POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA PADA MASA REVOLUSI : MENDAYUNG DIANTARA DUA KARANG

POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA PADA MASA REVOLUSI : MENDAYUNG DIANTARA DUA KARANG

 

PENGANTAR

Secara normatif dan konstitusional politik luar negeri Indonesia menganut prinsip bebas dan aktif. Prinsip ini menetapkan banhwa negara dan pemerintah Republik Indonesia tidak akan memihak salah satu dari kekuatan yang ada terutama pada masa Perang Dingin yaitu Blok Barat dan Blok Timur.

Politik luar negeri bebas aktif juga mensyaratkan agar Indonesia mengambil peran lebih besar dalam menyelesaikan persoalan-persoalan di dunia. Gagasan ini juga menghendaki agar bangsa dan negara serta pemerintah Republik Indonesia tidak hanya menjadi pion yang pasif dalam percaturan internasional.

Gagasan politik bebas aktif menuntut Indonesia agar bersikap pro aktif dalam dinamika politik dan persoalan internasional yang sedang terjadi.

Gagasan mengenai politik luar negeri yang bebas dan aktif ini sebenarnya pertama kali dikemukakan oleh Mohammad Hatta pada masa sebelum Indonesia merdeka, yaitu pada masa Pergerakan Nasional di tahun 1920-an.

Ketika itu Hatta memiliki prinsip bahwa Indonesia jangan sampai menjadi bidang dari kekuatan-kekuatan asing di dunia. Indonesia harus menunjukkan eksistensinya sebagai negara berdaulat yang tidak mau didikte oleh kekuatan asing manapun.

Akan tetapi dalam realitas sejarahnya prinsip tersebut tidak selalu mudah diterapkan. Di satu sisi tekanan dari kekuatan-kekuatan adidaya yang ada yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet kepada Indonesai agar bergabung ke dalam kubunya sangat besar.

Kedua-duanya mengiming-imingi dukungan dan bantuan ekonomi, politik, dan militer kepada Indonesia agar mau bergabung ke dalam orbit kekuasaannya.

Di sisi lain dinamika politik dalam negeri Indonesia juga diwarnai oleh adanya kelompok-kelompok kepentingan yang memiliki orientasi politik luar negeri yang berbeda-beda.

Ada kelompok yang ingin agar Indonesia menjalin hubungan dekat dengan Uni Soviet, ada juga yang mendorong agar Indonesia menjadi semakin dekat dengan Amerika Serikat dan ada pula yang bersikukuh agar Indonesia tetap berada di tengah-tengah diantara kedua negara adidaya tersebut.

Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia sepanjang sejarahnya ditentukan oleh sejumlah hal seperti intensitas intervensi kepentingan luar, ideologi politik dari pemerintahan yang berkuasa, dan dinamika politik dalam negeri.

Ketika berdirinya Republik pada awalnya pemerintah berupaya menjaga netralitas dalam menyikapi konflik antara kekuatan-kekuatan dunia saat itu, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet.

Akan tetapi ketika Amir Syarifudin menjabat sebagai perdana menteri, ada upaya agar dilakukan pendekatan lebih intens kepada Uni Soviet. Amir berupaya agar dibuka hubungan diplomatik antara Indonesia dan Uni Soviet.

Hal itu terlihat dari upaya Suripno untuk memuluskan perluasan hubungan antara Indonesia dan Uni Soviet. Pada saat itu kelompok kiri berusaha menyakinkan pimpinan Republik yang lain bahwa hanya Sovietlah yang mampu memberikan dukungan kepada Indonesia dalam menghadapi Belanda.

Akan tetapi upaya untuk mendekatkan Indonesia dan Uni Soviet ini gagal setelah kelompok kiri di bawah pimpinan Amir Syarifudin dan Musso melakukan petualangan politik dengan melakukan pemberontakan di Madiun pada Bulan September 1948.

Ketika Hatta menjabat sebagai perdana menteri menggantikan Amir, Hatta menegaskan kembali politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif. Hatta di satu sisi bersikap tegas dalam menumpas pemberontakan FDR/PKI.

Bahkan sebelas pimpinan pemberontakan diantaranya adalah Amir Syarifudin dan Suripno dihukum mati setelah ditangkapnya elit-elit PKI di Bulan Desember 1948. Muso sendiri sebelumnya sudah tewas dalam insiden tembak menembak dengan TNI.Sikap tegas Hatta ini sekaligus membuyarkan anggapan selama ini bahwa Indonesia adalah negara komunis.

Di sisi lain, Hatta menolak bantuan Belanda untuk menumpas pemberontakan PKI. Di tengah keterbatasan militer, Republik dengan kaki sendiri berhasil merebut kembali Madiun dan menyelesaikan pemberontakan PKI tanpa bantuan sedikitpun dari negara-negara Barat.

Adapun tuduhan dari kalangan Komunis bahwa pemerintahan Hatta mendapatkan bantuan dari Amerika Serikat melalui Merle Cochran tidak dapat dibuktikan secara memadai mengingat keterangan tersebut didapat dari sumber-sumber Komunis.

 

 

REFERENSI :

 

Harry A. Poese, Madiun 1948 PKI Bergerak, Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Komentar

  1. ===Agens128 Bandar Judi Online Free Coin===

    Pakai Pulsa Tanpa Potongan
    Juga Pakai(OVO, Dana, LinkAja, GoPay)
    Support Semua Bank Lokal & Daerah Indonesia
    Game Populer:
    =>>Sabung Ayam S1288, SV388
    =>>Sportsbook,
    =>>Casino Online,
    =>>Togel Online,
    =>>Bola Tangkas
    =>>Slots Games, Tembak Ikan
    Permainan Judi online yang menggunakan uang asli dan mendapatkan uang Tunai
    || Online Membantu 24 Jam
    || 100% Bebas dari BOT
    || Kemudahan Melakukan Transaksi di Bank Besar Suluruh INDONESIA

    WhastApp : 0852-2255-5128
    Agens128 Agens128

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSIOLOGI PEMBUNUHAN

STATUS OBJEKTIF DAN STATUS SUBJEKTIF

TAWURAN SEBAGAI SUATU GEJALA SOSIAL (ANALISIS SOSIOLOGIS KONFLIK SOSIAL DI PERKOTAAN)