KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT BADUY 

FUNGSI KEARIFAN LOKAL

Kearifan lokal tertanam kuat dalam kesadaran kolektif masyarakat. kearifan lokal telah teruji kemampuannya dalam memandu kehidupan masyarakat. kearifan lokal memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar. kearifan lokal mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam kebudayaan asli

 

Kearifan lokal tidak dapat dilepaskan dari aktivitas sehari-hari masyarakat. Kearifan lokal terbentuk dari pengetahuan yang diperoleh dalam upaya menghadapi tantangan alam. Kearifan lokal bersumber dari pengetahuan yang berkembang di dalam masyarakat itu sendiri.

 

Kearifan lokal dimiliki secara kolektif oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Kearifan lokal terbentuk dari pengetahuan yang diperoleh dalam upaya menghadapi tantangan alam.

 

Kearifan lokal merupakan tradisi lokal yang merupakan jawaban atas situasi geografis, geopolitis, historis maupun situasional tertentu. Kearifan lokal mengandung di dalamnya mengandung sejumlah hal seperti tata nilai, etika, aturan, dan keterampilan tertentu.

 

Kearifan lokal mengandung kebijakan tertentu bagi penganutnya, dia dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat yang memiliki nilai-nilai tertentu serta diikuti oleh anggota masyarakat pendukungnya.

Berikut ini adalah keterangan mengenai kearifan lokal :

- merupakan tata aturan yang tidak tertulis

- menjadi acuan masyarakat

 - meliputi seluruh aspek kehidupan

- memiliki nilai-nilai tertentu

- merupakan ungkapan budaya yang khas

 - mengandung tata nilai dan etika

- sering digunakan untuk mengampil keputusan bersama

- merupakan kesadaran kolektif

 

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT BADUY

 

Masyarakat Baduy merupakan kelompok kesukuan yang menetap di Kawasan Kanekes, Kecamatan Leuidamar, Kabupaten Lebak Provinsi Banten sekarang. Jumlah masyarakat suku Baduy dapat dikatakan relatif sedikit dibandingkan dengan kelompok suku bangsa lainnya.

 

Masyarakat Baduy awalnya merupakan masyarakat yang berasal dari kelompok masyarakat Hindu di Pajajaran yang kemudian menyingkir ke Kawasan pedalaman setelah pusat kekuasaan Pajajaran ditaklukkan oleh Kesultanan Banten dan Cirebon.

 

Masyarakat Baduy berpegang teguh pada kepercayaan tradisional yaitu Sunda Wiwitan, namun banyak juga anggota masyarakat Baduy yang menganut agama Islam.

 

Masyarakat Baduy terbagi menjadi dua, yang pertama adalah masyarakat Baduy Dalam dan yang kedua adalah masyarakat Baduy Luar. Perbedaannya adalah, kalau dalam masyarakat Baduy, kehidupan sosial masih bersifat asli dan murni. Masyarakat Baduy dalam bermukim di tiga kampung yaitu Cibeo, Cikartawana dan Cikeusik

 

Sedangkan dalam  masyarakat Baduy Luar, unsur kebudayan luar relatif bisa hidup dan berkembang.

 

Hubungan antara masyarakat Baduy Dalam dan Luar ini cenderung fungsional satu sama lainnya. Masyarakat Baduy Dalam berperan melaksanakan tapa atau melestarikan adat, sedangkan masyarakat Baduy Luar berperan sebagai penamping, yakni menjaga masyarakat Baduy Dalam.

 

Berarti masyarakat Baduy Luar dapat dikatakan sebagai benteng atau filter bagi masyarakat Baduy Dalam terhadap unsur-unsur kebudayaan luar yang dianggap dapat mengancam keberadaan dan keberlangsungan kebudayaan Baduy.

 

Masyarakat Baduy pada umumnya mengadakan kegiatan atau aktivitas perekonomian di bidang pengolahan tanah, yaitu sektor pertanian. Sektor pertanian ini mereka kelola secara subsisten dan gotong royong. Artinya mereka mengadakan kegiatan ekonomi dengan tidak berorientasi kepada keuntungan. Tanah yang mereka olah, hasilnya sebatas untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota masyarakat.

 

Masyarakat Baduy merupakan masyarakat komunal, artinya mereka tidak mengenal nilai individualisme dalam kebudayaannya. Mereka mengumpulkan seluruh hasil panen ke dalam suatu lumbung bersama. Setiap anggota masyarakat boleh mengambil hasil panen seperlunya untuk keperluan kelaurganya masing-masing.

 

Masyarakat Baduy merupakan masyarakat tradisional, oleh karenanya masyarakat Baduy sangat terikat dengan adat istiadat dan tradisi budayanya. Sikap berpegang teguh pada tradisi kebudayaannya ini kemudian diwariskan kepada generasi selanjutnya sehingga kebudayaan masyarakat Baduy menjadi lestari.

 

Misalnya, masyarakat Baduy memiliki tradisi yang melarang segala bentuk teknologi dan prasarana kehidupan modern. Terdapat larangan di kalangan anggota masyarakat Baduy terkait dengan hal-hal berikut :

 

-larangan menggunakan alas kaki

-larangan menggunakan sarana transportasi modern seperti kendaran bermotor

-larangan masyarakat menerima orang luar ke dalam lingkungan masyarakat Baduy Dalam

-larangan bersekolah

-larangan mengambil foto di lingkungan masyarakat Baduy Dalam

-larangan menggunakan sampo atau sabun ketika mandi

-larangan mandi di sungai

-larangan berbicara yang tidak sopan

-larangan buang sampah sembarangan

 

 

 

 

REFERENSI :

 

Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta : Djambatan, 1988

Mohtar Naim, Merantau, Pola Migrasi Suku Minangkabau, Yogyakarta ; UGM Press, 1984

Suswandari, Kearifan Lokal Etnik Betawi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2017

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSIOLOGI PEMBUNUHAN

STATUS OBJEKTIF DAN STATUS SUBJEKTIF

TAWURAN SEBAGAI SUATU GEJALA SOSIAL (ANALISIS SOSIOLOGIS KONFLIK SOSIAL DI PERKOTAAN)