KERAJAAN MEDANG


KERAJAAN MEDANG

PENGANTAR

Kerajaan Medang adalah kelanjutan dari Kerajaan Mataram Kuno yang sebelumnya berpusat di Jawa Tengah. Hal itu dapat dilihat dari ditemukannya sebuah kalimat “Kita prasiddha mangraksa kadatwan rahyangta I Bhumi Mataram I Watugaluh”.

Kerajaan Medang ini didirikan oleh Mpu Sindok. Mpu Sindok merupakan bangsawan Kerajaan Mataram Kuno yang memindahkan pusat kerajaan ke wilayah Jawa Timur. Mpu Sindok kemudian mendirikan dinasti baru yang dinamakan Dinasti Isyana. Mpu Sindok sendiri dulunya adalah seorang Mapatih Hino pada masa pemerintahan Dyah Wawa.

Kerajaan Medang didirikan setelah kerajaan lama yang berpusat di Jawa Tengah, yaitu Kerajaan Mataram Kuno mengalami kehancuran. Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno disebut dengan istilah Pralaya atau bencana besar.

Menurut sejumlah sumber, runtuhnya Kerajaan Mataram ke Jawa Timur dikarenakan oleh faktor berikut :

√ Terjadinya bencana letusan Gunung Merapi (teori Van Bamelen)

√ Adanya serangan dari Kerajaan Wurawari yang merupakan sekutu Kerajaan Sriwijaya (teori De Casparis)

√ Terjadinya perpindahan penduduk untuk menghindari kewajiban mendirikan bangunan-bangunan keagamaan seperti candi (teori Schrike)

√ Adanya daya tarik delta Sungai Solo dan lembah Sungai Brantas dari segi ekonomi

Mpu Sindok ketika berkuasa berupaya membangun kembali kerajaan dari awal termasuk sistem kelembagaannya. Meskipun masa pemerintahan Sindok (929-948)  dapat dikatakan relatif stabil, namun aktivitas pendirian bangunan keagamaan yang memakan biaya terlalu mahal tidak menjadi prioritas.

Pembangunan monumen keagamaan masa pemerintahan Sindok tetap dilakukan tetapi dengan menggunakan bahan-bahan yang bersifat organik seperti kayu sebagai material pokoknya karena bahan ini mudah didapat dan tidak membutuhkan biaya yang besar. (Rahardjo, 2011)


SUMBER INFORMASI

Sumber informasi mengenai Kerajaan Medang di Jawa Timur antara lain berupa prasasti berikut ;

→ Prasasti Mantyasih
→ Prasasti Pucangan
→ Prasasti Gedangan
→ Prasasti Sangurah
→ Prasasti Dinoyo
→ Prasasti Wantil
→ Prasasti Tanggeran
→ Prasasti Bangil
→ Prasasti Lor
→ Kitab Sang Hyang Kamahayanikam
→ kitab Siwasasana


RAJA RAJA YANG BERKUASA

Kerajaan Medang pada periode Jawa Timur pernah diperintah oleh sejumlah raja sebagai berikut ;

Mpu Sindok

Sri Icanatunggawijaya, yang merupakan putri dari Mpu Sindok

Sri Lokapala, yang merupakan mantu dari Mpu Sindok sekaligus suami dari Sri Icanatunggawijaya

Mangkuthawangsawardhana yang merupakan anak dari  Sri Lokapala dan Sri Icanatunggawijaya

Dharmawangsa Teguh, yang sekaligus merupakan mertua dari Airlangga yang kelak menjadi Raja di Kahuripan setelah runtuhnya Kerajaan Medang


PERISTIWA-PERISTIWA PENTING

Adapun peristiwa pnting yang pernah berlangsung di Kerajaan Medang antara lain :

❶ Pemberian anugrah desa Bungur Lor dan desa Astana kepada para pendeta Budha di Bodhinimba :

Peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan Sri Lokapala yang termaktub dalam Prasasti Gedangan tahun 950 M.

❷ Disadurnya Kitab Mahabharata ke dalam bahasa Jawa Kuno :

Peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan Dharmawangsa Teguh

❸ Dilakukannya serangan terhadap Sriwijaya :

 Menurut Soekmono serangan yang dilakukan oleh Dharmawangsa Teguh ini berhasil mengalahkan Sriwijaya. Untuk beberapa saat lamanya Sriwijaya berhasil diduduki. Itulah sebabnya utusan Sriwijaya yang sebelumnya datang ke Tiongkok tidak bisa pulang kembali ke sriwijaya disebabkan negaranya sedang diduduki oleh musuh.

❹ Serangan Kerajaan Sriwijaya :

 Serangan Kerajaan Sriwijaya tersebut merupakan dendam lama terhadap Kerajaan Mataram Kuno. Serangan Kerajaan Sriwijaya tersebut  mengakibatkan terjadinya pertempuran di daerah Anjukladang (sekarang Nganjuk) yang berhasil dimenangkan oleh Mpu Sindok.

❺ Serangan Aji Wurawari : 

Aji Wurawari adalah sekutu dari Kerajaan Sriwijaya. Serangan terhadap Watan yang merupakan pusat dari Kerajaan Medang tersebut mengakibatkan Dharmawangsa Teguh tewas. Hancurnya Kerajaan Medang disebut dengan istilah Mahapralaya. Hal ini didasarkan atas Prasasti Pucangan. Runtuhnya kerajaan ini diperkirakan terjadi antara tahun 1006 sampai 1016 M.

Beberapa tahun kemudian, seorang pangeran berdarah campuran Jawa dan Bali yang lolos dari Mahapralaya tersebut tampil membangun kerajaan baru sebagai kelanjutan dari Kerajaan Medang. Pangeran tersebut bernama Airlangga. Airlangga merupakan keturunan Mpu Sindok. Kerajaan baru yang I dirikan kemudian dikenal dengan nama Kerajaan Kahuripan. (Abimanyu, 2014)

KEHIDUPAN SOSIAL BUDAYA

Kehidupan sosial budaya masyarakat kerajaan Medang dapat dilihat sebagai berikut :

❶ Kehidupan perekonomian

Kehidupan ekonomi masa Kerajaan Medang ditandai oleh adanya pembagian kerja dan spesialisasi kerja yang cukup rinci di masyarakat. Selain itu juga terdapat sejumlah profesi selain profesi utama seperti petani, pegawai kerajaan dan pedagang, diantaranya adalah :

→ andyun : pembuat tempayan
→ angendi : pembuat kendi
→ apande salwir ning apande : segala macam penempa logam
→ undahagi : tukang kayu
→ amaranggi : pembuat hiasan pada benda-benda kayu
→ jalagraha : pengatur permainan air
→ angukir : pemahat
→ anglukis : pelukis
→ angapus : penyair
→ majahit ; pembatik
→ awayang : pemain wayang
→ men-men : pertunjukan keliling
→ ijo-ijo ; pelawak
→ amidu : penyanyi
→ amacangah : pembawa berita
→ anggoda (pemain ronggeng ?)

Semua profesi di atas menurut sumber Jawa Kuno termasuk ke dalam kategori wulu wulu, yakni suatu golongan pekerjaan yang mempunyai kedudukan rendah dalam masyarakat. Kelompok pekerjaan tersebut bersama para pedagang dalam Kitab Siwasasana termasuk kaum Sudra, yakni kasta terendah dari empat kasta dalam tata sosial masyarakat Hindu. (Rahardjo, 2011)

Berdasarkan sistem kasta di Kerajaan Medang, masyarakat dibagi berdasarkan profesi utama yang menempatkan kaum agamawan yaitu para Brahmana pada lapisan teratas, kemudian disusul dengan kaum bangsawan (ksatria) pada lapisan kedua. Setelah itu terdapat kaum pedagang, petani, dan pengrajin yang tergolong ke dalam kasta Waisya.

Sedangkan pada laisan terbawah adalah kaum sudra yang terdiri atas sebagian besar anggota masyarakat biasa dan para hamba sahaya. Sistem kasta tersebut menegaskan bahwa elit agama dan elit politik menempati kedudukan yang istimewa.










REFERENSI :


Dennys Lombard, Nusa Jawa Silang Budaya 3, Jakarta : Gramedia, 2008

Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2, Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 1991

Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia II, Jakarta : Balai Pustaka, 1993

N.Daldjoeni, Geografi Kesejarahan Indonesia, Bandung : Penerbit Alumni, 1992

Soedjipto Abimanyu, Babad Tanah Jawi, Jakarta : Laksana, 2014

Supratikno Rahardjo, Peradaban Jawa Dari Mataram Kuno Sampai Majapahit Akhir, Depok : Komunitas Bambu, 2011







Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSIOLOGI PEMBUNUHAN

STATUS OBJEKTIF DAN STATUS SUBJEKTIF

TAWURAN SEBAGAI SUATU GEJALA SOSIAL (ANALISIS SOSIOLOGIS KONFLIK SOSIAL DI PERKOTAAN)