PEMBERONTAKAN PKI DI MADIUN


PEMBERONTAKAN PKI DI MADIUN


Peristiwa Madiun adalah suatu peristiwa dalam sejarah revolusi Indonesia yang menimbulkan trauma mendalam yang  terjadi antara September sampai dengan Desember 1948 di sejumlah kabupaten di Jawa Timur dan Jawa Tengah  seperti Madiun, Magetan, Kediri,Ponorogo,Trenggalek, Pacitan, Ngawi, Cepu, Pati,Kudus, Wonogiri, dan Purwodadi. Dalam peristiwa itu seluruh elit birokrat,pamong praja,polisi, tentara, guru,tokoh organisasi,kiai dan sebagian besar kepala desa menjadi korban pembunuhan yang dilakukan oleh FDR/PKI.

Peristiwa Madiun merupakan peristiwa nasional yang berkenaan dengan revolusi nasional sebab peristiwa itu sendiri merupakan sebuah revolusi sosial yang memiliki ciri khas tersendiri.Peristiwa Madiun itu bisa disejajarkan dengan peristiwa ‘The Killing Field’ yang dilakukan oleh rezim Khmer Merah yang berkuasa di Kamboja pada 1975-1979.

Peristiwa Madiun sendiri sebenarnya merupakan sebuah pemberontakan yang kesekian kalinya yang dilakukan oleh kaum kominis di Indonesia. Sejak kegagalan pemberotakan tahun 1926-1927, tokoh-tokoh PKI yang melarikan diri kel luar negeri seperti Muso pulang kembali ke Indonesia dan kemudian melakukan perebutan kekuasaan di Madiun.

Peristiwa Madiun merupakan suatu tragedi besar, bukan saja karena besarnya korban jiwa yang ditimbulkannya, melainkan karena warisan kebencian yang ditinggalkannya antara kiri dan kanan dan antara santri dan abangan.Bagi Sukarno dan Hatta, Peristiwa Madiun merupakan suatu pemutusan gagasan secara tajam antara revolusi nasional dan revolusi sosial. Pada tahun 1945 keduanya terlihat sebagai dua hal yang tidak terpisahkan, tetapi setelah terjadinya Peristiwa Madiun, revolusi sosial tertunda sampai waktu yang tidak tertentu.Yang jelas, Peristiwa Madiun telah membalik revolusi secara tajam dari kiri ke kanan.(Reid, 1996)


TUJUAN PEMBERONTAKAN PKI MADIUN

Dari sudut pandang pemerintah RI, Peristiwa Madiun adalah pemberontakan yang dilakukan oleh PKI/FDR yang ingin melakukan perebutan kekuasaan secara paksa. Adapun tujuan Pemberontakan tersebut adalah :

1.Merealisasikan rencana Cominform untuk menguasai Asia Tenggara (Sin Po)

2.menjadikan Indonesia sebagai negara komunis dan berkiblat kepada Uni Soviet

3.menjatuhkan kabinet Hatta

4.menjadikan Musso dan Amir Syarifuddin sebagai Presiden dan Perdana Menteri


LATAR BELAKANG

SITUASI INTERNASIONAL

Amerika Serikat mengeluarkan Marshall Plan pada 1947 yang diikuti dengan koalisi antara kaum sosialis dan liberal (Kristen Demokrat) untuk membendung Komunisme di Italia dan Prancis.

Dibentuknya Cominform pada 22 September 1947. Cominform dibentuk dengan tujuan untuk mengkonsolidasikan parta-partai komunis di seluruh dunia dan mengantisipasi kondisi politik dunia pasca Perang Dunia II. Peristiwa ini sekaligus menandai adanya perubahan garis politik Komunis internasional dari Garis Dimitrov yang menganut garis lunak, yang menganjurkan adanya kerjasama antara komunis dan kapitalis/imperialis dalam menghadapi Fasisme ke garis Zdanov yang merupakan garis keras. Isi pokok Garis Zdanov adalah membagi dua kubu yang bertentangan yaitu kubu kapitalis-imperialis yang dipimpin oleh Amerika Serika dengan kubu komunis yang dipimpin oleh Uni Soviet  dan untuk selanjutnya Zdanov menyerukan kepada partai-partai komunis di seluruh dunia untuk merebut kekuasaan di negara mereka masing-masing.

Konferensi Pemuda se Asia Tenggara yang dilangsungkan di Calcutta, India pada 19-26 Februari 1948 turut meradikalisasi PKI. Konferensi tersebut dinilai oleh sejumlah kalangan sebagai instruksi kepada partai-partai komunis di Asia Tenggara seperti Malaya, Indonesia,Burma dan Filipina untuk melakukan pemberontakan. Dalam konferensi tersebut juga dibicarakan tentang reorientasi ajaran Komunis dengan tekanan kepada penolakan terhadap upaya perluasan pengaruh Amerika Serikat melalui Marshall Plan. Dalam konferensi tersebut PKI diwakili oleh Suripno dan Francisca Fangiday.

Di Eropa, seluruh barisan Komunis bergerak. Di Perancis dan Italia, kelompok Komunis melancarkan pemogokan-pemogokan umum dan sejumlah kerusuhan.

Pada Februari 1948, setelah Cekoslowakia jatuh ke tangan Komunis, semua negara Eropa Timur berada dalam kontrol Uni Soviet.

Pada bulan Juni 1948 terjadi peningkatan situasi politik di Jerman yang ditandai dengan terjadinya krisis Berlin, yaitu ketika pemerintah komunis Jerman Timur melakukan blokade terhadap Berlin Barat.

Di Filiphina, kelompok Komunis melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan nasional, dan hal yang sama terjadi di Malaya dan Burma.

Pada tahun 1948 konflik di Cina antara kelompok nasionalis/Kuomintang melawan kelompok Komunis/Kuncangtang memuncak yang berakhir dengan kemenangan kelompok Komunis pada tahun 1949. Di tahun-tahun selanjutnya, pemerintah komunis Cina semakin agresif dan akhirnya menyerbu Tibet dan terlibat dalam Perang korea.


SITUASI DALAM NEGERI

• Perpecahan kalangan Sayap Kiri. Perpecahan tersebut terjadi antara Amir Syarifuddin dan Sutan Syahrir. Pada tanggal 12 Februari 1948 Sutan Syahrir dan golongannya memisahkan diri dari Partai Sosialis dan mendirikan Partai Sosialis Indonesia. Syahrir kemudian menyatakan bahwa PSI berdasarkan atas paham Sosialisme yang disandarkan pada ajaran ilmu pengetahuan Marx-Engels yang berdasarkan kerakyatan. Yang membedakan antara Syahrir dan kalangan sayap kiri lainnya adalah, bahwa PSI Syahrir dengan tegas menolak adanya diktatur Proletariat yang dipraktekkan di Uni Soviet dan menentang Prinsip Perjuangan Kelas (Class Struggle) yang menjadi intisari dari ajaran Marxisme. Syahrir menolak pandangan Komunis tentang perjuangan kelas karena menurut Syahrir, doktrin perjuangan kelas tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia.

Perpecahan itu disebabkan Amir Syarifuddin menjadi cenderung makin kekiri (komunis) dan mengalami radikalisasi. Menurut Anthony Reid, perpecahan itu mengakibatkan Syahrir makin kehilangan ‘gas’ sedangkan sebaliknya Amir semakin kehilangan ‘rem’. Amir Syarifuddin kemudian mendirikan Front Demokrasi Rakyat (FDR). FDR didirikan dengan tujuan merebut kekuasaan baik dengan cara parlementer maupun dengan cara-cara non parlementar.FDR menuntut pembubaran kabinet Hatta dan menggantinya dengan kabinet presidensial yang langsung bertanggungjawab kepada KNIP.

• Amir Syarifuddin mundur sebagai Perdana Menteri. Sebelumnya kabinet Amir merupakan pencapaian tertinggi kalangan Komunis. Di dalam kabinet Amir terdapat 10 orang dari 34 menterinya yang berasal dari Komunis, termasuk Amir sendiri.Kemunduran Amir  merupakan kerugian kalangan kiri, karena semenjak Amir berkuasa, Amir sebagai Perdana Menteri sekaligus sebagai Menteri Pertahanan banyak memberikan dukungan militer terhadap lasykar-lasykar bersenjata yang berafiliasi kepada PKI seperti TNI Masyarakat, Pesindo dan Tentara Laut Republik Indonesia (TLRI).

•Hatta diangkat menjadi perdana menteri.Hal ini dianggap sebagai kerugian lain bagi kalangan sayap kiri, karena Hatta dianggap sebagai sosok yang anti-Komunis.

• Hatta mengeluarkan kebijakan rasionalisasi dan demobilisasi angkatan perang yang dikenal dengan nama RERA (Rekonstruksi Rasionalisasi).Kebijakan ini dinilai merugikan kalangan kiri karena berdasarkan RERA sejumlah lasykar bersenjata yang beraliran kiri seperti TNI Masyarakat dibubarkan.Tidak lama kemudian pada 29 Desember 1948 Gubernur Militer Daerah Militer Surakarta  di bawah pimpinan Wikana dihapuskan. Tugas-tugas selanjutnya kemudian diambilalih oleh Dewan Pertahanan Daerah Surakarta.

• Rasionalisasi juga mengakibatkan sejumlah pejabat Kementerian Pertahanan pada masa Amir Syarifuddin dibebaskan dari jabatannya, antara lain Sekjen Kementerian Pertahanan Sukono Djojopratikno yang merupakan bekas Ketua Pepolit, Atmadji (Direktur Jenderal Urusan Laut) serta para pejabat lainnya yang beraliran komunis di Kementerian Pertahanan.

RERA ditentang oleh kalangan sayap kiri karena program tersebut bertentangan dengan konsep tentara menurut kalangan sayap kiri. Mereka beranggapan bahwa tentara haruslah memiliki tujuan politik dan melakukan kegiatan politik. Sebelum RERA, kalangan sayap kiri mengklaim telah menguasai sekitar 35 % tentara dan bahkan pada beberaPa kesatuan merupakan kelompok yang dominan. Rasionalisasi telah menjadi ‘pisau cukur’ yang menggunduli FDR setelah sebelumnya mereka bersusah payah membangun kekuatan militernya.

• Pemogokan SOBSI dan BTI di Delanggu yang kemudian mendapat tantangan kuat dari Sarekat Tani Islam Indonesia (STTI) yang merupakan organ petani yang berafiliasi kepada Masyumi) dan Gerakan Revolusi Rakyat (GRR) yang memihak Tan Malaka.

• Solo menjadi kawasan “Wild West”. Hal itu dilakukan oleh FDR untuk menarik perhatian pemerintah dan dengan itu berharap agar pemerintah meninjau kembali rencana rasionalisasinya sementara pasukan-pasukan yang berada di bawah pengaruh FDR  akan mengusahakan kota tersebut tetap berada di bawah kekuasaan de facto golongan kiri.Rencana itu juga menetapkan bahwa kota Madiun akan dipersiapkan sebagai basis untuk perang gerilya.(Sundhaundsen,1986)

• Terjadinya rivalitas dan pertikaian antara :

1.Panembahan Senopati vs Siliwangi. Rivalitas ini diawali dengan adanya Politik Hijrah yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Pasukan Siliwangi kemudian pindah ke wilayah de facto RI yaitu Solo. Di kota tesebut terjadi ketegangan dengan pasukan lokal yaitu pasukan Panembahan Senopati. Gesekan kedua pasukan ini juga mengakibatkan berkembangnya sentimen kesukuan, yaitu antara Siliwangi yang identik dengan suku Sunda dan Senopati yang berasal dari suku Jawa.

2.Nasution (Pro Siliwangi dan pro RERA) vs Sudirman (Pro Panembahan Senopati)

3.Sukarno-Hatta vs Musso

• terbunuhnya Kolonel Sutarto (Komandan Divisi IV Panembahan Senopati) . Peristiwa ini makin menambah ketegangan antarberbagai pihak. Tidak pernah diketahui secara jelas siapa pembunuhnya. PKI menuduh pelakunya adalah Barisan Banteng sebaliknya, Barisan Banteng menuduh pelakunya adalah PKI atau Pesindo.

• Terjadi sejumlah aksi penculikan, diantaranya terhadap Dr Muwardi dari Barisan Banteng dan sejumlah pimpinan/perwira TLRI yang pro terhadap FDR/PKI di bawah pimpinan Kolonel Yadau. Penculikan demi penculikan telah mengakibatkan saling tuding dan ketegangan terutama antara Pasukan Siliwangi dan Pasukan Panembahan Senopati.

• Musso dan Suripno tiba di Indonesia dari Praha

• Musso mencetuskan “Jalan Baru” yang meliputi :

1.mengecam mundurnya Amir Syarifuddin sebagai Perdana Menteri

2.mengecam banyaknya organisasi sayap kiri seperti Partai Sosialis, Partai Buruh 
Indonesia ,Acoma,Permai,dan PKI. Musso kemudian menyerukan pembentukan satu partai komunis yang memegang pimpinan dalam satu front nasional.

3.mengecam Perjanjian Linggajati dan Renville yang dimediasi oleh Amerika Serikat/Inggris

4.menuntut Landreform

5.nasionalisasi hak milik asing

6.mempersenjatai rakyat umum

7.menuntut dibentuknya front nasional

8. menuntut dibukanya hubungan diplomatik dengan Rusia


PERIMBANGAN KEKUATAN

KIRI ; FDR/PKI
KANAN
Panembahan Senopati
Siliwangi
Tentara Laut Republik Indonesia
Tentara Pelajar Republik Indonesia (TRIP)
TNI Masyarakat
Gerakan Revolusi Rakyat
Pesindo
Hizbullah-Sabilillah
Lasykar Minyak
Barisan Banteng
Laskar Rakyat

Lasykar Buruh

Lasykar Merah



BENTUK PEMBERONTAKAN PKI

Perebutan kekuasaan di Madiun dilakukan sejak jam 02.00 tanggal 18 September 1948 yang ditandai oleh letusan pistol di sekitar kompleks pabrik gula Redjoagung. Sebagai inti pasukan yang merebut kekuasaan digunakan pasukan-pasukan dari Letkol Dahlan. Dalam waktu beberapa jam PKI/FDR berhasil merebut kota Madiun dan menangkap pasukan-pasukan yang loyal terhadap pemerintahan RI. Bersamaan dengan peristiwa itu, Sumarsono dan Supardi kemudian memproklamasikan berdirinya ‘Soviet Republik Indonesia’ dan pembentukan Pemerintahan Front Nasional.

Setelah itu Pesindo kemudian mengambilalih sejumlah instalasi vital di Madiun atas instruksi pimpinan nasionalnya, Sumarsono. Bersama dengan brigade 29 TNI  yang pro FDR , mereka menangkap dan membunuh  perwira-perwira terkemuka yang pro pemerintah di Madiun.

Langkah-langkah yang kemudian dilakukan oleh FDR/PKI dalam pemberontakannya adalah sebagai berikut :

Membentuk pemerintahan Front Nasional

PKI menghapuskan ‘Tanah Bengkok’

dilakukan pembersihan terhadap aparatur negara. Para lurah di daerah yang dikuasai PKI kemudian diganti dengan lurah-lurah yang pro FDR/PKI

FDR/PKI melakukan penangkapan dan pembunuhan terhadap lawan-lawan politiknya, antara lain kalangan pamong praja, tokoh agama, kalangan nasionalis, apatar sipil dan militer.


SEBAB KEGAGALAN

❶ terbatasnya doktrin politik marxisme-leninisme terkait imperialisme dan tanah jajahan khususnya di kawasan Asia

❷ Ketidakpahaman Musso terhadap kondisi sosio-kultural Indonesia.Musso yang telah lama tinggal di Moskow telah mengira bahwa kondisi Indonesia sebagaimana Vietnam, telah begitu jauh berada dalam kendali golongan Komunis. Padahal kenyataannya, justru sebagian besar masyarakat Indonesia yang sesungguhnya bersikap anti komunis.
Tidak kompaknya kalangan komunis. 

Hal ini ditunjukkan dengan keengganan pimpinan PKI seperti Alimin dan Sardjono yang kurang antusias dengan program ‘jalan baru ‘ Musso. Alimin yang merupakan sesepuh partai merupakan seorang teman dekat Sukarno dan selalu menekankan perlunya persatuan serta tidak dapat diterapkannya model Soviet di Indonesia. Alimin, sebagaimana Kolonel Sutarto, yang merupakan murid ideologis Alimin juga menentang rencana Musso melakukan pemberontakan.

❸ Musso dan Amir Syarifuddin kalah pamor dengan Sukarno-Hatta

❹ tidak adanya dukungan rakyat terhadap PKI/FDR 

❺ Elemen-elemen kiri belum sempurna terkonsolidasikan

❻ RERA memperlemah kekuatan kekuatan militer sayap kiri. Sebaliknya, RERA telah menjadikan pasukan Siliwangi menjadi pasukan yang terkuat. Siliwangi hanya diciutkan menjadi tiga Brigade untuk memperoleh perbandingan 1 : 1 antara personil dan senjata.

❼ FDR/PKI memiliki musuh yang banyak antara lain ; Siliwangi,Masyumi,PNI,GRR

❽ Sebagian perwira dari Divisi Panembahan Senopati seperti Soengkono dan Slamet Riyadi tidak memihak FDR/PKI

❾ Pimpinan PKI dianggap berwatak ‘ borjuis kecil’

❿ Pemberontakan FDR/PKI dianggap abortif/terlalu cepat

⓫ ideologi Komunis tidak memiliki akar di Indonesia

⓬ kebencian rakyat terhadap kekejaman-kekejaman FDR/PKI




DAMPAK

Peristiwa Madiun telah menimbulkan dampak yang luas. Peritiwa tersebut mengakibatkan 10 ribu orang terbunuh. Peristiwa Madiun telah mempertajam konflik antaraliran politik di Indonesia yang kemudian mucul kembali di tahun 1960-an. 
Peristiwa Pemberontakan PKI Madiun menimbulkan sejumlah dampak diantaranya :

√ PKI mengalami kehancuran, walaupun organisasi itu tidak dibubarkan oleh Presiden Sukarno.

√ Menguatnya pertentangan dan ketegangan antara PKI dan Angkatan Darat

√ PKI makin terasing dari rakyat

√ Belanda melakukan Agresi Militernya yang kedua.Tindakan Belanda ini memanfaatkan kelemahan yang dialami oleh RI setelah melakukan penumpasan terhadap PKI/FDR hanya berselang dua bulan semenjak operasi penumpasan dilakukan oleh  TNI.

√ Posisi internasional RI makin kuat

√ Berubahnya sikap Amerika Serikat terhadap RI


PASCA PERISTIWA PEMBERONTAKAN PKI MADIUN

❶ Divisi Panembahan Senopati dilebur ke dalam Divisi Diponegoro

❷ Pesindo berubah menjadi Pemuda Rakyat

❸ PKI mendapatkan amnesti dan sekitar 35 ribu anggota PKI dibebaskan. Hal ini dilakukan dengan harapan agar PKI dapat bahu membahu dalam menghadapi Agresi Militer Belanda, setidak-tidaknya tidak melakukan rongrongan dari dalam.

❹ Aidit, Lukman,Nyoto mengambilalih PKI dari Alimin

❺ Soeadi dan Maladi Yusuf dari Panembahan Senopati diberikan amnesti oleh Gatot Subroto sebagai Gubernur Militer

❻ Amir Syarifuddin, Setiadjit,Oei Gwe Hwat dan Haryono yang merupakan elit teras PKI dieksekusi atas perintah Gatot Subroto

❼ PKI berusaha melakukan ‘cuci tangan’ dengan mengeluarkan ‘Buku Putih’. Dalam buku Putih tersebut PKI menyatakan bahwa Peristiwa Madiun bukanlah merupakan pemberontakan PKI, melainkan sebuah provokasi yang dilakukan oleh Hatta dan Sukiman yang bekerjasama dengan Merle Cohran dari Amerika Serikat.

❽ Setelah kegagalan pemberontakan tahun 1948, PKI di bawah kepemimpinan Aidit melakukan ‘strategi kanan’ dengan membentuk MKTB (Metode Kombinasi Tiga Bentuk Perjuangan) dengan melakukan perluasan pengaruh kepada kalangan buruh, tani dan angkatan bersenjata.

❾ Dengan kegagalan pemberontakan PKI/FDR di Madiun, maka pemerintah telah berhasil mencapai tiga tujuan penting. Pertama, melenyapkan pemerintahan tandingan, kedua, menciptakan rasa kesatuan di kalangan tentara (TNI), setidak-tidaknya di jawa, dan ketiga, menunjukkan kepada Amerika Serikat sebagai kekuatan yang menentukan di PBB, bahwa kaum nasionalis moderatlah –dan bukan Belanda--yang merupakan kekuatan utama yang dapat membendung Komunisme.


TEORI-TEORI TENTANG PERISTIWA MADIUN

→ versi Amir Syarifuddin : Peristiwa Madiun bukanlah sebuah pemberontakan, melainkan suatu koreksi terhadap jalannya Revolusi Indonesia yang dianggap telah menyeleweng. Amir juga menyatakan bahwa Peristiwa Madiun adalah provokasi yang dilakukan oleh Hatta untuk menghancurkan PKI.

→ Versi PKI : Peristiwa Madiun merupakan konspirasi antara Hatta dan Cochra yang disusun di Sarangan (Red Drive Proposal)

→ Versi Kelompok Tan Malaka ; Peristiwa Madiun merupakan bukti PKI masih mengidap penyakit kekanak-kanakan (infantile disorder), yaitu melakukan revolusi tanpa melihat situasi objektif yang seharusnya ada dalam sebuah revolusi

→ versi George Mc Turnan Kahin : Peristiwa Madiun merupakan fait accomply Pesindo terhadap Musso dan Amir Syarifuddin

→ versi Soe Hoek Gie : Peristiwa Madiun merupakan manifestasi dari tekanan ekonomi yang menimbulkan radikalisme

→ versi TNI : Peristiwa Madiun adalah pemberontakan yang dilakukan oleh PKI untuk merebut kekuasaan.Amir sendiri menurut Angkatan Darat dianggap sebagai antek Belanda untuk menghancurkan Republik Indonesia dari dalam. Salah satu indikasinya adalah ketika FDR/PKI sudah terdesak, Amir berupaya menuju garis demarkasi Belanda untuk menghindarkan diri dari penangkapan yang dilakukan oleh TNI.

→ versi Onghokham ; Peristiwa Madiun merupakan wujud dari Revolusi Sosial yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia sejak tahun 1945. Sebagaimana Peristiwa Tiga Daerah dan Revolusi Sosial lainnya, Peristiwa Madiun meunnjukkan sifat anti feudal yang kuat. Pada tahun 1946, di Solo muncul gerakan antiswapraja yang menentang keberadaan Susuhunan dan Mangkunegaraan. Posisi Solo  sebagai salah satu pusat oposisi terhadap pemerintah pusat makin menguat ketika menjelang  meletusnya Peristiwa Madiun, Solo berkembang menjadi pusat pergolakan selain Madiun itu sendiri.

→ Versi Sayuti Melik : Peristiwa Madiun sepenuhnya merupakan kesalahan Musso. Musso dianggap sebagai petualang politik

→ versi Ricklef : Peristiwa Madiun tahun 1948 merupakan bentuk ketegangan antara kaum kiri abangan vs kaum santri

→ Versi M.J.Ricklef : Peristiwa Madiun menguatkan antipati antara kelompok Santri dan Abangan yang pada waktu selanjutnya makin dipertegas dan dipupuk oleh persaingan partai politik. Setelah Peristiwa Madiun gagasan ‘Komunisme Islam’ yang pernah berkembang pada era 1920-an menjadi sesuatu yang mustahil.

→ Versi Abu Hanifah : Abu Hanifah merupakan salah satu tokoh Masyumi yang dekat dengan Amir Syarifudin. Menurutnya, Peristiwa Madiun merupakan Revolusi yang abortif, yaitu revolusi yang tidak disiapkan secara sempurna. Menurut Abu Hanifah, Muso dan Amir boleh dikatakan masuk perangkap gerakan revolusi yang mereka canangkan sendiri.Kuat kesan bahwa mereka belum siap melakukan pemberontakan bersenjata, tetapi terpaksa menyokong sikap pemimpin-pemimpin muda seperti Soemarsono dan Djokosujono. Ketika Amir merasa bahwa pemberontakannya akan mengalami kegagalan, Amir kemudian secara terburu-buru menyatakan bahwa Peristiwa Madiun bukanlah sebuah pemberontakan, tetapi sekedar sebuah koreksi terhadap jalannya revolusi Indonesia.





REFERENSI :

-Abu Hanifah, Revolusi Memakan Anak Sendiri ; Tragedi Amir Sjarifudin, Dalam Manusia Dalam Kemelut Sejarah, Jakarta : LP3ES,1994

-Anthony Reid, Revolusi Nasional Indonesia, Jakarta : Sinar Harapan, 1996

-Bahaya Laten Komunisme di Indonesia Jilid I, Jakarta : Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI,1991

-Berbagai Fakta dan Kesaksian Sekitar Peristiwa Madiun, Pustaka Pena,Tanpa tahun

-George McTurnan Kahin, Nasionalisme Dan Revolusi Di Indonesia,Pustaka Sinar Harapan, 1995

-Colind Wild, Gelora Api Revolusi, Jakarta : Gramedia,1986

-Harry Poese, PKI Bergerak,  Jakarta : KITLV,2011

-M.C.Ricklef, Mengislamkan Jawa, Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penentangnya dari 1930 sampai Sekarang, Jakarta : Serambi, 2013

-Peter Kasenda, Sukarno,Marxisme & Leninisme, Akar Pemikiran Kiri & Revolusi Indonesia,Depok, Komunitas Bambu, 2014

-Soe Hoek Gie, Orang-Orang Dipersimpangan Kiri Jalan,  Yogyakarta : Bentang, 2005

-Soegiarso Soerojo, Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai, Jakarta : Sri Murni, 1988

-Olle Tornquist, Penghancuran PKI, Depok : Komunitas Bambu

-Onghokham, Sukarno, Orang Kiri,Revolusi, & G30s 1965,Depok : Komunitas Bambu, 2013

-Tim Jawa Pos, Lubang-Lubang Pembantaian, Petualangan PKI Madiun, Jakarta : Grafiti,1990

-Ulf Sundhaundsen, Politik Militer Indonesia 1945-1967, Jakarta : LP3ES,1986

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEBERHASILAN DAN KEGAGALAN ORDE BARU