SITUASI POLITIK DI BELANDA DAN AGRESI MILITER BELANDA II
SITUASI POLITIK DI BELANDA DAN AGRESI MILITER
BELANDA II
PENGANTAR
Agresi Militer Belanda
yang Kedua dimulai pada tanggal 19 Desember 1948. Agresi militer Belanda
tersebut merupakan buntut dari kebuntuan diplomasi antara RI dan Belanda.
Serangkaian perundingan yang diadakan antara Republik dan Belanda mengalami
kegagalan, misalnya kegagalan perundingan antara Hatta dan Van Mook.
Kedua belah pihak juga saling
tuduh menuduh terkait dengan pelanggaran kesepakatan Renville maupun terkait
dengan pelanggaran genjatan senjata. Pada kenyataannya memang kerap kali
terjadi pelanggaran genjatan senjata baik yang dilakukan oleh pihak RI maupun
Belanda
Van Mook sendiri
sebagai perwakilan Belanda beranggapan tidak ada gunanya berunding dengan pihak
RI
Di sisi lain Komisi
Tiga Negara yang dibentuk pasca Agresi Militer Belanda yang pertama semakin
tidak efektif. Salah satu sebabnya adalah kedudukan KTN yang selalu berpindah-pindah
antara Jakarta dan Yogyakarta sehingga tidak bisa membuat keputusan yang
memadai dan memuaskan kedua belah pihak.
Selain itu muncul
keraguan bahwa KTN akan mampu menyelesaikan persoalan antara Belanda dan RI. Bahkan Belanda
melakukan tindakan-tindakan yang menghambat upaya Merle Cochran dari KTN untuk
mendapatkan informasi
SITUASI POLITIK DAN EKONOMI DI NEGERI BELANDA
Menjelang Agresi
Militernya yang kedua situasi di Negeri Belanda ditandai oleh berkembangnya
konservatifisme. Hal itu dapat dilihat dari hal-hal berikut :
→ Kabinet Belanda bergeser
ke “kanan”
→ Kementerian Luar
Negeri dan Peperangan dipegang oleh partai politik yang beraliran ”kanan”
→ golongan sosialis
Belanda tidak lagi memegang Kementerian Luar Negeri dan Peperangan
→ pertentangan antara
Stikker yang liberal dan Sassen yang konservatif
→ Menteri Sassen dari
partai Katolik memiliki pandangan yang kaku dalam persoalan Indonesia
→ perbedaan pandangan
kalangan Belanda antara Batavia dan Den Haag
→ Van Mook
diberhentikan oleh Belanda
→Bell diangkat sebagai
wakil Tinggi Mahkota Belanda di Indonesia
Di Negeri Belanda
ketidakpuasan terhadap situasi di Indonesia juga meluas di kalangan rakyat dan
publik Belanda. Rakyat Belanda jengkel dengan berlarut-larutnya pertikaian
antara Belanda dan Indonesia karena situasi tersebut mengakibatkan stagnasi
perekonomian di Negeri Belanda.
Kondisi ekonomi Negeri
Belanda saat itu mengalami kekacauan sebagai dampak dari Perang Dunia Kedua dan
pendudukan Jerman atas Negeri Belanda serta pendudukan Jepang atas Hindia
Belanda.
Semenjak Indonesia
lepas dari kekuasaan Belanda pasokan sumber-sumber ekonomi ke Nederland
mengalami hambatan. Belum lagi besarnya pengeluaran Belanda untuk sektor
militer di Indonesia pasca Perang Dunia.
STRATEGI
BELANDA
Kekacauan politik pasca
Perundingan Renville dimanfaatkan oleh Belanda untuk menjalankan rencananya
memecah belah Indonesia. Hal itu dilakukan dengan cara merencanakan pembentukan
sejumlah negara boneka seperti :
● Negara Pasundan
● Negara Sumatera Timur
● Negara Madura
● Negara Pasundan
● Negara Jawa Timur
Pembentukan negara-negara
boneka tersebut antara lain dimotori oleh Recomba Van Der Plas. Van Der Plas
adalah tangan kanan Van Mook yang memang ditugaskan untuk merealisasikan
rencana Belanda untuk mensponsori pembentukan negara-negara federal, seperti
yang dilakukannya dengan membuka Konferensi Bondowoso yang diadakan untuk
membentuk Negara Jawa Timur.
Walaupun demikian,
sejumlah pimpinan negara federal tersebut tidak serta merta menerima keputusan
Belanda bulat-bulat. Banyak hal yang tidak diterima oleh para pemimpin negara
federal. Misalnya Belanda bersikeras ingin membentuk pemerintahan interim tanpa
melibatkan RI.
Hal itu ditentang oleh
beberapa pemimpin federal. Kaum federalis menuntut dilibatkan dalam
pemerintahan interim yang akan dibentuk Belanda. Ketegangan ini sampai
berlarut-larut ketika terjadi pertentangan antara kaum federal dan Belanda pada
perundingan di Kaliurang.
Di tingkat diplomasi
internasional Belanda berupaya memengaruhi opini negara-negara di dunia terkait
konfliknya dengan Indonesia. Nederland bahkan bersikeras tidak mau mengakui
campurtangan Dewan Keamanan PBB dalam urusan Indonesia. Belanda menganggap
konfliknya dengan Indonesia merupakan urusan internal sesuai dengan kesepakatan
Renville.
Selain itu Belanda juga
berupaya untuk mencari dukungan dari sejumlah negara kolonial seperti Belgia
dan Prancis terkait rencana aksi militernya. Belanda berharap akan mendapatkan
dukungan dari dua negara Eropa tersebut dalam Sidang Dewan Keamanan
Perserikatan Bangsa-Bangsa jikalau Belanda telah meancarkan agresi militernya
ke wilayah Republik.
Tentu saja Belanda juga
melakukan upaya lobby kepada Amerika Serikat. Dukungan dari Amerika Serikat
dianggap sebagai faktor penting mengingat Amerikalah yang merupakan negara
penentu dalam politik global pasca Perang Dunia Kedua.
Amerika juga merupakan
negara yang menyokong ekonomi dan keuangan Belanda pasca perang. Melalui
bantuan Marshall Plannya, Amerika Serikat menggelontorkan jutaan dolar kepada
negara-negara Eropa Barat termasuk Belanda untuk pemulihan perekonomiannya.
SITUASI
DI DAERAH PENDUDUKAN
Sementara itu
ketegangan juga terjadi di daerah-daerah yang diduduki oleh Belanda. Di
daerah-daerah yang diduduki oleh Belanda pasca Agresi Militernya yang pertama tersebut
Belanda berupaya memperkuat cengkeramannya terhadap penduduk di wilayah
tersebut, misalnya Belanda melakukan sejumlah tindakan seperti melakukan
hukuman mati terhadap pejuang RI di wilayah pendudukan
Belanda semakin
bertindak agresif dengan melakukan penyerobotan Kompleks Pegangsaan Timur 56.
Belanda juga secara sepihak melakukan pendudukan atas Rumah Sakit Salemba di
Jakarta.
Situasi di daerah
pendudukan juga ditandai oleh terjadinya sejumlah pembelotan yang dilakukan
oleh tokoh-tokoh sipil dan militer Indonesia ke wilayah pendudukan Belanda.
Diantaranya adalah pembelotan yang dilakukan oleh Rooseno dan Didi Kartasasmita.
Pembelotan sejumlah
tokoh ke wilayah pendudukan Belanda karena pada saat itu kondisi perekonomian
di wilayah Republik memang sangat tidak kondusif. Di wilayah Republik lapangan
pekerjaan sangat terbatas, belum lagi adanya kelangkaan barang-barang kebutuhan
pokok, sehingga kehidupan di wilayah Republik menjadi sangat memprihatinkan.
SITUASI
MENJELANG AGRESI
Menjelang agresi
Belanda terus melakukan propaganda untuk melemahkan kedudukan RI. Saat itu juga
berkembang desas desus bahwa Belanda akan melakukan Doorstoot ke wilayah republik. Desas desus tersebut terkonfirmasi
dengan diadakannya persiapan-persiapan perang yang dilakukan oleh Belanda.
Belanda kemudian mendatangkan peralatan perangnya ke Indonesia.
Sementara itu media
Belanda juga berkontribusi memanaskan situasi. Ketika itu pers Belanda
melakukan provokasi perang dengan menyudutkan Republik.
Ketika keadaan semakin
memanas, Belanda lalu melakukan tekanannya yang terakhir. Belanda kemudian
menyatakan tidak mau lagi mengakui Perjanjian genjatan senjata.
Detik-detik menjelang
agresinya Belanda kemudian secara intensif mulai melakukan pergerakan angkatan
perangnya mendekati garis demarkasi. Belanda kemudian melakukan gerakan militer
di sejumlah daerah pendudukannya seperti di Jakarta, Surabaya, Semarang dan Bandung.
Menjelang agresinya
Belanda juga mempercepat pelaksanaan jam malam di Jakarta. Militer Belanda juga
melakukan penangkapan-penangkapan terhadap sejumlah pembesar Republik dan melakukan
penggeledahan di rumah sekretaris delegasi Indonesia
REFERENSI
:
A.H.Nasution, Sekitar
Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid 9, Bandung : Angkasa,1993
===Agens128 bagi uang Tunai===
Pakai Pulsa Tanpa Potongan
Juga Pakai(OVO, Dana, LinkAja, GoPay)
Support Semua Bank Lokal & Daerah Indonesia
Game Populer:
=>>Sabung Ayam S1288, SV388
=>>Sportsbook,
=>>Casino Online,
=>>Togel Online,
=>>Bola Tangkas
=>>Slots Games, Tembak Ikan
Permainan Judi online yang menggunakan uang asli dan mendapatkan uang Tunai
|| Online Membantu 24 Jam
|| 100% Bebas dari BOT
|| Kemudahan Melakukan Transaksi di Bank Besar Suluruh INDONESIA
WhastApp : 0852-2255-5128
Agens128Agens128