PERALIHAN KEKUASAAN POLITIK DI KAMBOJA : DARI SIHANOUK SAMPAI KHMER MERAH
PERALIHAN
KEKUASAAN POLITIK DI KAMBOJA : DARI SIHANOUK SAMPAI KHMER MERAH
Sampai dengan Perang Dunia II, Kamboja merupakan jajahan
dari Prancis. Ketika Jepang melancarkan serangannya di kawasan tersebut,
Kamboja kemudian dikuasai secara singkat oleh Jepang.
Ketika Perang Dunia II berakhir dengan kekalahan Jepang,
Kamboja kembali menjadi koloni Prancis. Setelah itu Prancis kemudian
memerdekakan Kamboja dan mengangkat seorang bangsawan, Norodom Sihanouk sebagai
raja di Kamboja.
Pada saat terjadinya Perang Vietnam antara Vietnam Utara
dan Vietnam Selatan, Sihanouk diindikasikan memberikan dukungan kepada kelompok
Vietcong, yaitu kelompok gerilyawan komunis di Vietnam Utara.
Bantuan yang diberikan antara lain memberikan akses kepada
Vietcong agar dapat masuk ke wilayah Kamboja dan melakukan operasi militer dari
sana.
Amerika Serikat geram dengan hal ini. Amerika kemudian
menggerakkan pionnya, seorang marsekal dari Angkatan Bersenjata Kamboja yang
bernama Lon Nol untuk merebut kekuasaan dari tangan Sihanouk.
Ketika Sihanouk sedang melakukan kunjungan ke Beijing, Lon
Nol dengan bantuan Amerika Serikat berhasil menggulingkan pemerintahan Sihanouk
sekaligus mendudukkan dirinya sebagai penguasa baru Kamboja.
Pemerintahan Lon Nol
berjalan tidak efektif. Pemerintahannya diwarnai oleh merebaknya korupsi,
birokrasi yang tidak efisien dan oleh karena itu dibenci oleh rakyat Kamboja.
Berkuasanya Lon Nol dengan dukungan Amerika Serikat
mendorong kelompok komunis Kamboja yang bernama Khmer Merah meningkatkan
oposisinya. Pada tahun 1975 kelompok komunis radikal tersebut berhasil masuk ke
Pnom Penh dan merebut kekuasaan di Kamboja.
Dengan susah payah Lon Nol dengan bantuan Amerika dan
negara-negara sekutunya seperti Filiphina dan Indonesia melarikan diri dari
Kamboja ke Bali, Filiphina dan kemudian menetap di Hawaii.
Berkuasanya Khmer Merah di Kamboja merupakan awal dari
petaka bagi rakyat Kamboja. Khmer Merah yang diketuai oleh Pol Pot, Ieng Sary,
dan Kieu Samphan kemudian menerapkan komunisme secara brutal.
Tercatat lebih dari satu juta rakyat Kamboja tewas pada
masa kekuasaan kelompok Khmer Merah. Mereka tewas antara lain dibunuh secara sistematis
dan juga disebabkan karena mati kelaparan.
Kelompok Khmer Merah tidak menolerir sedikitpun terhadap
lawan-lawan politik ideologis mereka. Semua yang dianggap sebagai anti-komunis
dibantai tanpa pertimbangan yang lama. Banyak diantara mereka yang harus
melewati masa penyiksaan yang di luar batas kemanusiaan.
Pada masa kekuasana Khmer Merah didirikan sebuah kamp
konsentrasi yang bernama Tuol Sleng. Di kamp inilah diperkirakan lebih dair
duapuluh ribu ornag tewas secara mengenaskan setelah sebelumnya harus melewati
beragam jenis penyisaan terlebih dahulu.
Kekuasaan Khmer Merah tidak berlangsung lama. Vietnam
kemudian pada akhir tahun 1978 melakukan invasi ke Kamboja untuk menumbangkan
pemerintahan Khmer Merah yang dipimpin oleh Pol Pot tersebut.
Setelah menduduki Kamboja, Vietnam kemudian mendirikan
pemerintahan boneka di bawah Heng Samrin dan HunSen pada awal tahun 1979.
Tindakan Vietnam itu dikecam oleh RRT yang merupakan sekutu
Khmer Merah yang digulingkan oleh Vietnam. Pada 17 Februari 1979, Cina
mengerahkan 600.000 pasukannya untuk menghukum Vietnam.
Vietnam memberikan alasan mengenai invasinya tersebut.
Menurut Vietnam tindakannya merupakan bentuk upaya Vietnam untuk membebaskan
rakyat Kamboja dalam kekuasaan kelompok Khmer Merah yang sangat kejam.
Rakyat Kamboja sendiri banyak yang bersyukur dengan
tmbangnya pemerintahan Khmer Merah. Rakyat Kamboja banyak yang tidak melihat
tentara Vietnam sebagai agresor, mereka justru lebih melihat tentara Vietnam
sebagai pembebas yang telah membebaskan mereka dari kekecaman dan kebrutalan
Khmer Merah.
Cina kemudian melakukan tindakan militer dengan melakukan
pengeboman kepada sejumlah objek di Vietnam sebagai ‘hukuman” atas agresinya
terhadap Kamboja Demokratik sebutan bagi pemerintahan Komunis Khmer Merah.
Serangan Cina tersebut kemudian dihadapi oleh Vietnam
dengan dukungan dari Uni Soviet. Kedekatan Vietnam ini kemudian berlanjut
ketika Vietnam memberikan kepada Uni Soviet dua bekas pangkalan militer Amerika
Serikat di Vietnam, yaitu di Teluk Cam Ranh dan Danang.
Invasi dan pendudukan tentara Vietnam di Kamboja telah
menimbulkan kegentingan regional. Thailand sebagai slaah satu negara ASEAN
berteriak meminta agar ASEAN terlibat dalam mengatasi persoalan tersebut.
Negara-negara yang tergabung ke dalam ASEAN khususnya
Indonesia kemudian berinisiatif mengajukan usulan perdamaian di Kamboja.
Beberapa poin unulan tersebut antara lain memuat ketentuan sebagai berikut ;
♦ mendorong Vietnam segera menarik pasukannya dari Kamboja
♦ memberi kesempatan kepada rakyat Kamboja untuk menentukan
nasibnya sendiri dengan diadakannya pemilihan umum dengan supervisi
Perserikatan Bangsa-Bangsa
♦ mencegah keterlibatan sejumlah kekuatan global seperti
Cina, Amerika Serikat dan Uni Soviet dalam konflik di Kamboja
♦ mendorong keterlibatan komunitas ASEAN untuk penyelesaian
konflik di Kamboja
♦ mencegah jangan sampai kelompok Khmer Merah kembali
berkuasa
REFERENSI
:
Haing Ngor, Neraka Kamboja, Awal Mula, Jakarta : Gramedia,
1990
Haing Ngor, Neraka Kamboja, Siksa dan Derita, Jakarta :
Gramedia, 1990
Robert A.
Scalapino dan Yusuf Wanandi, Asia Tenggara Dalam Tahun 1980-an, Jakarta : CSIS,
1985
Taufik Ismail, Katasrofi Mendunia, Marxisma Leninisma,
Stalinisma, Maoisma, Narkoba, Jakarta : Yayasan Titik Infinitum, 2004
Komentar
Posting Komentar