TEORI STRUKTUR SOSIAL DAN ANOMIE MERTON DAN PENERAPANNYA DALAM BERBAGAI DIMENSI KEHIDUPAN SOSIAL
TEORI
STRUKTUR SOSIAL DAN ANOMIE MERTON DAN PENERAPANNYA DALAM BERBAGAI DIMENSI KEHIDUPAN
SOSIAL
PENGANTAR
Merton , sebagaimana Talcott Parson merupakan tokoh utama
dalam teori fungsionalisme struktural. Keduanya banyak mengembnagkan teori
tersebut yang mereka wariskan dari Emile Durkheim sebagai peletak dasarnya. Meski
Parson dan Merton dikaitkan dengan fungsionalisme struktural, namun ada
perbedaan antara keduanya.
Di satu sisi,
sementara Parson menganjurkan penciptaan teori-teori besar dan luas cakupannya,
Merton lebih fokus pada teori tingkat menengah. Merton juga mengakomodasi teori
Marxian, sehingga Merton dapat dikatakan sebagai orang yang mendorong
fungsionalisme struktural menjadi lebih ke kiri secara politis.
Salah satu sumbangan Merton yang paling penting terhadap
fungsionalisme struktural dan terhadap sosiologi pada umumnya adalah analisanya
mengenai hubungan antara kultur, struktur, dan anomie. Merton mendefinisikan
kultur sebagai ‘seperangkat nilai normatif yang terorganisir, yang menentukan
perilaku bersama anggota masyarakat atau anggota kelompok’.
Struktur sosial
adalah ‘seperangkat hubungan sosial yang terorganisir, yang dengan berbagai
cara melibatkan anggota masyarakat atau kelompok di dalamnya.
Anomie terjadi “bila ada keterputusan hubungan antara norma
kultural dan tujuan dengan kapasitas yang terstruktur secara sosial dari
anggota kelompok untuk bertindak sesuai dengan nilai kultural. Artinya, karena
posisi mereka di dalam struktur sosial masyarakat, beberapa orang tidak mampu
bertindak sesuai dengan nilai normatif. Kultur menghendaki tipe perilaku
tertentu yang justru dicegah oleh struktur sosial.
Kaum fungsionalis mengemukakan bahwa kejahatan merupakan
suatu bagian alami dalam masyarakat, bukan suatu penyimpangan ataupun unsur
asing di tengah masyarakat. Menurut mereka, nilai umum sesungguhnya
menghasilkan kejahatan.
Teori anomie Merton muncul pertama kali tahun 1938 yang memodifikasi konsep orisinalitas
Durkheim. Merton memandang anomie sebagai suatu kondisi yang timbul ketika
terdapat ketimpangan antara tujuan sosial dan sarana yang tersedia untuk
mencapainya. Ketimpangan atau ketegangan antara aspirasi dan capaian ini
menghasilkan apa yang dalam konsepsi Merton disebut teori ketegangan.
Menurut Merton, perilaku antisosial sebetulnya
dihasilkan oleh nilai-nilai masyarakat itu sendiri dalam mendorong
aspirasi materiel yang tinggi sebagai lambang kesuksesan individu tanpa
menyediakan secara memadai sarana-sarana yang disepakati bagi semua orang untuk
mencapai tujuan itu.
Ketimpangan antara tujuan dan sarana ini melahirkan berbagai ‘model adaptasi kepribadian’, kombinasi-kombinasi berlainan perilaku dalam menerima atau menolak sarana dan tujuan.
Ketimpangan antara tujuan dan sarana ini melahirkan berbagai ‘model adaptasi kepribadian’, kombinasi-kombinasi berlainan perilaku dalam menerima atau menolak sarana dan tujuan.
Teori Merton ini dikenal sebagai teori ketegangan (strain
theory). Menurutnya orang yang mengalami ketegangan cenderung merasakan anomie,
yaitu suatu perasaan ketiadaan norma (normlessness). Karena norma umum
(pekerjaan dan pendidikan) nampaknya tidak menghantarkan mereka ke mana-mana,
maka mereka mengalami kesulitan untuk mengidentifikasikan diri dengan norma
umum. Mereka bahkan dapat merasa diperlakukan tidak adil oleh sistem, dan peraturannya
dapat nampak tidak sah.
Selanjutnya Merton menyusun sejumlah preposisi tentang
teori adaptasinya sebagai berikut :
♦ masyarakat industri mementingkan pencapaian kesuksesan
materi
♦ kesuksesan materi tersebut (kekayaan, pendidikan)
dianggap sebagai tujuan budaya yang harus didapat melalui cara-cara yang
melembaga seperti sekolah dan kegiatan ekonomi yang legal
♦ masyarakat kelas bawah mengalami kesulitan mengakses
kelembagaan yang dapat memberikan mereka kepada pemenuhan tujuan budaya secara
legal
♦ hal tersebut mengakibatkan timbulnya Anomie
♦ kondisi anomie tersebut mendorong terjadinya penyimpangan
Adapun
bentuk penyimpangan menurut Merton adalah sebagai berikut :
❶ Inovasi (innovator) :
adalah orang yang menerima tujuan masyarakat namun
menggunakan cara yang tidak sah dalam upaya meraihnya
❷ Ritualisme (Ritualism) :
orang yang berputus asa dan menyerah dalam upayanya meraih
tujuan budaya, namun mereka masih berpegangan pada peraturan perilaku yang
konvensional.
❸ Retreatisme (Retreatism) :
atau pengunduran
diri : yaitu orang-orang yang memilih jalur menyimpang yang menolak, baik
budaya maupun sarana institusional untuk mencapainya
❹ Peberontakan (Rebellion ) :
sebagaimana Retreatisme, para pemberontak ini menolak baik
tujuan masyarakat maupun sarana isntitusional. Namun yang membedakannya adalah,
bahwa para pemberontak berupaya menggantikan tujuan yang ada dengan tujuan yang
baru. Kaum revolusioner merupakan bentuk paling lazim dari para pemberontak
(Henslin, 2006)
Merton membuat tabel yang mengkorelasikan antara tujuan
budaya (kultur) dan cara untuk mencapai tujuan dengan cara yang melembaga sebagai
berikut :
Bentuk perilaku
|
Tujuan budaya
|
Cara mencapai tujuan
yang bersifat melembaga
|
Konformitas
|
menerima
|
menerima
|
Inovasi
|
menerima
|
menolak
|
Ritualisme
|
menolak
|
menerima
|
Retreatisme
|
menolak
|
menolak
|
rebellion
|
menolak/mengganti
|
menolak/mengganti
|
KRITIK
TERHADAP TEORI ANOMIE MERTON
Teori Anomie Merton ini mendapat kritik karena dianggap
bias kelas. Teori anomie Merton secara tidak langsung menganggap bahwa
penyimpangan identik dengan kelas sosial bawah, karena mereka mengalami
kesulitan dalam mengakses sumber daya untuk memenuhi tuntutan atau tujuan
budaya yang diterapkan oleh masyarakat.
Selain itu teori Merton juga dikritik karena lebih cocok
diterapkan dalam struktur masyarakat industri modern. Sedangkan dalam
masyarakat yang struktur ekonominya masih agraris, teori Merton sepertinya
masih kurang menemukan relevansinya.
PENERAPAN
TEORI ADAPTASI MERTON
Dalam pemilihan umum
perilaku
|
contoh sikap
|
konformis
|
seseorang mengikuti pemilu dengan
penuh kesadaran melalui cara-cara yang legal formal
|
inovasi
|
seseorang melakukan kecurangan
dalam pemilu seperti melakukan pencoblosan berulang-ulang atau melakukan
penggelembungan suara
|
ritualisme
|
seseorang mengikuti pemilu
sekedar ikut-ikutan tanpa adanya kesadaran dan idealisme tertentu
|
retreatisme
|
seseorang bersikap “masa bodoh’
dalam menyikapi pemilu
|
rebellion
|
seseorang menolak mengikuti
pemilu disebabkan sistem yang ada tidak sesuai dengan ideologi dan pandangan
hidup yang dianutnya
|
Dalam kehidupan seksual dan seksualitas
perilaku
|
contoh sikap
|
konformis
|
seseorang memiliki orientasi
seksual yang “benar’ dan menjalani aktivitas seksual yang “normal’ dengan setia
pada pasangannya
|
inovasi
|
perilaku seksual para pengguna layanan
seksual. Tindakan mereka yang berusaha mendapatkan layanan seksual dengan melalui
jasa para PSK. Termasuk perilaku seks
seperti ; “hidup bersama’, ‘kumpul kebo’, ‘jajan” dan lain sebagainya.
|
ritualisme
|
Para PSK melakukan kegiatan dan hubungan
serta aktivitas seksual hanya sebatas kegiatan rutin yang sudah kehilangan
makna. Hubungan seks yang mereka lakukan tidak disertai dengan pelibatan
emosi secara mendalam (netralitas afektif) dan dilakukan secara impersonal. Ia
melakukannya sebatas menjalankan peran yang sudah ditentukan sebelumnya dan
bersifat transaksional. Kegiatan seksual dilakukan atas dasar kemanfatan
material berupa upah atas jasa pelayanan seksual yang mereka lakukan. Dalam
hal ini seks bukan dianggap sebagai tujuan, akan tetapi hanya sebagai alat
yang sengaja digunakan sebagai cara untuk memperoleh tujuan-tujuan materi.
|
retreatisme
|
seseorang menjauhkan diri dari
segala aktivitas seksual dan menjalani kehidupan selibat
|
rebellion
|
seseorang mengecam aktivitas
seksual dan seksualitas termasuk menolak keberadaan lembaga perkawinan dan
lembaga keluarga yang dianggap melanggengkan ketimpangan relasi seksual
antara laki-laki dan perempuan. Sikap ini antara lain dimiliki oleh kelompok
feminis radikal
|
Dalam dunia pendidikan formal
perilaku
|
contoh sikap
|
konformis
|
seorang siswa memiliki orientasi
sukses dan berusaha mencapainya dengan belajar secara sungguh-sungguh
|
inovasi
|
seorang siswa memiliki orientasi
sukses akan tetapi berusaha mencapainya dengan cara-cara yang tidak
dibenarkan seperti mencari ‘bocoran soal ujian’ anatu mencontek
|
ritualisme
|
seorang siswa rajin datang ke
sekolah tetapi tanpa adanya keinginan untuk mendapatkan ilmu dan tidak
memiliki orientasi sukses
|
retreatisme
|
seseorang menjauhi lembaga
pendidikan atau putus sekolah dengan
keinginan pribadi
|
rebellion
|
seseorang ingin mengganti sistem
pendidikan yang ada yang dianggap hanya mengekalkan kesenjangan dan
ketimpangan kelas
|
Dalam
dunia profesional
perilaku
|
contoh sikap
|
konformis
|
seorang pegawai yang berorientasi
sukses dan berusaha mewujudkannya dengan bekerja keras secara profesional
sesuai dengan nilai budaya yang dimiliki perusahaannya
|
inovasi
|
seorang pegawai yang berorientasi
sukses tetapi menggunakan cara-cara yang tidak sah
|
ritualisme
|
seorang karyawan yang menjalani
pekerjaannya sebatas untuk mendapatkan gaji tanpa adanya internalisasi dan orientasi
sukses
|
retreatisme
|
seseorang yang menarik diri dari
dunia profesional dan mengembangkan pekerjaan yang ilegal
|
rebellion
|
seseorang yang ingin merombak
struktur sosial yang ada dan memunculkan nilai moral baru yang berbeda
|
Dalam
kehidupan beragama
perilaku
|
contoh sikap
|
konformis
|
seseorang menjalankan agamanya
dengan penghayatan dan kesadaran sesuai dengan norma-norma agama yang
dianutnya
|
inovasi
|
seseorang melaksanakan ajaran
agamanya tidak sesuai dengan norma-norma yang “baku”
|
ritualisme
|
seseornag melaksanakan ajaran
agama sesuai dengan norma-norma yang “baku” akan tetapi tanpa kesadaran dan
penghayatan
|
retreatisme
|
seseorang menjauhkan diri dari
kebidupan beragama
|
rebellion
|
seseorang ingin merombak sistem
keberagaman yang selama ini dianggap baku
|
REFERENSI
:
Burhan Bungin, Pornomedia, Konstruksi Sosial Teknologi
Telematika Dan Perayaan Seks di Media Massa, Jakarta : Kencana,2003
Frank E. Hagan, Pengantar
Kriminologi, Teori, Metode, dan Perilaku Kriminal, Jakarta : Kencana,2015
George Ritzer, Teori sosiologi modern, Jakarta : Kencana, tanpa
tahun
Jokie Siahaan, Perilaku Menyimpang,
Pendekatan Sosiologi,Jakarta : Indeks, 2009
Komentar
Posting Komentar