PERISTIWA TANJUNG PRIOK 1984
PERISTIWA
TANJUNG PRIOK 1984
PENGANTAR
Peristiwa Tanjung Priok merupakan salah satu tragedi
kemanusiaan yang dialami oleh bangsa Indonesia. Peristiwa tersebut
mengakibatkan jatuhnya banyak korban jiwa. Jumlah korban jiwa yang terbunuh
dalam peristiwa tersebut masih simpang siur.
Pemerintah melalui Menteri Pertahanan dan Keamanan, Benny
Murdani menyebut jumlah 19 orang, sedangkan sumber lainnya mengatakan angka
yang berbeda. Bahkan ada yang menyebut korban tewas dalam peristiwa tersebut
mencapai lebih dari seratus orang.
Peristiwa Tanjung Priok merupakan peristiwa yang secara
tidak langsung mekin membuat jarak antara pemerintah dan umat Islam. Ketika itu
pemerintah sedang berupaya melakukan konsolidasi kekuasaan dengan menyusun
ulang struktur politik Orde Baru.
Pemerintah berencana untuk menghilangkan segala bentuk
politik aliran dan sektarianisme. Melalui kebijakan yang dikenal dengan nama Asas
Tunggal, pemerintah Orde Baru ingin agar semua organisasi sosial politik dan
organisasi massa hanya boleh menggunakan asas Pancasila, sedangkan asas yang
selain itu tidak diperbolehkan.
Pemerintah saat itu merasa sektarianisme dapat dianggap
sebagai ancaman bagi keberlangsungan kehidupan bernegara. Misalnya tampak dalam
Peristiwa Lapangan Banteng tahun 1982 ketika muncul sentimen primordial dalam
kampanye pemilihan umum di tahun itu.
Dalam peristiwa tersebut sejumlah massa
pendukung Partai Persatuan Pembangunan mengamuk dan menyerang massa Golongan
Karya yang sedang melakukan aksi kampanye pemilihan umum.
Dalam pidato kenegaraannya, Presiden Soeharto mengaitkan
Peristiwa Lapangan Banteng tersebut dengan kebutuhan akan persamaan ideologi
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka menghindari pertentangan
dan perpecahan primordial.
Dalam konteks inilah, melalui pidato kenegaraan itu,
Soeharto mengintrodusir kebijakan negara untuk mengarahkan semua kekuatan
sosial politik kemasyarakatan pada kesamaan ideologi, yaitu Pancasila.
Kebijakan inilah yang kemudian dikenal sebagai kebijakan asas tunggal
Pancasila.
Kebijakan pemerintah tersebut kontan menimbulkan
kontroversi di kalangan masyarakat. Muncul pro dan kontra atas rencana
kebijakan tersebut. Sebagaian elemen umat Islam menolak keras rencana
pemerintah tersebut. Mereka beranggapan rencana tersebut merupakan upaya
pemerintah untuk meniadakan peran agama dan menyingkirkannya dari ruang publik.
Salah satu tokoh yang menyuarakan secara frontal
penolakannya terhadap asas tunggal Pancasila adalah Abdul Qadir Djaelani. Pada
tanggal 12 September 1984 ia membuat pernyataan terbuka menentnag asas tunggal
Pancasila lewat petisi yang berjudul “Ikrar Umat islam Jakarta”.
Sore harinya mubaligh tersebut mengumpulkan massa di Masjid
Rawa Badak dan meminta dukungan atas petisinya. Massa yang berkumpul kemudian
diberi ceramah yang mengobarkan semangat dari sejumlah tokoh seperti Syaripin
Maloko, Natsir, dan Amir Biki.
Wacana mengenai asas tunggal tersebut turut memanaskan
situasi politik saat itu. Saat itu banyak berkembang ceramah-ceramah keagamaan
yang mengecam asas tunggal dan juga pemerintah.
Suasana panas tersebut juga terjadi di kawasan Tanjung
Priok. Kawasan tersebut merupakan kawasan yang banyak dihuni oleh kalangan
miskin perkotaan. Kawasan Tanjung Priok memang selama ini dikenal sebagai
kawasan miskin dan kumuh dengan tingkat kesenjangan sosialnya yang tinggi. Mereka
selama ini memendam perasaan tidak puas terhadap pembangunan yang dilaksanakan
oleh pemerintah.
Mereka merasa bahwa pembangunan yang dilaksanakan selama
ini hanya menguntungkan dan dinikmati oleh segelintir elit dan kroni-kroninya
saja, sedangkan masyarakat miskin masih belum tersentuh oleh berkah
pembangunan.
Selain ketidakpuasan di bidang ekonomi juga terdapat
ketidakpuasan di bidang politik yang melatarbelangi terjadinya Peristiwa
Tanjung Priok. Pada tahun 1982 diadakan pemilihan umum ketiga kalinya dalam
sejarah pemilihan umum masa Orde Baru. Pemilihan umum tersebut—sebagaimana
pemilihan umum lainnya pada masa Orde Baru dimenangkan secara mutlak oleh
Golongan Karya.
Golongan Karya dalam pemilu 1982 memperoleh suara mayoritas
dan kursi mayoritas dalam DPR, yaitu 242
kursi Golkar dibanding 94 kursi PPP dna 24 kursi PDI.Golkar juga menang
di DKI Jakarta yang dianggap sebagai daerah yang paling prestisius. Kemenangan
Golka di Jakarta sekaligus mempermalukan PPP yang pernah menang di Jakarta
dalam pemilu sebelumnya.
Ketidakpuasan ekonomi tersebut jalin menjalin dengan
ketidakpuasan politik. Hal inilah yang turt menstimulir terjadinya ekskalasi
kekerasan yang berujung kepada terjadinya Peristiwa Tanjung Priok.
KRONOLOGIS
PERISTIWA
Peristiwa Tanjung Priok diawali oleh adanya kesimpangsiuran
mengenai tindakan seorang anggota Babinsa yang melakukan pencopotan selebaran
yang dianggap agitatif.
Menurut sebagian sumber, anggota Babinsa tersebut tidak
mencopot sepatunya ketika memasuki sebuah Mushola, yaitu Mushola As Sa`adah di
kawasan Koja Selatan yang pada dindingnya tertempel selebaran agitatif
tersebut.
Sumber yang sama menyebutkan anggota Babinsa tersebut
berupaya menghapus tulisan pada selebaran tersebut dengan menggunakan air
comberan yang ada di saluran pembuangan di dekat Mushola.
Akan tetapi menurut pemerintah melalui Jenderal Try
Sutrisno, hal itu tidak benar. Menurutnya anggota Babinsa tersebut sudah
melakukan hal yang benar dan tidak sesuai dengan apa yang dituduhkan
sebelumnya.
Tindakan anggota Babinsa tersebut menyulut kemarahan massa
yang kemudian membakar sepeda motor anggota Babinsa tersebut. Setelah aksi
pembakaran polisi datang dan kemudian menangkap para pembakar itu dan
membawanya ke Polres Jakarta Utara.
Mendengar peristiwa itu, Amir Biki, seorang tokoh lokal
segera menggalang massa untuk melakukan aksi demonstrasi ke Polres Jakarta
Utara. Biki dan massa pendukungnya kemudian mengultimatum polisi agar
membebaskan para pendukungnya.
Aksi massa semakin beringas dan akhirnya berujung kepada
situasi kacau. Tentara dari pasukan Laksusda Jaya yang diperbantukan
mengamankan polres Jakarta Utara akhirnya melakukan aksi penembakan kepada para
demonstran.
Menurut Benny Murdani, penembakan tersebut sudah mengikuti
prosedur yang ada, yaitu didahului oleh tembakan ke atas sebagai tembakan
peringatan, tembakan ke bawah, dan akhirnya tembakan ke sasaran yang dimaksud.
Penembakan aparat itu mengakibatkan sekitar 40 orang tewas
di tempat termasuk Amir Biki, pemimpin unjuk rasa dan beberapa tokoh lainnya
seperti Sarifin Maloko dan Layan Hendrayana, serta puluhan orang mengalami
luka-luka.
Aksi penembakan aparat tersebut menimbulkan kegeraman mssa
pengunjuk rasa. Tidak lama berselang massa kemudian melakukan aksi pembakaran
toko-toko milik orang-orang Tionghoa hingga mencapai korban orang Tionghoa yang
mencapai seratus orang lebih (Fatah, 2010)
DAMPAK
PERISTIWA TANJUNG PRIOK
Peristiwa Tanjung Priok menimbulkan efek domino. Beberapa
dampak yang menyertai terjadinya Peristiwa Tanjung Priok antara lain sebagai
berikut :
❶ Pemerintah
semakin bertindak represif dengan mengeluarkan 5 Paket Undang-undang Politik
yang berintikan pembatasan aspirasi politik masyarakat, termasuk pemberlakuan
secara resmi asas tunggal Pancasila
❷ Pemerintah
juga melakukan aksi penangkapan dan penyingkiran terhadap lawan-lawan
politiknya
❸ Untuk
menetralisir reaksi umat Islam, pemerintah melalui Menteri Pertahanan dan
Keamanan, Benny Murdani melakukan kunjungan ke sejumlah pesatren dalam rangka
melakukan pendekatan-pendekatan persuasif kepada para kiai sebagai tokoh
informal umat Islam
❹ terjadi
aksi balas dendam yang ditujukan kepada pemerintah, antara lain aksi peledakan
Candi Borobudur di Magelang Jawa Tengah
REFERENSI
:
Eep Saefullah Fatah, Konflik, Manipulasi Dan Kebangkrutan
Orde Baru,Manajemen Konflik Malari,Petisi 50 Dan Tanjung Priok, Yogyakarta :
Burungmerak Press, 2010
Julius Pour, Benny, Tragedi Seorang Loyalis,
Jakarta : Kata Hasta, 2007
Komentar
Posting Komentar