TERORISME DI DUNIA ISLAM DALAM LINTASAN SEJARAH


TERORISME DI DUNIA ISLAM DALAM LINTASAN SEJARAH


PENGANTAR

Terorisme jelas tidak ada hubungannya dengan Islam sebagai sebuah agama. Ajaran Islam penuh dengan himbauan dan perintah untuk berbuat baik dengan sesama, bukan saja dengan sesama muslim, tetapi juga dengan sesama manusia, bahkan sesama makhluk hidup. Ajaran Islam juga melarang dengan keras segala perbuatan dan tindakan yang mengganggu dan mengancam keamanan.

Agama Islam demikian menjaga darah, harta dan kehormatan manusia. Al Qur`an menegaskan bahwa Alloh mengecam orang-orang yang melakukan kerusakan di muka bumi dengan mengancam dengan balasan yang keras di akhirat.

Walaupun ajaran Islam mengajarkan perdamaian dan melarang segala tindak kekerasan yang tidak memiliki dasar hukum yang jelas, akan tetapi tidak dapat disangkal, sejumlah pihak telah memiliki tafsir yang berbeda terhadap ajaran tersebut.

Misalnya, sekelompok orang Islam menafsirkan ayat-ayat Al Qur`an dengan penafsiran mereka. Sebagai contoh, ayat-ayat Al Qur`an yang terkait dan turun pada waktu terjadinya peperangan (jihad), mereka coba terapkan dalam keadaan damai.

Mereka juga memiliki tafsiran bahwa boleh (halal) hukumnya membunuh baik orang yang dianggap kafir maupun orang Islam itu sendiri yang menurut tafsiran mereka merintangi pelaksanaan ajaran Islam.

Mereka juga mudah dalam mengkafirkan orang Islam yang tidak sepemahaman dengan mereka. Mereka menghukum murtad orang-orang Islam yang tidak menjalankan hukum Islam, dan oleh karenanya mereka boleh dibunuh.

Dalam prakteknya, penafsiran mereka itu telah mendorong munculnya tindak kekerasan dan terorisme di tengah-tengah masyarakat. Kekerasan dan terorisme yang mereka lakukan merupakan bentuk resistensi atau perlawanan yang didasari oleh adanya kenyataan bahwa mereka tidak memiliki cukup kekuatan untuk melakukan peperangan secara terbuka terhadap penguasa yang ada.

Terorisme merupakan sebuah tindakan menakut-nakuti lawan demi sebuah kepentingan politik atau ideologi tertentu. Tetapi dalam tulisan ini, terorisme tidak hanya dipersepsikan sebagai sebuah tindakan melawan kemanusiaan. Terorisme memang memiliki makna dan dimensi yang luas, sehingga memiliki tafsiran yang juga beragam.

Perjuangan bangsa Palestina, baik dari kubu gerakan nasionalis maupun yang dilakukan oleh kelompok Islamis mungkin dapat ditafsirkan bukan sebagai tindak terorisme, karena tujuan dari aksi yang mereka lakukan adalah berupaya membebaskan bangsanya dari penjajahan dan penindasan Israel yang sudah berlangsung berpuluh tahun lamanya.

Sebaliknya, tindakan Israel yang merampas tanah, menggusur, mematahkan tulang, menyiksa dan tindak kekejaman lainnya dapat dikategorikan sebagai sebuah terorisme yang dilakukan oleh negara. Demikian pula yang dilakukan oleh Amerika Serikat yang secara semena-mena melakukan pengeboman dan pembunuhan kepada warga sipil di Irak dan Afganistan serta di belahan dunia lainnya.

Dalam tulisan ini secara terbatas hanya dibahas mengenai aksi kekerasan yang ditujukan kepada rakyat sipil terlepas dari motif dan tujuannya yang terjadi di dunia Islam, mulai dari era klasik hingga era kontemporer.


KHAWARIJ

Terorisme di dalam dunia Islam pertama kali berkembang dengan adanya sekte Khawarij. Sekte ini muncul sebagai reaksi terhadap arbitrase yang diadakan antara Khalifah Ali Bin Abi Thalib dengan Muawiyah Bin Abi Sofyan, gubernur Syams yang diadakan pasca Perang Shiffin. Dalam Perang Shiffin, Khalifah Ali sebagai Khalifah yang sah berperang dengan Muawiyah. 

Muawiyah menentang kekuasaan Ali sebagai khalifah dan mengangkat dirinya sebagai khalifah. Artinya dalam hal ini Muawiyah melakukan pemberontakan (bughot) terhadap kekuasaan yang sah.

Peperangan tersebut hampir dimenangkan oleh Khalifah Ali, akan tetapi intrik dan tipu daya yang dilakukan oleh kubu Muawiyah telah mengakibatkan kemenangan yang sudah di depan mata tersebut harus hilang. 

Ketika itu atas saran dari Amr Bin Ash, Muawiyah mengajukan adanya perdamaian dan genjatan senjata untuk kemudian dilanjutkan dengan perundingan antara kedua belah pihak. Awalnya Khalifah Ali tidak setuju, akan tetapi atas desakan dan tekanan dari sejumlah panglimanya Khalifah Ali dengan berat hati menyetujui perundingan yang diadakan di Daumatul Jandal tersebut.

Perundingan tersebut berakhir dengan tidak adanya penyelesaian tuntas. Hal ini lagi-lagi disebabkan karena adanya tipu daya yang dilakukan oleh Amr Bin Ash selaku juru runding yang mewakili pihak Muawiyah. Amr Bin Ash secara unilateral menyatakan pembatalan kekuasaan Ali sebagai khalifah dan menyatakan mengangkat Muawiyah sebagai khalifah pengganti Ali. Hal ini menimbulkan kekisruhan hebat yang berujung kepada ketegangan baru.

Perundingan yang berakhir gagal tersebut dikecam oleh sekelompok orang yang menilai perundingan itu telah menyalahi ajaran asasi di dalam al Qur`an. Kelompok yang kemudian dikenal dengan nama Khawarij (Kharaja ; keluar dari kepemimpinan Ali) tersebut kemudian menganggap perundingan tersebut telah mengadakan hukum di luar ketentuan Allah.

Kelompok ini kemudian mengkafirkan kedua tokoh tersebut. Keduanya dianggap telah menetapkan hukum yang tidak sesuai dengan hukum Allah. Slogan mereka adalah Tidak ada hukum selain hukum Allah. Mereka beranggapan baik Ali maupun Muawiyah telah murtad karena mengadakan hukum yang tidak sesuai dengan hukum Allah.

Kelompok Khawarij kemudian mengadakan konspirasi untuk membunuh keduanya dan juga berencana membunuh Amr Bin Ash, seorang pengikut Muawiyah. Pada akhirnya kelompok Khawarij hanya berhasil melakukan pembunuhan (assanisation) terhadap Khalifah Ali Bin Abi Thalib.

Sebelumnya aksi teror yang dilakukan oleh kelompok Khawarij sangat ditakuti oleh masyarakat Islam. Kelompok ini dengan mudah mengkafirkan orang dan menghalalkan darah orang atau kelompok yang tidak sependapat dengannya. Orang-orang yang menjadi korban pun dapat dari segala kalangan, mulai dari orang tua, perempuan dan anak-anak.Tercatat ribuan orang terbunuh akibat keganasan kelompok ini.

Sepanjang kekuasaan dinasti Umayyah, kelompok Khawarij ini terus melakukan teror dan pemberontakan terhadap kekuasaan yang sah. Kelompok ini pun dalam perkembangannya terpecah menjadi sejumlah kelompok. Walaupun demikian masing-masing kelompok Khawarij tetap memiliki kesaman, yaitu menganut paham Takfiri, yaitu paham yang gemar melakukan pengkafiran terhadap orang Islam.

Pada perkembangannya golongan khawarij ini kemudian terpecah menjadi sejumlah kelompok  seperti :

Al Azariqah :

Aliran ini didirikan oleh Nafi bin Azraq al Tamimi, yang merupakan ahli hukum terbesar di lingkungan Khawarij.  Golongan ini merupakan mayoritasdari kelompok Khawarij. Mereka beranggapan bahwa seluruh kaum muslimin selain mereka adalah kaum musyrikin.

Oleh sebab itu, orang-orang dari kalangan mereka, yakni kaum Khawarij, tidak diperbolehkan pergimengerjakan shalat di suatu tempat jika yang menyerukan azan di sana bukan dari kalangan mereka sendiri. Semua sembelihan yang dilakukan oleh orang dari luar kalangan mereka dianggap tidak halal. Mereka juga tidak diperbolehkan mengawini orang di luar kalangan mereka dan tidak ada hubungan saling mewarisi dengan orang di luar kalangan mereka.

Mereka bahkan menghalalkan merampok dan membunuh orang yang dianggap berasal dari golongan di luar Khawarij. Mereka juga melarang keras pengikutnya melakukan Taqiyah, yaitu menyembunyikan pendiriannya.Di dalam menghadapi lawannya, mereka membolehkan melakukan tipu muslihat.

Menurut Amer Ali, aliran Azariqah berhasil dimusnahkan oleh Hajjaj bin Yusuf yang ketika itu menjabat sebagai gubernur Irak dari dinasti Umayah.Tetapi aliran ini 9 abad kemudian berkembang menjadi paham Wahabi, bahkan kelompok Wahabi yang hidup pada abad ke 18 di kawasan Arabia Tengah merupakan keturunan langsung dari kelompok Azariqoh ini.

Al Najdat :

Golongan ini menganggap bahwa tegaknya Khilafah adalah suatu yang bukan menjadi kewajiban secara mutlak. Al Najdat berpendapat jikalau rakyat telah makmur maka tidak diperlukan lagi negara atau pemerintahan. Golongan ini dipelopori oleh Najdah bin Amir al Hanafi. Aliran ini berpendirian bahwa had/hukuman orang yang minum minuman keras sekarang telah dihapuskan. Hukuman atau dosanya seorang pezina lebih ringan dari pendusta

Al Ibadiyah :

Al Ibadhiyah merupakan gelar yang dinisbatkan kepada Abdullah ibn Ibadh al Tamimy. Penganut aliran ini masih dapat dijumpai di kawasan Afrika Barat dan Oman. Golongan ini adalah golongan Khawarij yang paling moderat dibandingkan dengan golongan Khawarij lainnya. Menurut mereka, orang-orang  muslim selain mereka adalah “bukan mukmin” tetapi diterima syahadat mereka, dan boleh menikahi orang di luar kalangan mereka. (Maududi, 1992) Kelompok ini pada masa modern cenderung melebur ke dalam golongan Sunni.

Al Ajaridah :  

Aliran ini dipimpin oleh Abdul Karim bin Ajrad, yang berpendirian bahwa surat Yusuf itu tidak termasuk bagian dari al Qur’an, karena berisi tentang kisah percintaan yang mereka anggap tidak pantas.

Al Sofariyah :  

Mereka berpendapat bahwa dosa besar ada dua macam. Pertama yang dikenakan had/hukuman dan kedua yang tidak dikenakan had/hukuman seperti meninggalkan shalat atau zakat.

Dewasa ini golongan khawarij sebagian besar sudah punah. Sisa-sisa golongan ini tersebar disejumlah negara seperti Aljazair, Oman dan kawasan Afrika Timur. Bahkan beberapa sekte Khawarij sudah tidak bisa lagi dikatakan sebagai bagian dari umat Islam karena pemikirannya jauh dari prinsip-prinsip ajaran Islam.


QARAMITHAH DAN HASYASYIN

Terorisme kemudian berkembang sekitar abad pertengahan di dunia Islam sekitar abad 11-12 M. Pelaku terorisme pertama kali adalah kelompok Qaramithah. Kelompok ini merupakan bagian dari kelompok sempalan Islam, Ismailiyyah yang memiliki kaitan dengan kelompok Syiah di Syams dan berpandangan mesianik.

Gerakan ini berlangsung selama hampir dua abad lamanya dengan wilayah pengaruhnya mulai dari Persia Selatan, pedalaman Kufah, Al Ahsa`, Bahrain, Basrah, dan Yamamah. Gerakan ini juga pernah berkuasa di selatan Jazirah Arabia, Yaman, Sahara Tengah, Amman dan Khurasan.

Qaramithah berhasil mendirikan sebuah negara dan mengembangkan kegiatan terornya ke sejumlah daerah di kawasan Arabia dan sekitarnya. Mereka kerap melakukan kegiatan teror, di antaranya adalah :

→ melakukan pembantaian terhadap jamaah haji dan merampas harta benda milik mereka

→ berhasil merebut dan menguasai Kota Kufah

→ menyerang Makkah dan melakukan kerusakan di dalamnya dengan merusak sumur Zamzam, mencopot Kiswah Ka`bah, menjebol pintu Ka`bah, mencuri Hajar Aswad dan dibawa ke markasnya di Ahsa` selama kurang lebih dua puluh tahun

Qaramithah sendiri dianggap oleh kaum muslimin sebagai sekte sesat, bahkan sebagian kalangan Syi`ah pun tidak mau mengakui keberadaan mereka. Qaramithah mengembangkan pemikiran yang berbeda dengan ajaran Islam seperti :

√ memiliki gagasan yang mirip dengan ajaran Komunis yang berdasarkan kepemilikan bersama atas harta kekayaan

√ membolehkan wanita berhubungan secara bebas

√ menghapus hukum-hukum Islam yang pokok seperti shalat, puasa, dan kewajiban-kewajiban lainnya

√ meyakini bahwa surga dan neraka tidak ada

Pemikiran Qaramithah sendiri merupakan hasil sinkretisme dari pelbagai aliran pemikiran mulai dari Syi`ah Ismailiyah, Majusi, filsafat materialisme, ajaran Mazdak, Zoroastrian dan filsafat eksistensialisme.

Dalam perkembangannya Qaramithah kemudian berkembang menjadi sebuah kelompok yang dikenal dengan nama Hasyasyin. Kelompok ini dikembangkan oleh Hasan Sabbah. Para pengikut Hasan Sabbah kadang-kadang disebut kaum Ismailiyah Timur atau Alamutiah atau Malahidah dari Kuhistan atau “Ateis jahat dari Kuhistan”.

Mereka hidup terpisah dalam komunitas-komunitas rahasia, yang kemudian melakukan serangan terhadap orang-orang yang telah mereka vonis kafir. Mereka dipimpin oleh seorang guru besar, yang memerintah  di dalam benteng Alamut  atau Sarang Rajawali di Persia Utara. Dinamakan Hasyasyin karena kelompok ini kerap menggunakan hasyis atau ganja dalam melakukan aksinya.

Kelompok ini pada masanya telah menimbulkan kegemparan dan kepanikan baik di kalangan muslim maupun Kristen. Kedua kelompok tersebut pada saat itu sedang terlibat dalam Perang Salib yang berlangsung selama tiga abad.

Kelompok ini akhirnya punah setelah digempur habis-habisan oleh tentara Islam yang dipimpin oleh Shalahuddin al Ayyubi, seorang panglima militer terkemuka yang kemudian mendirikan dinasti Ayyubiyah di Mesir setelah sebelumnya menumbangkan kekuasaan Dinasti Fathimiyyah yang menganut Syiah Ismailiyyah.

Sebagian sejarawan seperti Ameer Ali menyebutkan bahwa kehancuran kelompok Hasyasyin ini dikarenakan serangan yang dilakukan oleh Hulagu Khan dari Mongolia yang menyapu dan memorak-morandakan dunia Islam saat itu.


GERAKAN PEMBEBASAN NASIONAL DAN MUNCULNYA KELOMPOK ISLAMIS

Pasca Perang Dunia Kedua, aksi-aksi terorisme banyak berkaitan dengan gerakan pembebasan nasional. Berakhirnya Perang Dunia Kedua menyisakan sejumlah persoalan pendudukan lahan dan dominasi Kapitalisme global. Hal inilah yang memunculkan gerakan-gerakan perlawanan dan resistensi yang menggunakan teror sebagai instrumen perjuangannya.

Digunakannya teror oleh sejumlah organisasi pembebasan nasional ini dikarenakan sulitnya menjangkau militer organik yang ada. Tentara Israel umumnya dilengkapi oleh sistem pengamanan yang relatif melindungi mereka sebagai target militer.

Misalnya adalah aksi yang dilakukan oleh organisasi pembebasan Palestina PLO dan PFLP yang memperjuangkan kemerdekaan Palestina dari pendudukan Israel. Tindakan teror yang dilakukan oleh kedua organisasi ini dilatarbelakangi oleh tidak efektifnya peperangan yang dilakukan oleh negara-negara Arab terhadap Israel, baik dalam Perang tahun 1948,1967, dan 1973.

 Peperangan-peperangan yang dilancarkan oleh negara-negara Arab tersebut dianggap tidak berdampak positif bagi perjuangan nasional bangsa Palestina.
Sejumlah aksi militer yang dilakukan oleh perjuangan pembebasan Palestina antara lain :

♦ Peristiwa peledakan pesawat Yordania dalam Peristiwa Black September

♦ Aksi pembunuhan terhadap atlet Israel dalam olimpiade Munich

♦ Aksi pembajakan terhadap Maskapai penerbangan Israel, El Al yang kemudian diselesaikan oleh Israel dalam sebuah operasi militer di Entebbe, Uganda

Kematian Gamal Abdel Nasser sebagai pengusung utama nasionalisme Arab dan melemahnya dukungan dari negara-negara Arab terhadap pembebasan Palestina serta memudarnya nasionalisme Arab mengakibatkan munculnya kelompok Islamis. Kelompok ini berupaya melakukan pembebasan Palestina bukan atas dasar nasionalisme, melainkan atas dasar agama.

Pasca kemunduran gerakan pembebasan nasional, kelompok Islamis muncul ke permukaan sebagai pihak yang berada terdepan dalam memerangi Israel dan dalam upayanya membebaskan Palestina. Diantara organisasi Islamis yang terkemuka adalah Hamas dan Jihad Islam. Hamas berdiri pada tahun 1987 ketika berlangsung gerakan Intifadha yang pertama. Dalam operasinya Hamas dan Jihad Islam bukan saja menjadikan militer Israel sebagai sasaran operasinya melainkan juga warga sipil Israel.

Hal itu disebabkan karena keterbatasan kemampuan militer Hamas dan Jihad Islam serta sulitnya akses untuk memerangi secara langsung tentara Israel yang merupakan sasaran kombatan.

Penggunaan target sipil oleh Hamas salah satunya juga dikarenakan sebagai upaya pembalasan dendam terhadap orang-orang Yahudi dan tentara Israel. Israel seringkali tidak ragu dalam melakukan pembunuhan terhadap warga sipil Palestina. Tentara Israel dengan mudah melakukan pembunuhan terhadap anak-anak kecil dan orang jompo. Tentara Israel juga menggunakan cara-cara teror untuk mematahkan perjuangan bangsa Palestina.

Sebagai contoh, tindakan brutal yang dilakukan oleh Baruch Goldsten yang melakukan penembakan terhadap jamaah shalat subuh di Masjid Ibrahim, Hebron, menurut Hamas dilakukan dengan dukungan dari militer Israel. Tentara Israel dianggap mengetahui akan adanya rencana teror yang dilakukan oleh Goldstein tersebut.

Namun setelah Israel mengisolasi bangsa Palestina khususnya di Jalur Gaza, intensitas serangan Hamas menjadi sangat berkurang. Setelah Israel memblokade Jalur Gaza, aksi militer Hamas dan Jihad Islam lebih bnayak dilakukan dengan menembakkan roket-roket yang dibuat secara swadaya ke daerah pemukiman Israel di Israel Selatan.


AL QAEDA DAN ISIS

Perkembangan terorisme dalam dunia Islam mengalami perubahan pasca berakhirnya Perang Afganistan tahun 1989. Setelah terbunuhnya Abdullah Azzam yang dianggap sebagai pemimpin spiritual mujahiddin dan pemimpin Markas Khidmat Mujahiddin, muncul organisasi  Al Qaeda. Awalnya organisasi tersebut dipimpin oleh Osama bin Laden, yang kemudian digantikan oleh Ayman Al Zawahiri pasca terbunuhnya Osama dalam sebuah operasi militer Amerika di Abbottaba, Pakistan.

Al Qaeda awalnya berupaya menjadikan militer Amerika sebagai target militernya. Hal ini dapat dilihat dari aksi militernya terhdap markas tentara Amerika Di Arab Saudi dan serangannya terhadap Kapal Perang Amerika Serikat yang sedang bersandar di Yaman, USS Cole yang menewaskan sejumlah tentara Amerika. Akan tetapi setelah target militer semakin sulit dijankau, Al Qaeda kemudian menyasar target sipil.

Menurut Al Qaeda, warga sipil terutama warga negara Amerika Serikat turut berperan dalam menjajah negeri-negeri muslim sehingga mereka dapat dijadikan sebagai target serangan. Osama sendiri dalam suatu kesempatan memberikan fatwa mengenai bolehnya setiap warga negara Amerika Serikat menjadi target serangan Al Qaeda.

Puncak serangan Al Qaeda adalah ketika terjadi serangan terhadap Amerika Serikat dalam Peristiwa 11 September 2001 yang menewaskan sekitar 3000 orang warga sipil. Serangan tersebut berujung kepada aksi pembalasan Amerika dengan melakukan invasi ke Afganistan tahun 2001 dan Irak tahun 2003. Serangan Amerika kepada dua negara tersebut mengakibatkan korban jiwa yang jauh lebih besar dengan ratusan ribu penduduk sipil Afganistan dan Irak sebagai korbannya.

Al Qaeda bukan saja melakukan serangan kepada target militer dan sipil Amerika. Al Qaeda juga menyerang kepentingan Amerika di dunia dan juga penguasa-penguasa di negeri-negeri muslim yang bekerjasama dengan Amerika. Al Qaeda menganggap Amerika sebagai far enemy yang relatif sulit dijangkau sedangkan penguasa-penguasa di negeri-negeri muslim yang bekerjasama dengan Amerika Serikat dalam kampanye anti terorisme sebagai near enemy yang relatif mudah diserang.

Dampaknya adalah, anggota dan simpatisan Al Qaeda kemudian melakukan aksi teror di sejumlah negara muslim dengan target baik kepentingan  ekonomi Amerika Serikat seperti hotel, penguasa muslim maupun aparat kepolisian.
Sebagai akibat dari kekacauan dan anarki yang ditimbulkan oleh invasi Amerika Serikat ke Irak tahun 2003, berdirilah organisasi ISIS (Islamic State of Irak and Suriah / Syams). 

ISIS sebelumnya adalah cabang dari Al Qaeda Irak yang dipimpin oleh Abu Mus`ab Al Zarqawi. Dalam waktu singkat, ISIS kemudian menjelma menjadi kekuatan besar yang didukung oleh sejumlah mantan elit Partai Baats era Saddam Husein.

ISIS kemudian mendeklarasikan dirinya sebagai kekhalifahan global muslim pada 29 Juni 2014 dengan pemimpinnya, Abu Bakar Al Baghdadi. ISIS kemudian menjadikan Kota Raqqa sebagai ibu kota kekhalifahannya dan menyerukan setiap muslim agar bergabung dengannya.

Dalam perjalanannya, ISIS banyak melakukan aksi-aksi terorisme yang mengundang kecaman dunia internasional. Tindakan provokatif ISIS antara lain menyiarkan berbagai eksekusi-eksekusi mati terhadap lawan-lawan politiknya melalui Youtube. Tindakan eksekusi mati yang dilakukan oleh ISIS dikenal sangat sadis dengan menggunakan tekhnik-tekhnik penyiksaan, seperti penyaliban, pembakaran hidup-hidup, penenggelaman, pengeboman, dan penyembelihan.

ISIS juga terlibat peperangan sengit dengan kelompok perlawanan Kurdi di Suriah dan juga melakukan serangan kepada kelompok Yazidi di Suriah yang dianggap sebagai sebuah sekte sesat.

ISIS saja berusaha merebut kekuasaan di Irak dan Suriah, tetapi juga memusuhi gerakan-gerakan Islam lainnya. Sejumlah organisasi gerakan Islam diperangi oleh ISIS seperti Jabhat An Nusrah dan Ahrar Al Syams, dua organisasi perlawanan di Suriah.

ISIS juga mengecam Hamas dan menyebut organisasi perlawanan Palestina tersebut sebagai pelaku bid`ah dan tidak mempunyai legitimasi untuk memimpin jihad. Bahkan ISIS berrencana akan terlebih dahulu menyerang Hamas sebelum melakukan serangan terhadap Israel di Palestina.

Setelah serangan baik dari Rusia yang ketika itu membantu pemerintahan Suriah maupun oleh Amerika Serikat, ISIS akhirnya berhasil dipukul mundur. Kedudukannya saat itu semakin terdesak. Satu demi satu kota-kota yang sebelumnya dikuasai termasuk Raqqa berhasil dibebaskan dari kekuasaannya.

ISIS jelas mengeksploitasi sejumlah informasi yang terdapat di sejumlah hadits Nabi SAW yang banyak menceritakan tentang perkembangan di akhir zaman. ISIS mengklaim dirinyalah kekhalifahan yang diramalkan akan hadir di akhir zaman. Keawaman banyak kaum muslim mengenai hal itu menjadikan ISIS awalnya banyak mendapatkan dukungan dari sejumlah kalangan muslim.

Pemikiran ISIS—sebagaimana Al Qaeda—merupakan campuran dari sejumlah pemikiran dari tokoh-tokoh pemikir di dunia Islam, seperti pemikiran tokoh-tokoh Salafiyah (Wahabbi) di antaranya Ibnu Taymiyah dan Muhammad Bin Abdul Wahhab serta pemikiran tokoh Ikhwanul Muslimin, Sayyid Qutb. Sayyid Qutb sendiri dijatuhi hukuman mati oleh Gamal Abdel Nasser tahun 1966 dengan tuduhan merancang perebutan kekuasaan dan upaya pembunuhan terhadapnya.

Dari Ibnu Taymiyah ISIS mengadopsi pandangan anti-Syiah dan anti tasawufnya, dari Muhammad bin Abdul Wahhab ISIS mengadopsi gagasan puritanisme radikalnya, sedangkan dari Sayyid Qutb ISIS mengadopsi gagasan dikotomi biner antara masyarakat Islami dan masyarakat jahiliyyah dan paham Mulkiyatulloh (Hakimiyyatulloh) yang meletakkan konsepsi mengenai kedaulatan Tuhan dan konsep negara Teokrasi.

Sebagai kelompok ekstremis Sunni, ISIS mengikuti suatu tafsiran Islam yang ekstrem, yang mempromosikan kekerasan agama dan menganggap orang-orang yang tidak setuju dengan penafsirannya sebagai kafir atau murtad.
Sikap keras dan ektrem ISIS—bahkan dianggap leboih ekstrem dibandingkan Al Qaeda—mengundang banyak kecaman di kalangan umat Islam itu sendiri. Banyak pihak menuduh ISIS sebagai khawarij modern. ISIS juga dituding sebagai perpanjangan tangan dari Zionis, Salibis, dan Safawi.

Kontroversi mengenai ISIS semakin mengemuka ketika Menteri Luar Negeri Amerika Serikat mengakui bahwa ISIS adalah hasil ciptaan Amerika yang kemudian berbalik menyerang Amerika Serikat itu sendiri









REFERENSI :

Ameer Ali, Api Islam, Jakarta : Bulan Bintang,

A.M.Hendropriyono, Terorisme, Fundamentalisme Kristen, Yahudi, Islam, Jakarta : Kompas,2009

As’ad Said Ali, Al Qaeda, Tinjauan Sosial-Politik, Ideologi Dan Sepak Terjangnya, Jakarta : LP3ES, 2014

Fuad Mohd Fachruddin, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Islam, Jakarta : Yasaguna, 1990

Mark Juergensmeyer, Teror Atas Nama Tuhan, Kebangkitan Global Kekerasan Agama, Jakarta : Nizam Pres, 2001

Nino Oktorino, Pedang Sang Khalifah, ISIS dan Ancaman Radikalisasi Dalam Perang Saudara Di Suriah Dan Irak, Jakarta : KompasGramedia, 2015

Umar Hasyim, Apakah Anda Ahlus Sunnah Wal-Jama`ah, Surabaya : Bina Ilmu, 1986

Wamy, Gerakan Keagamaan Dan Pemikiran, Akar Ideologis Dan Penyebarannya Jakarta : Al Ishlahy Press, 2001







Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSIOLOGI PEMBUNUHAN

STATUS OBJEKTIF DAN STATUS SUBJEKTIF

TAWURAN SEBAGAI SUATU GEJALA SOSIAL (ANALISIS SOSIOLOGIS KONFLIK SOSIAL DI PERKOTAAN)