FRAGMENTASI, RIVALITAS, DAN KONFLIK ANTARALIRAN POLITIK DAN KEAGAMAAN DI TIMUR TENGAH


FRAGMENTASI, RIVALITAS, DAN KONFLIK ANTARALIRAN POLITIK DAN KEAGAMAAN DI TIMUR TENGAH


PENGANTAR

Timur Tengah merupakan kawasan yang senantiasa mengalami pergolakan. Di kawasan ini berbagai perang, kudeta, pemberontakan, gerakan separatisme, pembunuhan politik dan perebutan kekuasaan selalu mengiringi perjalanan sejarahnya dari zaman pra kolonial sampai era modern sekarang ini. Salah satu sebab seringkalinya terjadi ketidakstabilan politik di kawasan Timur Tengah adalah disebabkan karena adanya fragmentasi yang dialami oleh berbagai aliran politik dan sekte keagamaan yang ada.

Wilayah Timur Tengah memiliki keragaman yang luar biasa mulai dari keragaman agama dan aliran keagamaan (sekte dan mazhab), keragaman etnis,perbedaan aliran politik, struktur politik serta orientasi politik luar negeri. Semua hal itu memengaruhi dan mendorong dinamika konflik dan persaingan di kawasan tersebut.

Tingginya tingkat intensitas konflik di kawasan Timur Tengah juga dipengaruhi oleh campur tangan dan intervensi dari kekuatan-kekuatan dari luar kawasan. Nilai strategis Timur Tengah yang memiliki cadangan minyak bumi yang sangat besar menjadikan sejumlah kekuatan global turut terlibat dalam persaingan dan konflik yang terjadi antar kekuatan politik yang ada.

Walaupun Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet telah berakhir pada tahun 1991, akan tetapi Amerika Serikat dan Rusia tetap tidak melepaskan perhatian dan kepentingannya di kawasan tersebut. Amerika Serikat misalnya, memiliki kepentingan ‘abadi’ untuk tetap menjaga eksistensi dan keberadaan Israel dari ancaman negara-negara Arab tetangganya. Israel hendak dijadikan Amerika Serikat sebagai penjaga kepentingan Barat khususnya Amerika Serikat di Timur Tengah.

Inggris dan Prancis juga memiliki kepentingan di Timur Tengah. Mereka mengklaim memiliki ‘kewajiban moral’ untuk terlibat dalam dinamika konflik Timur Tengah karena peran historis yang mereka jalankan pada era kolonial. Inggris dan Prancislah yang membentuk landscape politik Timur Tengah melalui Perjanjian Sykes-Picot di akhir Perang Dunia Pertama yang menghasilkan terbentuknya negara-negara nasional di Timur Tengah.

Diantara kepentingan Prancis dan terutama Inggris di Timur Tengah adalah menjalin lancarnya pasokan minyak dari Timur Tengah khususnya kawasan Teluk Parsi ke Eropa. Oleh karena itu, keduanya berupaya agar Terusan Suez tetap terbuka bagi kepentingan mereka baik dalam keadaan damai maupun dalam keadaan perang.

FRAGMENTASI KEAGAMAAN

Agama Islam merupakan agama yang mayoritas di kawasan Timur Tengah. Islam sudah sedemikian mengakar di kawasan Timur Tengah sehingga Islam sudah menjadi faktor determinan yang menentukan dinamika politik di kawasan tersebut. Selain Islam terdapat sejumlah agama lainnya yang juga memiliki pengaruh seperti Kristen dan Yahudi. Agama Kristen dianut oleh kalangan Maronit di Lebanon serta di wilayah Sudan bagian selatan. Sedangkan pemeluk Yahudi umumnya terdapat di Israel dan juga terdapat komunitas Yahudi di Iran di perbatasan Uzbekistan.

 Perbedan agama ini juga memengaruhi pola hubungan antarkekuatan politik di Timur Tengah. Lebanon misalnya, dalam kurun waktu 1978-1990 telah menjadi ajang pertikaian panjang perebutan kekuasaan antarkelompok keagamaan terutama antara Islam dan Kristen. Kelompok Islam yang didukung oleh kelompok kiri progresif menuntut kekuasaan yang lebih besar dalam struktur politik di Lebanon, yang selama bertahun-tahun didominasi oleh kelompok Kristen Maronit yang didukung oleh Israel, Suriah dan Irak.

Berdirinya negara Israel  tahun 1948 dan ekspansi politik negara tersebut telah mengakibatkan Israel menjadi negara dengan penduduk yang memiliki keragaman agama. Baik Yahudi, Islam dan Kristen harus hidup dalam sebuah negara yang senantiasa mengalami pergolakan.

Pemerintah Israel dalam prakteknya tidak memberlakukan kesetaaan terhadap kelompok muslim dan Kristen dalam pemerintahan dan kehidupan sosial lainnya.Walaupun dianggap sebagai satu-satunya negara demokrasi di Timur Tengah, Israel seringkali terlihat sebagai negara rasis yang melakukan diskriminasi terhadap berbagai kelompok etnik-keagamaan lainnya.

PERBEDAAN ALIRAN KEAGAMAAN

Selain perbedaan keagamaan, juga terdapat perbedaan aliran keagamaan. Yang paling mencolok adalah adanya aliran Sunni dan Syiah. Sunni merupakan aliran yang dianut oleh umumnya penduduk di negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, Kuwait, Mesir, Lybia, Aljazair, dan Suriah, sedangkan golongan Syiah banyak terapat di negara-negara seperti Iran, Bahrain,Lebanon bagian selatan dan Irak.

Antara kedua penganut aliran ini terdapat sejarah permusuhan yang panjang yang dapat ditarik dari beberapa abad sebelumnya , yaitu pada masa kekuasaan Turki Usmani dan dinasti Safawidh di Persia. Konflik Sunni-Syiah pada era modern terjadi ketika Ibnu Saud mendirikan negara Arab Saudi yang kemudian terlibat bentrok dengan sejumlah komunitas Syiah di Irak dan wilayah timur Saudi.

Syiah di Iran

Iran merupakan negara yang secara resmi menjadikan Syiah sebagai aliran resmi khsusnya Syiah Imamiyah atau Syiah Imam Duabelas. Penduduk Iran sendiri sebagian besar menganut aliran tersebut, sedangkan kalangan Sunni , Kurdi, dan Yahudi merupakan golongan minoritas di negara itu. Walaupun demikian komunitas Sunni relatif dapat menjalankan kehidupannya dengan damai. Di Teheran terdapat Sembilan masjid mang dikelola secara otonom oleh kelompok Sunni, seperti Masjid Sodiqiyah,Masjid Tehran Fars,Masjid Syahr Quds,Masjid Khalij Fars,Masjid an Nabi, Masjid Haftjub, Masjid Vahidiyeh,Masjid Nasim Syahr,dan Masjid Reza Abad.

 Syiah punya pengaruh yang kuat di Iran dikarenakan kawasan tersebut, seperti Irak merupakan wilayah kemunculan Syiah pertama kali dalam sejarah Islam.Selain itu, sebagian besar orang Persi menganut Syiah jika ditinjau dari aspek sejarah merupakan bentuk perlawanan mereka terhadap diskriminasi yang mereka alami dari bangsa Arab sejak berkuasanya dinasti Umayyah.
Di Irak dan Iran terdapat sejumlah kota suci bagi penganut Syiah seperti Karbala dan Qom, yang merupakan pusat studi Syiah di dunia. Pada abad 12 M, seiring dengan makin melemahya Dinasti Abbasyiah, di wilayah Iran sekarang pernah berdiri dinasti Shafawidh yang menganut Syiah aliran Imamiyah/Imam Duabelas.

Syiah di Irak

Jumlah penganut Syiah di Irak lebih banyak dibandingkan dengan kalangan Sunni dan Kurdi (57 %), tetapi sepanjang berdirinya Irak modern, mulai dari berkuasanya keluarga Hasyemitte yang dilanjutkan dengan Republik Irak dengan pemimpinnya Abu Bakar Areef sampai masa pemerintahan Saddam Husein, golongan Syiah bukan merupakan golongan yang berkuasa.
Bahkan pada masa pemerintahan Saddam Husein mereka mendapatkan tekanan dan mengalami diskriminasi. Pasca Perang Teluk tahun 1991, rezim Saddam Husein diduga melakukan genosida terhadap komunitas Syiah yang terdapat di Irak bagian selatan.

Walaupun sama-sama menganut Syiah Imamiyah/Imam Duabelas, namun Syiah di Irak memiliki sejumlah perbedaan dengan Syiah yang terdapat di Iran. Perbedaannya adalah golongan Syiah di Irak merupakan bangsa Arab dengan tokoh utamanya Muhammad Baqir Sadr. Syiah di Irak menjadikan Najaf dan Karbala sebagai  kota sucinya. Adapun Syiah di Iran merupakan bangsa Persia dengan tokoh utamanya Ayatollah Khomeini dan Ayatollah Ali Khamenei. Syiah Iran menjadikan Qom-selain Najaf dan Karbala-sebagai  kota sucinya.

Syiah di Lebanon

Golongan Syiah di Lebanon bukan merupakan golongan yang mayoritas. Di Lebanon terdapat sejumlah aliran dengan penganutnya masing-masing.Berdasarkan data-data statistik terdapat empat komunitas keagamaan-politik di Lebanon, yaitu kelompok Kristen Maronit, kelompok Islam Sunni, kelompok Islam Syiah dan kelompok  Druze. Golongan Syiah di Lebanon sendiri memiliki orientasi politik yang berbeda.

Perbedaan ini mengakibatkan terpecahnya golongan Syiah di Lebanon menjadi dua kelompok besar, yaitu kelompok Hezbollah dengan pemimpinnya Hassan Nasrallah dan kelompok Amal dengan tokohnya Nabih Berri. Kedua kelompok Syiah ini bahkan seringkali berperang dan berusaha mendapatkan dukungan dari komunitas Syiah di luar negeri, terutama Iran dan Suriah.
Gerakan Syiah Lebanon tidak dapat dilepaskan dari figur Ayatollah Baqir al Shader (beda dengan Baqir al Sadhr di Irak), tokoh yang oleh banyak pengamat dinilai sangat mewarnai gerakan Syiah di Lebanon.Selain itu terdapat tokoh lain, yaitu Musa Sadr. Musa Sadr merupakan tokoh yang menghubungkan antara Syiah  Lebanon dan Syiah Iran.

Musa Sadr sendiri merupakan tokoh yang merupakan teman seperguruan Khomeini dan sekaligus pernah menjadi salah satu murid Khomeini. Pada tahun 1969 Musa Sadr diangkat sebagai Ketua Dewan Tertinggi Islam Syiah (Supreme Islamic Shi’I Council) yang bertujuan memperjuangkan kepentingan golongan Syiah di Lebanon serta memperjuangkan kepentingan perjuangan pembebasan Palestina.

Selain itu Musa Sadr juga mendirikan organisasi Harakat al Mahrumin (Gerakan Kaum Tertindas) yang memiliki sayap militer yaitu Al Muqawwamah Al Lubnaniyah atau yang lebih dikenal dengan nama  AMAL. Tetapi pada tahun 1978 Musa Sdar terbunuh. Pelakunya diperkirakan adalah agen pemerintah Lybia yang dipimpin oleh Muammar Qaddafi atau oleh dinas rahasia Iran masa Shah, SAVAK.

Gerakan Syiah Lebanon lainnya yang juga berpengaruh adalah Hezbollah yang didirikan oleh sekelompok ulama Syiah dengan tokohnya Syaikh Subhi Tufaili,Syaikh Abbas Musawi dan Syaikh Hasan Nasrullah yang kemudian dianggap sebagai pemimpin spiritualnya.

Syiah di Yaman

Kelompok Syiah di Yaman sebagian besar menganut Syiah aliran Zaidiyah. Aliran ini termasuk golongan Syiah yang paling moderat menurut sudut pandang kalangan Sunni. Walaupun demikian hal itu tidak menghalangi golongan Syiah Zaidiah atau yang juga dikenal dengan nama kelompok Houti di Yaman bentrok dengan golongan Sunni lainnya.

 Di Yaman terdapat kelompok Sunni radikal yang beraliran Wahabbi yang dipimpin oleh tokoh kharismatiknya Syekh Muqbil dan Syekh Rabi Madkholi. Terjadi sejumlah bentrokan antara kelompok Syiah Zaidiyah dan kelompok Sunni-Wahabi yang memuncak ketika terjadinya Arab Spring pada tahun 2011.
Ketika terjadinya Perang antara Yaman Utara yang konservatif dan Yaman Selatan yang menganut Marxis, kelompok Syiah mendukung Yaman Selatan dalam melawan kelompok Yaman Utara dengan pemimpinnya Ali Abdullah Saleh yang didukung oleh Arab Saudi dan Amerika Serikat. Merupakan sebuah ironi sejarah, ketika Arab Spring terjadi di Yaman, Ali Abdullah Saleh melakukan koalisi dengan kelompok Syiah/Houti dalam rangka merebut kembali kekuasaannya yang tergusur akibat Arab Spring tersebut.

Syiah di Afganistan

Kalangan Syiah di Afganistan tidak memiliki perselisihan yang signifikan dengan kalangan Sunni. Keduanya bahu membahu dalam menentang paham Komunis yang dipaksakan oleh Rusia pada era Perang Dingin. Ketika Uni Soviet melancarkan invasi ke Afganistan, kelompok Syiah sebagaimana kelompok Sunni mendirikan berbagai organisasi perlawanan menentang pendudukan Uni Soviet.

PERBEDAAN SEKTE / MAZHAB KEAGAMAAN

Perbedaan sekte atau mazhab keagamaan juga menjadi faktor penting dalam dinamika konflik di Timur Tengah. Terdapat sejumlah sekte atau mazhab yang berpengaruh sepserti Salafiyyah / Wahabiyyah di Arab Saudi. Golongan Wahabbi dikenal sebagai golongan yang memiliki pandangan keagamaan yang skriptualis dan tekstualis.

Pandangan keagamaan yang hitam-putih ini mengakibatkan golongan Wahabiyyah seringkali terlibat bentrok dengan penganut Islam lainnya yang memiliki tafsir keagamaan yang berbeda. Konflik yang berujung kepada pemisahan Jazirah Arab dari kekuasaan Turki Usmani juga berlatar belakang perbedaan ini. Turki Usmani yang bermazhab Hanafi yang membolehkan berkembangnya aliran tasawuf dianggap oleh golongan Wahabbiyyah sebagai negara yang sesat. Pandangan tersebut mendorong Ibnu Saud lebih memilih bekerjasama dengan Inggris dalam rangka melepaskan Arab dari kekuasaan Turki.

SEBAB BERTAHANNYA WAHABISME

Walapun bukan merupakan aliran mayoritas dalam dunia Islam dan mendapatkan penentangan dari sejumlah kalangan umat Islam, tetapi Wahabisme tetap bertahan, bahkan menyebar keluar dari lingkup kawasan Timur Tengah dan Arab.Hal itu disebabkan oleh sejumlah faktor, diantaranya :

♦ Paham Wahabisme mendapat perlindungan dari kekuatan-kekuatan global, diantaranya Inggris dan kemudian Amerika Serikat

♦ golongan Wahabi memiliki kekuasaan atas Haramain yang menjadi pusat Islam di seluruh dunia. Melalui pelaksanaan ibadah haji dan umroh, setiap tahunnya paham Wahabi diperkenalkan dan menjadi satu-satunya ritual keagamaan yang dianggap sah.

Dengan memegang kendali atas Mekah dan Madinah, Arab Saudi dapat memerankan pengaruhnya yang luar biasa pada budaya dan pemikiran umat Islam.Raja Saudi kemudian menyandang gelar sebagai penjaga dan pelayan umat Islam (Khadim al Haramayn). Gelar itu bertujuan agar raja Saudi dianggap memiliki otoritas moral atas dunia Islam.

♦ Paham Wahabi berkembang dikarenakan pemerintah Saudi memiliki kekuasaan atas sumber-sumber minyak bumi. Pendapatan besar yang diperoleh melalui penjualan minyak bumi digunakan oleh pemerintahan Saudi dan ulama Wahabi untuk mempromosikan paham Wahabi ke seluruh penjuru dunia.Khususnya setelah melonjaknya harga minyak di tahun 1970-an, Arab Saudi dengan agresif mendukung promosi pemikiran Wahabi ke seluruh dunia.

♦ Paham Wahabi juga disebarkan melalui pendirian organisasi Rabithah Alam Islami diantaranya melalui pencetakan buku-buku  dalam semua Bahasa utama dunia dan pemberian dana untuk pembangunan masjid. Efek dari kampanye ini adalah banyak gerakan Islam di seluruh dunia kemudian menjadi pendukung teologi Wahabi.

♦ Paham Wahabi dipelihara oleh pemerintah Saudi dalam rangka untuk menghambat pengaruh dari golongan nasionalis sekuler yang dianggap memiliki agenda untuk menghapuskan sistem monarki.


KERAGAMAN ETNIS


Umumnya penduduk di Timur Tengah adalah beretnis Arab seperti Arab Saudi, Kuwait, Bahrain, Suriah, Lebanon, Mesir, dan Irak. Bangsa Arab telah lama mendominasi berbagai sektor kehidupan, baik politik, ekonomi dan sumber daya lainnya. Selain Arab juga terdapat etnis / bangsa Persia. Persia banyak terdapat dikawasan yang sekarang dikenal dengan nama Iran. Sudah sejak lama, Timur Tengah identik dengan Arab. Politik dan pemerintahan di Timur Tnegah tidak dapat melepaskan diri dari unsur kearaban yang memang membentuk kekhasan struktur politik di kawasan tersebut.

Selain itu juga terdapat etnis Persia yang merupakan etnis minoritas di kawasan Timur Tengah tetapi merupakan kelompok mayoritas di Iran. Perbedaan dan persaingan serta konflik antara Arab dan Persia seringkali dihubungkan dengan ketegangan lama antara keduanya pada masa lampau, baik pada masa kemunculan Islam maupun pada masa jauh sebelumnya, yaitu ketika terjadi perang antara Babilonia dan Persia. Perbedaan antara etnis Arab dan Persia inilah yang menjadi salah satu sumber sulitnya Iran diterima oleh negara-negara Arab lainnya, selain faktor perbedaan mazhab atau aliran keagamaan.

Kelompok etnis lainnya di Timur Tengah adalah etnis Kurdi. Etnis Kurdi merupakan kelompok etnis dengan jumlah yang sangat besar. Diperkirakan terdapat sekitar 50 juta etnis Kurdi di seluruh Timur Tengah. Etnis Kurdi tersebar di sejumlah negara seperti Turki, Irak, Iran dan Suriah. Etnis Kurdi sepanjang sejarahnya selalu berjuang untuk memiliki sebuah negara sendiri yang akan menyatukan etnis Kurdi yang tersebar di sejumlah negara yang berbeda.

Negara yang dicita-citakan oleh orang Kurdi adalah Kurdistan. Akan tetapi cita-cita etnis Kurdi tersebut mendapat tentangan dari negara-negara Arab. Negara-negara Arab seperti Irak dan Suriah serta Iran dan Turki menentang segala upaya bangsa Kurdi untuk memiliki pemerintahan dan negara sendiri.
Berbagai pemberontakan yang dilakukan oleh bangsa Kurdi untuk memperoleh kemerdekaan selalu dapat ditumpas oleh negara-negara tersebut. 

Bahkan pemerintah Irak pada masa pemerintahan Saddam Husein pasca Perang Teluk tahun 1991 melakukan pemunuhan sistematis terhadap komunitas Kurdi di Irak bagian utara yang dianggap melakukan pemberontakan ketika Irak sedang menghadapi kekuatan pasukan multinasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat.


PERBEDAAN EKONOMI

Negara-negara di kawasan Timur Tengah terbagi berdasarkan kondisi perkeonomiannya. Di satu sisi terdapat negara-negara kaya yang memperoleh kekayaannya melalui kepemilikan sumber daya mineral berupa minyak bumi. Negara-negara yang dikenal dengan sebutan negara Petrodollar tersebut antara lain Saudi Arabia, Kuwait, Irak, Bahrain, Qatar dan Uni Emirat Arab. Selain itu juga terdapat Iran yang merupakan negara yang berpenduduk non Arab atau Persia, dan juga Lybia yang terdapat di kawasan Afrika Utara.

Di sisi lain terdapat negara-negara yang kondisi perekonomiannya relatif terrsendat-sendat. Keterbatasan sumber daya alam dan mineral yang disertai dengan tingginya tingkat pertumbuhan penduduk mengakibatkan negara-negara tersebut tertatih-tatih dalam pembangunan ekonominya. Negara-negara tersebut antara lain Mesir, Suriah, Yaman, Sudan, dan sejumlah negara lainnya.

Tidak meratanya persebaran kekayaan alam berupa minyak bumi mendorong Gamal Abdel Nasser menuntut adanya pemerataan kekayaan tersebut di kalangan bangsa-bangsa Arab. Melalui gagasan Pan Arab Nasser menginginkan agar negara-negara Arab yang kaya minyak memberikan sebagian keuntungannya untuk membantu perkembangan negara-negara Arab lainnya yang masih terbelakang.

PERBEDAAN STRUKTUR POLITIK

Kawasan Timur Tengah juga ditandai  oleh adanya variasi dalam sistem politik negara-negaranya. Perbedaan tersebut dapat dilihat sebagai berikut :

negara-negara yang menganut sistem monarki atau kerajaan seperti kerajaan Saudi Arabia, Yordania, Qatar, Kuwait, Uni Emirat Arab, serta Bahrain.

negara-negara yang berbentuk republik tetapi belum adanya peralihan kekuasaan yang teratur. Negara ini juga masih dikendalikan dan dimonopoli oleh keluarga tertentu yang membangun pertalian kelauarga dalam pemerintahan seperti Suriah pada masa Hafez Assad dan Bashar Assad, Mesir masa Hosni Mubarak, dan Irak masa Saddam Husein.

negara-negara yang menganut demokrasi seperti Israel dan Turki. Negara ini sudah memiliki sistem peralihan kekuasaan yang relatif teratur melalui pemilihan umum. Pasca Musim Semi Arab,Tunisia memiliki kecenderungan memiliki sistem politik yang relatif stabil setelah kelompok Islamis mengundurkan diri dari arena politik.

negara yang dikuasai oleh kelompok tertentu seperti Iran yang dikendalikan oleh para Mollah.

PERBEDAAN ORIENTASI POLITIK

Dalam aspek politik luar negeri, negara-negara Timur Tengah memiliki orientasi politik yang berbeda-beda. Hal ini seringkali mengakibatkan konflik yang terjadi di internal negara terterntu dapat dengan mudah berkembang menjadi konflik regional bahkan konflik global yang melibatkan kekuatan-kekuatan utama di dunia seperti Amerika Serikat dan Rusia.

Arab Saudi beserta sejumlah emirat Teluk lainnya yang tergabung dalam Dewan Keamanan Teluk memiliki kecenderungan berorientasi politik ke Amerika Serikat. Kondisi ini disebabkan negara-negara monarki tersebut merasa khawatir dengan berkembangnya gerakan nasionalisme radikal yang ingin menghapus monarki di Timur Tengah yang dianggap sudah tidak sesuai dengan masyarakat modern.

Ketergantungan negara-negara tersebut kepada Amerika Serikat sedemikian besar, sehingga ketika suatu saat Amerika melepaskan komitmennya untuk mendukung rezim monarki tersebut, maka diperkirakan negara-negara monarki itu satu persatu akan mengalami keruntuhan.

Arab Saudi misalnya, mengalokasikan sejumlah anggaran belanja negaranya untuk membeli sistem persenjataan dan pertahanan dari Amerika Serikat, sehingga Arab Saudi berkembang menjadi salah satu negara dengan kekuatan militer terkuat di kawasan Timur Tengah.

Turki juga negara yang memiliki tradisi politik yang pro terhadap Amerika Serikat. Kedekatan Turki dengan Amerika Serikat bahkan diikat melalui pakta pertahanan NATO. Keanggotaan Turki dalam NATO mendorong Turki menyediakan wilayahnya sebagai pangkalan militer Amerika Serikat di Incirlik.
Negara lain yang menjalin aliansi politik dan militer dengan Amerika Serikat adalah Israel. Bahkan dalam hal ini Israel sangat tergantung kepada Amerika Serikat. 

Tanpa dukungan politik berupa hak Veto Amerika Serikat di Dewan Keamanan PBB maupun dukungan militer berupa sistem pertahanan dan alutsista Israel tidak akan mampu menghadapi negara-negara Arab yang senantiasa ingin menghancurkan dan melenyapkan eksistensi Israel.
 Bantuan politik dan militer yang diberikan Amerika telah menjadikan Israel sebagai negara dengan kekuatan militer yang ditakuti oleh nagara-negara Arab tetangganya, apalagi Israel juga mengembangkan teknologi persenjataan nuklir.

Sedangkan Iran, yang awalnya merupakan sekutu dekat Amerika selain Israel, pasca tumbangnya monarki pada tahun 1979, Iran berbalik menjadi musuh utama Amerika. Permusuhan Iran dengan Amerika sudah terjadi sejak awal revolusi yang ditandai oleh adanya krisis penyanderaan staf kedutaan besar Amerika Serikat oleh para mahasiswa Iran yang pro Khomeini.

Iran seringkali menyebuat Amerika sebagai “setan besar’ yang harus diperangi disebabkan dukungannya terhadap Israel dan Saudi Arabia yang juga merupakan seteru Iran. Lepasnya Iran dari orbit Amerika ini sangat merugikan kepentingan Amerika dan sekutunya, sebab, Iran sudah terlanjur memiliki teknologi nuklir yang sebelumnya dibangun oleh pemerintahan Shah dengan dukungan Amerika Serikat.

Pada era Perang Dingin (1947-1991), sejumlah negara Arab menjalin aliansi militer dengan Rusia seperti Mesir pada masa Gamal Abdel Nasser, Suriah, Irak masa Saddam Husein serta Lybia. Hubungan dekat negara-negara tersebut dengan Rusia tidak menunjukkan mereka sebagai negara yang menganut komunisme. Aliansi militer mereka dengan Rusia semata-mata untuk mengimbangi kekuatan Israel yang mendapatkan dukungan penuh dari Amerika Serikat.

Pasca Perang Dingin, Rusia mundur teratur dalam percaturan politik di Timur Tengah. Kondisi perekonomian Rusia pasca bubarnya Uni Soviet tidak memungkinkan negara tersebut memberikan dukungan militer yang memadai bagi para sekutunya. Itulah sebabnya, menjelang dan pasca runtuhnya Uni Soviet, satu persatu negara-negara sekutu Soviet mengalami turbulensi politik.

Irak misalnya, pada tahun 1991 dan 2003 harus berjuang sendirian dan menghadapai kekuatan internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat dalam Perang Teluk. Bahkan dalam Perang teluk tahun 1991, Uni Soviet memberikan dukungan kepada Amerika Serikat dlaam memberikan sanksi kepada Irak melalui sidang Dewan Keamanan PBB akibat tindakan Irak menginvasi Kuwait.

Pada masa terjadinya Musim Semi Arab, Lybia yang juga merupakan sekutu Rusia harus menghadapi kelompok oposisi yang didukung oleh negara-negara Barat seperti Amerika dan Uni Eropa yang ingin mendongkel kekuasaan Moammar Khaddafi.

PERBEDAAN CORAK IDEOLOGI POLITIK

Dinamika konflik dan rivalitas politik di kawasan Timur Tengah dicirikan dengan adanya perbedaan corak ideologi politik yang dianut oleh negara-negara di kawasan tersebut. Perbedaan tersebut dapat dilihat sebagai berikut :

Negara-negara yang beraliran radikal ;Suriah, Irak masa Saddam Hussein, Iran masa Khomeini, dan Lybia masa pemerintahan Moammar Khaddafi. Negara-negara tersebut memiliki garis politik yang radikal walaupun dengan corak yang berbeda-beda. Iran pasca revolusi misalnya, merupakan negara fundamentalis yang seringkali beretorika untuk mengekspor revolusinya ke negara-negara Timur Tengah lainnya.

negara-negara yang konservatif ; Arab Saudi, Oman, Uni Emirat Arab, Kuwait, Bahrain. Negara-negara tersenut tergabung dalam organissi Dewan Keamanan Teluk. Negara-negara tersebut merupakan negara monarki yang terbentuk berkat politik Inggris dan Prancis pasca Perang Dunia Pertama. Negara seperti Saudi Arabia merupakan negara yang dikuasai oleh satu keluarga yang membangun kekuasaan secara absolut dengan menyingkirkan lawan-lawan politiknya dan kelompok oposisi yang ada.

negara-negara yang “moderat” : Mesir pada masa Hosni Mubarak. Mesir pada masa Mubarak beberapa kali memosisikan diri sebagai medoiator dalam pertikaian yang terjadi antaranegara Arab seperti upaya Mesir untuk mendamaikan Irak dan Kuwait akibat krisis Teluk tahun 1990-1991. Mesir juga menjadi penghubung antara Israel dan kelompok perlawanan Palestina.

KELOMPOK KEPENTINGAN DAN KELOMPOK PENEKAN

Dinamika politik Timur Tengah tidak dapat dilepaskan dari peran sejumlah kekuatan politik di sejumlah negara Timur Tengah. Kekuatan-kekuatan politik tersebut tidak hanya memainkan peran dalam sebuah negara, tetapi juga memiliki pengaruh regional. Kekuatan-kekuatan politik tersebut seringkali bukan saja memiliki pengaruh diidang politik, tetapi juga mengembangkan milisi yang dapat memaksakan kehendaknya kepada kekuatan yang telah mapan. Berikut ini adalah sejumlah kekuatan politik yang juga berperan sebagai kelompok kepentingan dan kelompok penekan di Timur Tengah :

Mesir
Ikhwanul Muslimin

Partai Wafd

kelompok Salafi An Nour

Gereja Kristen Koptik

kelompok liberalis sekuler

kelompok cendekiawan pimpinan Mohammad Baradei

Jamaah Islamiyah
Lebanon
Hezbollah


Fedayyen (sampai tahun 1982)

milisi Phalangist
Iran
Mojahiddin Khalq

Partai Komunis Tudeh

kelompok Ali Syariati

kelompok Tohidi pimpinan Bani Sadr

Front Nasional Musshadeqi
Suriah
Ikhwanul Muslimin

Jabhat Nusroh

Free Suriah Army
Arab Saudi
tokoh kritis ; Salman Audah, Aidh Al Qarni

komunitas Syiah
Yaman
kelompok Syiah Houti















REFERENSI :


Khaled Abou El Fadl, Sejarah Wahabi dan Salafi, Jakarta : Serambi,2015
Tashwirul Afkar,Jakarta : Lakpesdam NU, 2017

M.H.Thabathaba’I, Islam Syiah, Asal Usul dan Perkembangannya, Jakarta : Grafiti,1993

Musa Musawi, Tragedi Revolusi Iran,Bandung : al Ma’arif,1988

Musthafa Abdurrahman, Geliat Irak Menuju Era Pasca Saddam,Jakarta : Kompas,2003

Nino Oktorino, Pedang Sang Khalifah,ISIS dan Ancaman Radikalisasi Dalam Perang Saudara di Suriah dan Irak, Jakarta : Elek Media Komputindo, 2014

Riza Sihbudi, Bara Timur Tengah, Jakarta : Mizan,1991
















Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSIOLOGI PEMBUNUHAN

STATUS OBJEKTIF DAN STATUS SUBJEKTIF

TAWURAN SEBAGAI SUATU GEJALA SOSIAL (ANALISIS SOSIOLOGIS KONFLIK SOSIAL DI PERKOTAAN)