CORAK KEHIDUPAN KOTA
CORAK
KEHIDUPAN KOTA
ALIENASI
PERKOTAAN
Di antara segmen masyarakat di kawasan perkotaan adalah
kalangan buruh pabrik dan karyawan atau pegawai perusahaan atau perkantoran.
Mereka umumnya berasal dari kawasan pinggiran kota karena keterbatasan mereka
untuk dpaat memiliki rumah di pusat kota. Di Jakarta, mereka banyakmenghuni sejumlah
kawasan seperti Depok,Bogor, Tangerang, dan Bekasi.
Alienasi yang dialami oleh para buruh dan karyawan di
kawasan perkotaan terlihat jelas dari aktivitas mereka sehari-hari. Setiap hari
mereka harus menjalani rutinitas yang membosankan dan tidak bermakna. Di pagi
hari mereka harus berburu waktu untuk dapat tiba di tempat kerja mereka sebelum
terlambat.
Ketika mereka terlambat, mereka harus menerima pemotongan
gaji atau upah mereka yang memang sudah sangat sedikit. Banyak di antara para
pekerja kantor yang harus bangun pagi sekali dan berdesak-desakan di sarana
transportasi massal seperti Commuter Line.
Pemandangan Comuter Line atau kereta
api yang sudah snagat padat di pagi hari telah menjadi pemandangan yang rutin
sehari-harinya.
Di dalam kereta mereka relatif sibuk dengan aktivitasnya
masing-masing. Jarang di antara sesama pengguna kereta yang saling mengobrol.
Mereka lebih asyik bermain ponsel atau melanjutkan tidur mereka yang kurang di dalam
gerbong kereta.
Setibanya di kantor atau pabrik mereka harus menyesuaikan
diri dengan ritme kerja kantor yang serba mekanistis. Tindak tanduk mereka
selama di kantor selalu diawai baik oleh supervisor atau pengawas maupun oleh
sistem elektronik.
Kantor atau pabrik bagi para karyawan bukan dianggap oleh
para pegawainya atau buruhnya sebagai tempat mereka menemukan identitas sosial
dan membangun solidaritas.
Interaksi di lingkungan perkantoran sedemikian diawasi demi
mencapai target kerja yang telah ditantukan. Akibatnya mereka merasa teraingi
dengan lingkungan tempat kerja mereka.
Keterasingan ini bertambah ketika mereka tidak melihat
rekan kerja mereka—apalagi atasan---sebagai teman. Rekan kerja telah mengalami
perubahan makna. Rekan kerja telah menjadi saingan bagi para karyawan untuk
dpaat bertahan atau meniti jenjang karir di perusahaan.
Situasi sehari-hari dan bertahun-tahun yang dialami oleh
para buruh atau pekerja kantoran tersebut semakin memperkuat keterasingan yang
mereka alami.
Rutinitas menjemukan yang mereka alami telah menjadikan
nilai kemanusiaan emreka memudar. Mereka ibarat seperti mesin yang dapat
digerakkan sesuka pemilik modal atau pemilik perusahaan tempat mereka bekerja.
ANOMI
MASYARAKAT PERKOTAAN
Mengacu kepada konsep Durkheim mengenai Anomie, masyarakat
perkotaan merupakan tipe masyarakat yang mengalami proses perubahan makna
tersebut. Anomi yang dialami oleh masyarakat perkotaan dapat terlihat dari
adanya kebingungan para anggota masyarakat mengenai nilai dan norma yang
menjadi acuan hidup.
Penduduk kota umumnya adalah mereka yang berasa dari
daerah. Dulunya mereka adalah para urban yang datang dari berbagai daerah yang
berbeda-beda dan memiliki latar belakang sosial promordial yang juga
berbeda-beda.
Kedatangan mereka ke kawasan perkotaan kemudian membentuk
struktur sosial masyarakat yang heterogen. Masyarakat kota ditandai oleh adanya
keragaman kebudayaan dan identitas sosial.
Hal itulah yang menajdikan masyarakat perkotaan sulit untuk
menyepakati konsensus. Mereka juga sulit mengembangkan solidaritas dikarenakan
adanya sistem nilai dan budaya yang tidak sama di antara mereka satu sama lain.
Bakhan perbedaan-perbedaan sosial dan kelas sosial yang ada
justru menjadi suatu potensi yang dapat menimbulkan gesekan, persaingan dan
konflik sosial di kalangan penduduk kota.
Salah satu fenomena yang biasa terjadi di kawasan perkotaan
adalah seringnya terjadi konflik sosial antarwarga yang disebabkan oleh
pelbagai latar belakang, mulai dari perbedaan identitas primordial, perbedaan
kelas sosial, isu agama dan sektarian, serta isu-isu lainnya.
Anomie yang dialami oleh warga perkotaan pada akhirnya
dapat menimbulkan sejumlah dampak sebagai berikut :
❶ munculnya
kantong-kantong etnik dan gemeinschaft baru
❷
banyaknya jumlah penduduk yang pulang kampung ketika hari raya
❸ relatif
tingginya tingkat penyimpangan sosial
ANONIMITAS
PERKOTAAN
Masyarakat kota selain mengalami proses alienasi dan anomi
juga mengalami proses anonomitas. Anonimitas dimaknai sebagai sebuah proses
ketika seornag individu mengalami isolasi. Ia terisolir dari sesama penduduk
kota lainnya.
Seorang warga kota terbiasa hidup menyendiri ditengah
kumpulan massa sehingga ia merasakan kesendirian dan kesunyian di tengah-tengah
keramaian dan hiruk pikuk perkotaan.
Situasi anonim tersebut antara lain disebabkan karena sifat
masyarakat perkotaan yang sangat heterogen atau majemuk. Kemajemukan masyarakat
perkotaan disebabkan karena adanya proses urbanisasi.
Melalui urbanisasi penduduk dari kawasan pedesaan dan
pinggiran kota datang untuk mengadu nasib di kota. Sebagian di antara mereka
berhasil dan banyak di antara mereka yang gagal.
Para urban tersebut datang dari berbagai penjuru daerah
yang berbeda-beda. Mereka datang dengan membawa kebiasaan dan adat istiadat
dari daerah asal mereka.
Hal inilah yang menyebabkan warga kota merasa asing dengan
sesamanya. Mereka mengalami kesulitan untuk mengembangkan interaksi sosial dan
mewujudkan solidaritas.
REFERENSI
:
Andi Muawiyah Ramly, Peta Pemikiran Karl Marx, Materialisme
Dialektis dan Materialisme Historis, Yogyakarta : LkiS, 2007
Anthony Giddens, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern, Suatu
Analisis Terhadap Karya Tulis Marx, Durkheim dan Max Weber, Jakarta : UI Press,
1986
Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan,
Jakarta : Prenada, 2014
Bagong Suyanto, Sosiologi Ekonomi,
Kapitalisme dan Konsumsi di Era Masyarakat Post-Modernisme,Jakarta :
Kencana,2013
Damsar, Pengantar Teori Sosiologi,
Jakarta : Kencana,2015
Damsar, Pengantar Sosiologi
Perkotaan, Jakarta ; Kencana, 2017
Frans Magnis Suseno, Pemikiran Karl
Marx, Dari Sosialisme Utopis Ke Perselisihan Revisionis, Jakarta : Gramedia,
1999
Francisco Budi Hardiman, Kritik
Ideologi, Pertautan Pengetahuan Dan Kepentingan,Yogyakarta : Kanisius,1990
George Ritzer, Teori Marxis dan Berbagai Ragam Teori
Neo-Marxian, Yogyakarta : Kreasi Wacana, 2016
Herbert Marcuse, Manusia Satu
Dimensi, Bentang : Yogyakarta, tanpa tahun
Jon Elster, Marxisme, Analisis
Kritis, Jakarta : Prestasi Pustakaraya, 2000
L.Laeyendecker, Tata, Perubahan, dan Ketimpangan, Suatu
Pengantar Sejarah Sosiologi, Jakarta : Gramedia, 1983
Komentar
Posting Komentar