KERAJAAN MATARAM KUNO


KERAJAAN MATARAM KUNO

PENGANTAR

Kerajaan Mataram Kuno disebut juga  dengan nama kerajaan Medang. Istilah Kerajaan Mataram lebih banyak digunakan ketika kerajaan tersebut masih berpusat di daerah Jawa Tengah. Adapun ketika kerajaan tersebut pindah ke wilayah Jawa Timur maka nama yang lazim digunakan adalah Kerajaan Medang.

Keberadaan Kerajaan Mataram Kuno menunjukkan bahwa kehidupan sosial, ekonomi, budaya dan politik masyaraat saat itu sudah jauh lebih kompleks dan mengalami perkembangan yang pesat.

Keberadaan Kerajaan Mataram Kuno juga ditunjang oleh bukti-bukti yang lebih lengkap di bandingkan kerajaan-kerajaan sebelumnya. Buktir-bukti pendukung  Kerajaan Mataram Kuno ada yang berupa bukti benda atau artefak seperti bangunan monumen keagamaan (candi) maupun bukti tertulis berupa prasasti.

Selain itu Kerajaan Mataram Kuno juga meninggalkan kebudayaan material yang sangat terkenal, yaitu Candi Borobudur dan Prambanan di Jawa Tengah. Selain itu juga terdapat banyak sekali candi-candi lainnya, baik yang bercorak Hindu maupun yang bercorak Budha.


SUMBER INFORMASI

Sumber informasi mengenai Kerajaan Mataram Kuno umumnya berupa prasasti diantaranya sebagai berikut :

→ prasasti Mantyasih
→ prasasti Sanggurah
→ prasasti Dinoyo
→ prasasti Wantil
→ prasasti Minto
→ prasasti Wanua
→ prasasti Anjukladang
→ prasasti Canggal
→ prasasti Tuk Mas
→ prasasti Watukura
→ prasasti Tlang
→ prasasti Poh
→ prasasti Ratu Boko

DINASTI DI KERAJAAN MATARAM KUNO

Kerajaan Mataram Kuno diperintah secara bergiliran oleh dua dinasti yang memiliki agama yang berbeda, yaitu :

❶ Dinasti Sanjaya

Wangsa Sanjaya adalah wangsa atau dinasti yang dikenal sebagai pendiri kerajaan Mataram atau Medang. Wangsa ini menganut agama Hindu aliran Siwa dan berkiblat ke Kunjadari di India. Menurut Prasasti Canggal wangsa ini didirikan pada tahun 732 M oleh Sanjaya yang sekaligus merupakan raja pertama kerajaan Mataram Kuno. Adapun raja-raja yang termasuk ke dalam dinasti Sanjaya adalah sebagai berikut :

Sanjaya

Rakai Pikatan

Rakai Kayuwangi

Rakai Watuhumalang

Rakai Waturuka Dyah Balitung

Mpu Daksa

Rakai Layang Dyah Tulodhong

Rakai Sumba Dyah Wawa


❷ Dinasti Syailendra

Mengenai keberadaan dinasti Syailendra ini terdapat sejumlah teori :

→ Teori India :

Teori ini dikemukakan oleh Majumdar yang beranggapan bahwa keluarga Syailendra di Nusantara, baik di Sriwijaya maupun di Jawa berasal dari Kalingga, India. Hal yang sama dikemukakan oleh Moens dan Nilakanta Sastri. Moens berpendapat bahwa keluarga Syailendra berasal dari India yang menetap di Palembang sebelum kedatangan Dapunta Hyang. Pada 683 keluarga ini melarikan diri ke Jawa karena terdesak oleh Dapunta Hyang dengan bala tentaranya.

→ Teori Funan :

Teori ini dikemukakan oleh George Coedes. Coedes menganggap bahwa Syailendra yang ada di Nusantara itu berasal dari Funan atau Kamboja. Karena kerusuhan yang mengakibatkan runtuhnya Kerajaan Funan, keluarga ini menyingkir ke Jawa dan muncul sebagai penguasa di Medang pada pertengahan abad ke-8 M dengan menggunakan nama keluarga Syailendra.

→ Teori Nusantara :

Teori ini dikemukakan oleh Poerbatjaraka. Ia mengatakan bahwa kepulauan Nusantara terutama Pulau Sumatera dan Jawa sebagai tanah air wangsa ini

→ Teori Bosch :

Bosch mengatakan bahwa hubungan kedua dinasti ini bukanlah hubungan yang bersifat persaingan dimana yang satu disisihkan oleh yang lain, tetapi justru menggambarkan hubungan yang sangat harmonis yang sulit dicari contohnya  di tempat lainnya.

→ Teori Wuryantoro :

Ia menyatakan bahwa di Jawa bukan hanya terdapat  dua dinasti saja, melainkan ada satu dinasti lainnya, yaitu Dinasti Keling

→ Teori Poerbatjaraka :

Ia tidak mengakui adanya dua dinasti. Ia berpendapat bahwa hanya ada satu dinasti, yakni Dinasti Syailendra. Tokoh yang disebut sebagai keturunan dari keluarga Syailendra sebenarnya adalah keturunan Sanjaya yang pada suatu waktu berpindah agama dari Siwa ke Budha. Keturunan Raja Sanjaya ini dianggap pernah memerintah sekaligus di Jawa dan Sumatera.(Rahardjo, 2011)

Adapun yang merupakan raja yang berasal dari wangsa Syailendra menurut De Casparis adalah  sebagai berikut :

nama tokoh
masa kehadiran dalam pemerintahan (Masehi)
nama prasasti yang menjadi sumber
Bahnu
754
Plumpungan
Wisnu
775-778
Ligor, Ratu Baka
Indra
782-812
Klurak
Samaratungga
812/824-832
Kr. Tengah, Gandasuli
Pramordhawardhani
824 (disebut namanya)
842 (sudah menikah dengan Rakai Pikatan)
Kr. tengah, Gandasuli, Sri Kahuluan
Balaputradewa
856 (kalah berperang dengan Rakai Pikatan)
Ratu Baka, Siwagrha
Rahardjo, 2011


STRUKTUR PEMERINTAHAN

Struktur pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno ditandai oleh adanya hirarki jabatan dari raja sebagai puncak hirarki kekuasaan sampai ke bawahnya sebagai berikut :

❶ Ratu

Raja merupakan pemimpin tertinggi. Pada saat itu gelar  Ratu belum identik dengan perempuan. Gelar ini setara dengan Datu, yang berarti “pemimpin”

Raja atau ratu memiliki kedudukan yang sentral dalam birokrasi pemerintahan. Kedudukan raja saat itu memiliki beberapa fungsi, yaitu :

→ sebagai pelindung agama
→ memiliki sifat kedewataan
→ sebagai pahlawan dalam peperangan
→ sebagai dermawan
→ pencipta kesejahteraan
→ sebagai pelindung kesenian yang mahir berolah seni
→ sebagai pemilik status warisan (Rahardjo, 2011)

❷ Sri Maharaja

Gelar ini digunakan oleh Rakai Panangkaran dari Wangsa Syailendra. Pemakaian gelar Sri Maharaja juga digunakan oleh Rakai Pikatan, walaupun Ia berasal dari Wangsa Sanjaya

❸ Rakryan Mahamantri I Hino

Jabatan ini merupakan jabatan tertinggi kedua sesudah raja. Jabatan ini dipegang oleh putra atau saudara raja yang memiliki peluang untuk naik tahta selanjutnya.

❹ Mahamantri I Halu dan Mahamantri I Sirikan

❺ Rakryan Kanuruhan

Jabatan ini adalah jabatan sebagai pelaksana perintah raja sebagaimana perdana menteri di era sekarang atau setara dengan Rakryan Mapatih pada era Majapahit


KEHIDUPAN SOSIAL, EKONOMI DAN BUDAYA

 Tanaman pangan dan tanaman komoditi serta hewan ternak

Masyarakat Kerajaan Mataram merupakan masyarakat yang hidup makmur. Hal itu dapat dilihat dari relief Candi Borobudur. Dalam relief tersebut digambarkan bahwa masyarakat saat itu sudah mengenal banyak tanaman pangan baik padi-padian maupun buah-buahan seperti kelapa, sukun, nangka, pisang, durian, dan mangga.

Relief Candi Borobudur tersebut juga menampilkan pelbagai profesi masyarakat Mataram kuno yang dilihat dari banyaknya perkakas rumah tangga yang digunakan sehari-hari seperti peralatan bangunan, alat pewarna, dan pelbagai jenis anyaman.

Deskripsi lain yang digambarkan oleh relief Candi Borobudur dan juga Berita Cina dari masa Dinasti Sung adalah mengenai hewan. Masyarakat Mataram Kuno juga mengenal banyak jenis hewan baik yang berfungsi sebagai sumber makanan maupun sebagai sarana transportasi atau bahkan untuk kesenangan seperti kerbau (kbo) yang digunakan untuk pertanian maupun sarana angkutan barang seperti kuda. Selain itu ada juga hewan yang dikonsumsi seperti babi ternak (celeng), babi hotan (wok), kambing (wdus), kijang (kidang), kalong (kaluang), bajing, kera (wrai), dan anjing serta trenggiling.

Mengenai unggas yang paling umum dikenal yaitu  ayam (ayam), angsa (angsa), bebek (andah) dan juga burung bangau. Juga terlukis di relief tersebut hewan lainnya seperti ikan dan kura-kura.
Adapun hewan yang hidup di air yang dikonsumsi antara lain udnag sungai, kepiting laut, kepiting sungai, kura-kura, dan kerang-kerangan. Hewan-hewan tersebut dikonsumsi antara lain dengan diawetkan dalam bentuk dendeng (deng) atau rasa asin (asin-asin).

 Profesi

Adapun profesi utama masyarakat Mataram kuno adalah petani. Sistem pertanian di Kerajaan Mataram kuno sudah berkembang sedemikian pesat karena selain wilayahnya yang subur juga disebabkan karena adanya sistem irigasi yang memadai.

Masyarakat Kerajaan Mataram Kuno juga mengenal spesialisasi kerja yang sangat spesifik diantaranya adalah kelompok tukang yang menghasilkan barang-barang dari logam dan juga profesi pematung atau pemahat. Profesi yang terakhir disebut ini memiliki posisi yang penting, karena mereka memiliki peran penting dalam  membangun candi-candi yang banyak terdapat di wilayah Kerajaan Mataram Kuno.

Menurut Supratikno Rahardjo terdapat sejumlah profesi dalam kebudayaan Jawa kuno, yaitu :
→ mereka yang memiliki pekerjaan di bidang seni : mapadahi (pemukul gendang) dan widu mangidung (penyanyi)

→ mereka yang bekerja di bidang kerajinan : pamanikan (pengrajin permata), limus galuh (pengrajin emas), payungan (pembuat payung)

→ mereka yang bekerja sebagai pengelola suatu jasa tertentu : tuhan judi (pemimpin perjudian), tuhan jalir (pengelola prostitusi), padam apus (tukang pemadam api ?), dan waylan (dukun)

→ mereka yang memiliki pekerjaan di bidang perdagangan : wli hapu (pedagang kapur), wli hareng (pedagang arang), dan tuha dagang (ketua kelompok pedagang) (Rahardjo, 2011)

√ Agama

Masyarakat Kerajaan Mataram kuno mengenal dan menganut sejumlah agama seperti Hindu dan Budha.  Di kalangan elit kerajaan agama Hindu dianut oleh Wangsa Sanjaya sedangkan agama Budha terutama aliran Mahayana dianut oleh Wangsa Syailendra. Walaupun kedua dinasti tersebut menganut agama yang berbeda, namun hubungan antarpemeluk agama berlangsung harmonis. Hal itu ditandai oleh adanya bangunan-bangunan candi yang berbeda corak, baik yang Hindu maupun yang Budha yang terletak tidak berjauhan satu sama lainnya.

Menurut Supratikno Rahardjo, kehidupan keagamaan di Kerajaan Mataram Kuno ditandai oleh adanya hal-hal berikut :

→Munculnya bangunan peribadatan termegah yang mencerminkan adanya hubungan harmonis antara gagasan keagamaan dan karya seni berupa seni arsitektur, seni arca, dan relief

→ Berkembangnya secara maksimum tradisi upacara keagamaan di desa-desa yang mengiringi upacara penetapan sima

→ Intensitas tertinggi dalam pendirian bangunan-bangunan keagamaan yang bersifat monumental, baik yang bersifat Hindu maupun dan terutama Budha

→ Diciptakannya seni arca dan seni relief yang terindah dengan berpegang pada aturan ikonografi India

→ Diciptakannya arca-arca dewa dan perlengkapan upacara dari logam dalam jumlah yang paling besar (Rahardjo, 2011)

Pada masa Kerajaan Mataram peran pranata agama (dan politik) sangat besar. Pengaruh pranata agama terutama sangat dominan dalam bidang arsitektur. Pengaruh agama juga terasa dalam lapangan politik, khususnya yang menyangkut  hal-hal berikut :

gagasan mengenai konsep raja ideal

perhelatan kerajaan (alasan penetapan sima, aktivitas pendirian dan peresmian candi)

sistem sanksi berupa kutukan

stratifikasi sosial yang didasarkan atas privilise kaum agamawan (Brhamana)

hubungan antarbangsa yang lebih diprioritaskan kepada India sebagai pusat agama Hindu dan Budha

pembuatan alat-alat dari logam untuk keperluan upacara keagamaan

 Sistem pelapisan sosial

Masyarakat Kerajaan Mataram kuno mengenal sistem yang membagi anggotanya secara bertingkat. Adapun kelas sosial yang menempati strata atau lapisan yang tertinggi adalah raja beserta keluarganya. Mereka berdiam di dalam istana bersama para abdi.

Setelah itu terdapat para pejabat tinggi kerajaan yang tinggal di dalam perkampungan khusus. Selain itu di Kerajaan Mataram kuno juga terdapat golongan budak. Mereka dipekerjakan di istana dan tinggal disekitarnya.

 Tradisi baca tulis

Sebagian masyarakat Mataram Kuno telah memiliki kemampuan baca tulis, diantaranya adalah bahasa Sanskerta. Dalam hal ini dijumpai sepuluh macam penggunaan bahasa Sanskerta :

untuk mengungkapkan ajaran agama khususnya agama Budha

untuk menyampaikan keterangan resmi kerajaan , biasanya berupa formulasi ajaran Budha

untuk menyebut julukan resmi raja dalam bentuk nama penobatan (nama abhiseka )

untuk menamai jabatan-jabatan tinggi kerajaan dan nama diri para elit

untuk memberi kesan keramat dalam ungkapan-ungkapan karya sastra

untuk memberi kesan bahwa sang penyair memiliki kemampuan khusus dalam “bahasa tinggi”

untuk menamai sistem perbintangan dan kalender

untuk menamai istilah-istilah ukuran berat pada benda-benda logam yang berfungsi sebagai alat tukar

untuk menamai satuan-satuan ukuran dalam sistem moneter, khususnya untuk menyebut satuan berat benda-benda logam yang bernilai tinggi, yakni suwarna (berat emas), dharana (berat perak), dan masa (berat emas dan perak)

untuk menyebut gelar tinggi dalam kerajaan seperti nerpati dan maharaja. (Rahardjo, 2011)


KEHIDUPAN PEREKONOMIAN

❶ pertanian

Kemajuan sistem pertanian di Mataram Kuno juga ditunjang oleh adanya sistem pemerintahan yang bersifat birokratis-patrimonial. Hanya dalam sistem pemerintahan yang demikianlah dapat diorganisasikan sistem pertanian yang tersentralisir yang ditunjang oleh sistem pengairan yang teratur. Kemajuan pertanian di Kerajaan Mataram didukung oleh birokrasi kerajaan yang mendorong dilakukannya ekstensifikasi pertanian sawah.

Tanda awal dari upaya kerajaan untuk memperluas wilayah pertanian berlangsung melalui pranata sima. Melalui pranata ini tanah-tanah nonsawah seperti kebun, padang rumput, tegal, dan hutan diubah menjadi sawah. Usaha ini menggambarkan semangat untuk meningkatkan hasil pertanian.(Rahardjo, 2011)

❷ perdagangan

Walaupun kegiatan perekonomian utamanya adalah sektor pertanian, namun Kerajaan Mataram Kuno juga mengembangkan perdagangan. Bahkan perdagangan yang dilakukan oleh Kerajaan Mataram Kuno sudah menjangkau wilayah yang cukup luas yang meliputi perdagangan regional saat itu.
Perdagangan yang dilakukan oleh Kerajaan Mataram antara lain dilakukan dengan Vietnam dan Cina. Hal ini dapat dilihat dari ditemukannya barang-barang keramik dari kedua negara tersebut.

❸ perpajakan

Kerajaan Mataram Kuno memberlakukan pungutan pajak kepada warganya. Pajak juga dipungut kepada orang asing yang berdiam di Mataram. Mereka mempunyai status yang berbeda dengan penduduk pribumi. Mereka membayar pajak yang berbeda, yang tentunya lebih besar daripada rakyat pribumi. Kemungkinan besar mereka adalah para saudagar dari luar negeri atau para migran dari Cina.

❹ Hari Pasaran

Masyarakat Mataram Kuno mengenal hari-hari pasaran yang bertujuan untuk memperlancar sirkulasi barang. Hal itu dapat diketahui dari prasasti Purworejo (900 M). Dari prasasti ini dikatakan bahwa hari pasaran tidak diadakan setiap hari melainkan secara bergilir, berdasarkan pada hari pasaran menurut kalender Jawa Kuno.

Pada hari kliwon pasar diadakan di pusat kota. Pada hari Manis atau Legi, pasar diadakan di desa bagian timur. Pada hari Paking (Pahing), pasar diadakan di desa sebelah selatan. Pada hari Pon, pasar diadakan di desa sebelah barat. Pada hari Wage, pasar diadakan di desa sebelah utara.

Pada hari pasaran ini, desa-desa yang menjadi pusat perdagangan ramai didatangi oleh pembeli dan penjual dari desa-desa lain. Mereka datang dengan berbagai cara, melalui transportasi darat maupun sungai, sambil membawa barang dagangan, seperti beras, buah-buahan, dan ternak untuk dibarter. dengan kebutuhan yang lain. (Abimanyu, 2014)

❺ Kegiatan industri

Selain di bidang perdagangan dan pertanian, industri rumah tangga juga mulai berkembang. Beberapa hasil industri yang dihasilkan antara lain anyaman seperti keranjang, perkakas dari besi, emas, tembakau, perunggu, pakaian, gula kelapa, arang, dan kapur sirih. Hasil produksi tersebut kemudian djual di hari-hari pasaran


PERISTIWA PERISTIWA PENTING

Peristiwa-peristiwa penting yang pernah terjadi di Kerajaan Mataram Kuno antara lain :

→ Pembangunan monumen-monumen keagamaan seperti Candi Borobudur ,Prambanan, Mendut, Kalasan, Plaosan, Sewu, Pawon, dan lain sebagainya

→ Penyatuan Dinasti Sanjaya dan Syailendra melalui perkawinan antara Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya dan Pramodawardhani dari Dinasti Syailendra

→ Perang antara Rakai Pikatan dan Balaputradewa yang berakibat kekalahan Balaputradewa.  Perang antara Sriwijaya dan Mataram terjadi ketika wangsa Sanjaya bangkit kembali memerintah Mataram. Setelah mengalami kekalahan, Balaputradewa kemudian menyingkir dari Mataram dan meminta suaka ke Kerajaan Sriwijaya. Di Kerajaan Sriwijaya tersebut Balaputradewa kemudian diangkat sebagai raja.



RUNTUHNYA KERAJAAN MATARAM KUNO
Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno disebut dengan istilah Pralaya atau bencana besar. Menurut sejumlah sumber, runtuhnya Kerajaan Mataram ke Jawa Timur dikarenakan oleh faktor berikut :

❶ Terjadinya bencana letusan Gunung Merapi (teori Van Bamelen)

❷ Adanya serangan dari Kerajaan Wurawari yang merupakan sekutu Kerajaan Sriwijaya (teori De Casparis)

❸ Terjadinya perpindahan penduduk untuk menghindari kewajiban mendirikan bangunan-bangunan keagamaan seperti candi (teori Schrike)

❹ Adanya daya tarik delta Sungai Solo dan lembah Sungai Brantas dari segi ekonomi








REFERENSI :

Ayatrohaedi (ed), Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius), Jakarta : Pustaka Jaya, 1986

Dennys Lombard, Nusa Jawa Silang Budaya 3, Jakarta : Gramedia, 2008

Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2, Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 1991

Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia II, Jakarta : Balai Pustaka, 1993

N.Daldjoeni, Geografi Kesejarahan Indonesia, Bandung : Penerbit Alumni, 1992

Soedjipto Abimanyu, Babad Tanah Jawi, Jakarta : Laksana, 2014

Supratikno Rahardjo, Peradaban Jawa Dari Mataram Kuno Sampai Majapahit Akhir, Depok : Komunitas Bambu, 2011







Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSIOLOGI PEMBUNUHAN

STATUS OBJEKTIF DAN STATUS SUBJEKTIF

TAWURAN SEBAGAI SUATU GEJALA SOSIAL (ANALISIS SOSIOLOGIS KONFLIK SOSIAL DI PERKOTAAN)