TELEVISI , SOSIALISASI DAN PERUBAHAN SOSIAL
TELEVISI
, SOSIALISASI DAN PERUBAHAN SOSIAL
PENGANTAR
Pada masanya Televisi merupakan sarana komunikasi yang
sangat memengaruhi masyarakat. Televisi menurut pandangan teori pos modernisme
dapat dikatakan sebagai sebuah fenomena akhir sosial.
Dikatakan demikian karena televisi telah menghapus
sekat-sekat sosial primordial dan kelas sosial. Artinya, televisi dikonsumsi
oleh semua masyarakat dan menjangkau semua kelas sosial yang ada di masyarakat.
Saking meluasnya pengaruh televisi sampai terdapat
informasi bahwa hampir tidak ada atau jarang sekali ada keluarga yang tidak
memiliki unit televisi di rumahnya. Hal ini kontras dengan situasi di tahun
1960-an dan 1970-an ketika televisi masih menjadi simbol status sosial. Hanya orang
yang berasla dari kelas sosial ataslah yang dapat menikmati siaran televisi.
Orang tua, anak-anak, perempuan, laki-laki, profesional,
pegawai negeri, orang kaya dan orang miskin dapat mengakses tayangan-tayangan
televisi. Di titik inilah televisi memiliki peran yang sangat penting dalam
menyampaikan gagasan ke masyarakat dan mendorong perubahan sosial.
Televisi mampu memunculkan wacana ke ruang publik. Televisi
juga memiliki pengaruh dalam memunculkan tokoh tertentu yang menjadikan tokoh
tersebut menjadi terkenal luas di masyarakat.
Di Amerika Serikat misalnya, penggunaan televisi pertama
kali telah membantu memenangkan John F.Kennedy dalam pemilihan presiden Amerika
Serikat saat itu.
Di Indonesiapun tokoh yang kerap muncul di ruang publik
seperti melalui televisi juga relatif memiliki fans dan dukungan yang luas
ketika tokoh tersebut mengikuti kontestasi pemilihan umum.
Memang dewasa ini televisi sudah mulai surut pengaruhnya
dalam membentuk masyarakat. Hal itu disebabkan dengan bermunculannya
media-media sosial atau media massa lain yang lebih menarik dan menjanjikan
serta lebih interaktif seperti Facebook, Instagram, Line, Youtube, dan lain
sebagainya.
Walaupun demikian tetap saja televisi memiliki
segmentasinya sendiri. Ada segolongan orang yang tetap menjadikan tayangan
televisi sebagai rujukan utama mereka dan menjadi sumber informasi yang
penting.
KATEGORI
TAYANGAN TELEVISI
Menurut Nengah Bawa Atmaja dan Luh Putu Sriariyani (2018)
dengan mengutip Williams (2009), acara-acara yang ditayangkan oleh televisi
dapat dikategorikan ke dalam beberapa kategori sebagai berikut :
1. Berita dan publik affair
2. Feature dan dokumenter
3.Pendidikan
4.Seni dan musik
5.Program-program untuk anak-anak
6. Drama
7.Film
8.Hiburan umum
9.Olahraga
10. Agama
11. Publisitas
12. Iklan-iklan komersial
Menurut Burton (2007) sebagaimana yang dikutip oleh Nengah
Bawa Atmaja dan Luh Putu Sriariyani (2018) dalam bukunya Sosiologi Media,
Perspektif Teori Kritis, televisi memiliki sejumlah keunggulan di antaranya
adalah :
- memberikan kesenangan akan pengakuan
- memberikan kesenangan akan refleksi
- memberikan kesenangan akan kelanjutan
- memberikan kesenangan akan keterlibatan
- memberikan kesenangan akan penyelaman
- memberikan kesenangan
akan informasi dan kepuasan
- memberikan kesenangan akan identitas diri
PERSPEKTIF
SOSIOLOGIS
Menurut George Ritzer dalam bukunya Teori Sosiologi Modern
televisi memiliki karateristik yang unik. Televisi menurut Ritzer memiliki ciri
sebagai berikut :
❶TV bersifat sangat konfliktual ;
Dalam hal ini televisi merupakan media massa yang mempertemukan
berbagai kepentingan baik kepentingan ekonomi,sosial,politik,
dan budaya yang saling bersaing satu sama lain. Di dalam televisi terdapat
pertemuan sejumlah gagasan, nilai, norma, kebiasaan, tata kelakuan yang
berbeda-beda bahkan saling bertolak belakang.
Mengutip perspektif Durkhemian, situasi inilah yang
mendorong terciptanya Anomie. Anomie dimaknai sebagai sebuah kondisi ketika
nilai-nilai lama mengalami kemunduran sedangkan nilai-nilai baru belum
sepenuhnya terbentuk.
Di dalam siaran televisi, nilai-nilai dan budaya yang ada
saling bersaing satu sama lain. Nilai dan budaya yang kalah dalam persaingan
tersebut lambat laun akan tersingkir dari ruang publik untuk kemudian ditinggalkan
oleh penganutnya.
Televisi juga menjadi sarana untk mempertontonkan
persaingan dan pertentangan yang ada di masyarakat. Hal ini dapat menimbulkan
pengaruh yang luas.
Misalnya konflik rumah tangga yang biasanya merupakan
konflik yang bersifat laten dapat muncul ke permukaan dan mewarnai ruang
publik. Konflik rumah tangga tersebut kemudian menjadi konsumsi publik.
Bahkan pernah terjadi ketika hubungan tidak mesra antara
suami dan istri berujung ke pengadilan karena sang suami menyatakan aib
istrinya ke ruang publik dan disiarkan berulang-ulang oleh sejumlah stasiun
televisi.
❷ TV sebagai ancaman terhadap demokrasi,
individualitas dan kebebasan.
Dalam konteks inilah televisi dianggap bukanlah media yang
sepenuhnya otonom. Televisi dan siaran-siarannya akan sulit memosisikan
independensi dirinya.
Hal itu disebabkan karena siaran televisi tidak dapat lepas
dari kepentingan pemiliknya dan para pemodalnya. Para pemilik siaran televisi
dan pengusaha yang menayangkan iklan di dalam siaran televisi akan mampu mengontrol
siaran-siaran dan tayangan-tayangan yang ada agar sesuai dengan kepentingannya.
Sifat televisi yang pervasif dapat membentuk masyarakat
sebagai sebuah entitas yang makin bersifat homogen. Fungsi laten televisi mampu
menjadikan selera dan cara berfikir setiap anggota masyarakat menjadi sama.
Pada masa Orde Baru misalnya, penguasa saat itu benar-benar
memanfaatkan televisi untuk menyeragamkan cara berfikir masyarakat. Televisi
digunakan untuk mendukung setiap kebijakan pemerintah yang ujung-ujungnya ingin
mempertahankan tatanan sosial yang ada dan status quo.
Pada saat itu awalnya hanya ada satu stasiun televisi yang
bersifat nasional yaitu TVRI. Semua siaran TVRI mendapatkan sensor yang ketat
dari pemerintah melalui Depatermen Penerangan. Konten siaran yang ditayangkan
atau tidak tergantung pada selera penguasa.
Hal ini jelas bertentangan dengan fungsi manifes televisi
yang seharusnya menjadi sarana untuk mencerdaskan masyarakat dan mengembangkan
kehidupan berdemokrasi.
❸ TV sebagai alat untuk mendominasi
masyarakat
Menurut Teori Kritis
yang banyak menyoroti dan menganalisa masyarakat dan kebudayaan pos modern,
televisi merupakan instrumen bagi kelas sosial yang berkuasa untuk memaksakan
kehendaknya kepada masyarakat.
Televisi sanggup membentuk cara berfikir tertentu yang
dikehendaki oleh penguasa maupun oleh pengusaha atau pemilik modal.
Sebuah kebenaran dapat direkonstruksi ulang oleh televisi
sehingga masyarakat melihat sebaliknya. Demikian pula, sesuatu yang salah atau
tidak signifikan dapat direkonstruksi oleh televisi menjadi seseuatu yang
bermoral dan memiliki posisi yang penting.
REFERENSI
:
Nengah Bawa Atmaja, Sosiologi Media, Perspektif Teori
Kriti, Depok : RajaGrafindo Persada, 2018
Ritzer, teori sosiologi modern, Jakarta : Kencana
Komentar
Posting Komentar