SOSIALISASI BERDASARKAN PERSPEKTIF DURKHEMIAN
SOSIALISASI BERDASARKAN PERSPEKTIF DURKHEMIAN
SOSIOLOGI EMILE DURKHEIM
Durkheim dikenal sebagai tokoh yang
berupaya untuk menjadikan sosiologi menjadi sebuah disiplin ilmu yang otonom.
Oleh karena itu ia memisahkan antara filsafat dan psikologi-yang dianggapnya
spekulatif-dengan sosiologi (yang bersifat empiris).
Sosiologi Durkheim menjadi fondasi
bagi perkembangan teori fungsionalisme struktural yang merupakan sosiologi arus
utama dalam ranah teori-teori sosial khususnya sosiologi.
Secara politik, Durkheim adalah
seorang liberal, tetapi secara intelektual ia tergolong seorang konservatif.
Durkheim menentang Revolusi sebagaimana Comte Karena ia membenci kekacauan
sosial. Intisari dari teori Durkheim adalah tentang bagaimana membentuk suatu tatanan
sosial yang langgeng dan mewujudkan keteraturan sosial.
Sebagian besar karya Dukheim
tercurah pada studi tentang tertib sosial. Menurutnya, kekacauan sosial
bukanlah keniscayaan dari kehidupan modern. Potensi kekacauan dapat dikurangi
dengan melalui reformasi sosial.
Konsep-konsep sosiologi Durkheim dapat dilihat dari sejumlah
bukunya antara lain :
1.The Division of Labour And
Society (1893)
2.The Rule of Sociological Methode
(1895)
3.Suicide (1897)
4.The Elementary Form of Religious
Life (1912)
Di dalam karya-karya Durkheim
tersebut didapati sejumlah konsep sentral dalam sosiologi Durkheim, diantaranya
adalah :
1.Fakta Sosial (Social Fact)
2.Struktur Sosial (Social
Structure)
3.Solidaritas Sosial (Social
Solidarity)
4.Kesadaran Kolektif (Collective
Counsciousness)
5.Solidaritas Mekanik & Organik
(mechanic and organic solidarity)
6.Anomie
Bunuh diri merupakan salah satu kajian dalam
sosiologi Durkheim. Durkheim mengkaji dan menganalisa bunuh diri dalam kerangka
disiplin ilmu sosiologi. Buku karyanya yang berjudul Suicide secara tegas ditujukan untuk menerapkan pokok persoalan
sosiologi dan metode sosiologi. Menurut Durkheim Bunuh diri merupakan sebuah
Fakta Sosial yang bersifat eksternal, koersif, objektif dan general.
Bunuh diri dalam kajian Durkheim bukan disebabkan oleh faktor
hereditas,geografi dan psikologi, tetapi lebih disebabkan oleh faktor-faktor
sosial/masyarakat. Selanjutnya menurut Durkheim, Fakta Sosial haruslah
diterangkan dengan Fakta Sosial lainnya.
Demikian pula dengan bunuh diri sebagai Fakta
Sosial, harus dikaitkan dengan faktor lain yang juga merupakan Fakta Sosial,
dan bukan fakta psikologis atau hukum alam.
Emile Durkheim termasuk sosiolog yang banyak
menganalisa hubungan antara agama dan masyarakat. Melalui bukunya yang
fenomenal, The Elementary form of
religious live (1961) Durkheim menganalisa hubungan antara agama dan
masyarakat dengan mempelajari kehidupan kepercayaan masyarakat primitif di
Oseania.
Menurut Sosiologi agama Durkheim agama
berfungsi mengintegrasikan masyarakat melalui sejumlah ritual keagamaan.Selain
itu agama juga berfungsi untuk membedakan antara yang suci dan yang tidak suci
(profan)
Di dalam bukunya, The Division of Labour And Society (1893), Durkheim menganalisa masyarakat dan perubahan yang
terjadi di dalamnya. Menurut Durkheim bertambahnya jumlah penduduk dan
perkembangan teknologi akan mengubah bentuk masyarakat yang semula bersifat
mekanik menjadi organik.
Masalah pokok yang merupakan inti
perhatian Durkheim dalam bukunya tersebut adalah tentang antar-hubungan antara
individu dengan masyarakat dalam dunia kontemporer.
Di satu pihak, perkembangan bentuk
modern dari masyarakat berasosiasi dengan perluasan ‘individualisme”. Ini
adalah suatu gejala yang jelas berkaitan dengan munculnya pembagian kerja, yang
menghasilkan spesialisasi fungsi pekerjaan orang, dan oleh karena itu membina
perkembangan bakat-bakat spesifik, kemampuan-kemampuan dan pendirian-pendirian
yang tidak dimiliki oleh setiap orang dalam masyarakat, tetapi yang hanya dimiliki
oleh kelompok-kelompok tertentu.
Perbedaan kedua bentuk masyarakat tersebut dapat dilihat sebagai
berikut:
Masyarakat mekanik |
Masyarakat organik |
homogen |
heterogen |
belum ada
pembagian kerja |
sudah ada
pembagian kerja |
kuatnya
kesadaran bersama |
kesadaran bersama melemah |
tidak ada
hubungan salingtergantung |
hubungan
salingtergantung |
solidaritas
atas dasar keseragaman |
solidaritas atas dasar keragaman |
integrasi
didasarkan kesamaan |
kontrol
sosial dilakukan oleh aparat hukum |
keterlibatan komunitas dalam kontrol sosial |
integrasi
didasarkan perbedaan |
hukum represif |
hukum
restitutif |
terdapat tindakan tradisional dan afektif |
terdapat
tindakan rasional instrumental |
terdapat
bunuh diri altruistik |
terdapat
bunuh diri anomik & egoistik |
SOSIALISASI
MENURUT EMILE DURKHEIM
Berdasarkan skema
yang dikemukakan oleh Durkheim di atas maka terlihat jelas adanya perbedaan
dalam pola sosialisasi antara masyarakat yang masih sederhana dan pola
sosialisasi dalam masyarakat yang sudha kompleks.
Dalam masyarakat mekanik yang masih sederhana dan homogen
agen sosialisasi yang utama adalah keluarga, seperti kerabat dan juga marga
atau klan (fam).
Keluarga kekerabatan memiliki pengaruh yang sanagt kuat
dalam membenntuk karakter individu sehingga dapat dikatakan adanya sebuah karakter
kolektif yang dimiliki oleh sebuah komunitas.
Aspek yang disosialisaiskn dlama masyaakat bertipe ini juga
seragam dan sama. Tidak ada pertentangan antara nilai yang satu dengan nilai
yang sama. Pun juga tidak terdapat perbedaan yang signifikan di antara para
agen sosialisasi yang ada.
Situasi yang demikian mengakibatkan terbentuknya
keseragaman pola fikir masyarakat yang menghasilkan adanya kesadaran kolektif
atau hati nurani kolektif (Collective Counsciousness) yang berfungsi menjaga
harmoni dan keteraturan sosial serta menjadin keberlangsungan tatanan sosial
dna tertib sosial yang ada.
Sebaliknya dalam masyarakat yang sudah modern dan kompleks
yaitu masyarakat dengan tipe solidaritas yang organik, agen sosialisasi yang
utama bukan saja keluarga, bahkan semakin modern masyarakat pengaruh keluarga
dalam menanamkan nilai-nilai dan norma-norma serta kebiasaan masyarakat semakin
memudar.
Dalam masyarakat modern peran sosialisasi banyak dilakukan
oleh lembaga-lembaga sosial modern seperti lembaga pendidikan, lembaga profesi,
negara, dan lain sebagainya.
Masing-masing lembaga ini kerap menyampaikan
gagasan-gagasan serta nilai budaya yang berbeda dengan nilai yang diterima oleh
individu di dalam keluarga mereka sebelumnya.
Kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya proses anomie.
Anomie menurut Durkheim merupakan sebuah situasi ketika nilai-nilai dan
norma-norma lama mulai memudar akan tetapi nilai-nilai dna norma-norma yang
baru belum sempurna terbentuk.
Akibat dari situasi ini adalah individu kehilangan pegangan
dan pedoman dalam kehidupannya dan hal ini berujung pada terancamnya tatanan
sosial lama.
REFERENSI
:
Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, sosiologi pengantar dan
terapan, Jakarta ; Prenada, 2014
Komentar
Posting Komentar