereka mengembangkan perilaku menyimpang dari norma-norma umum. Kenakalan remaja lebih disebabkan oleh faktor-faktor sosio kultural ketimbang faktor lainnya sepereti faktor biologis. Perilaku kenakalan remaja ini menunjukkan tanda-tanda   tidak adanya konformitas terhadap norma-norma sosial. Jika dilihat dari sudut pandang sosiologis, perilaku kenakalan remaja merupakan refleksi atau manifestasi dari perilaku asosial dan antisosial. Perilaku asosial dan antisosial merupakan perilaku   yang bertentangan dengan harapan masyarakat. Mereka menutup diri dari masyarakat luas pada umumnya dan mereka mengembangkan nilai dan norma t