PEMERINTAHAN REVOLUSIONER REPUBLIK INDONESIA
PEMERINTAHAN
REVOLUSIONER REPUBLIK INDONESIA
PENGANTAR
Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di mata pemerintah pusat yang berkuasa
saat itu adalah sebuah pemberontakan. PRRI dianggap hendak mendirikan sebuah
negara baru dengan mengeluarkan mata uang dan materai tersendiri.
Perbuatan
tersebut dianggap sebagai sebuah pembangkangan terhadap pemerintah pusat.
Apalagi PRRI mengupayakan adanya dukungan internasional dari negara-negara Blok
Barat untuk kepentingan politiknya.
Akan tetapi
bagi para pelakunya, PRRI merupakan upaya untuk meluruskan penyimpangan yang
dilakukan oleh pemerintah pusat. Pemerintah dianggap telah lalai dalam
mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Pemerintah
pusat juga dianggap abai dalam memperhatikan kepentingan daerah. Tokoh-tokoh
PRRI menilai pemerintah hanya menitikberatkan pembangunan di Pulau Jawa saja
dan mengabaikan pembangunan di daerah. Oleh karena itulah tokoh-tokoh PRRI
menuntut adanya desentralisasi dan otonomi yang luas bagi mereka untuk
membangun daerahnya masing-masing.
Yang jelas,
peristiwa PRRI merupakan sebuah noktah hitam dalam sejarah Indonesia. Peristiwa
PRRI dapat dikatakan sebagai sebuah perang saudara yang mengakibatkan tewasnya
ribuan orang dari kedua belah pihak, baik pihak pemerintah pusat maupun di
pihak pemberontak.
Belum lagi
kerugian materi berupa kehancuran infrastruktur yang ada. Hal itu menambah
kesulitan perekonomian bagi bangsa Indonesia yang sedang tertatih-tatih
membangun negerinya.
Adapun
kerugian terbesar adalah koyaknya rasa kesatuan sebagai sebuah bangsa.
Peristiwa PRRI memang berhasil diselesaikan melalui operasi militer, namun
trauma sejarah tetap membayangi anak cucu dari para pelaku sejarah tersebut.
Peristiwa PRRI dalam hal ini sekaligus menunjukkan adanya kegagalan dalam
membangun sebuah konsensus bersama antaranak bangsa dan para pejuang
kemerdekaan.
Peristiwa
PRRI dimulai dari adanya reuni eks Divisi Banteng. Reuni tersebut berkisar
kepada keprihatianan tokoh-tokoh sipil dan militer di Sumatera Tengah mengenai
ketertinggalan pembangunan.
Reuni terebut dalam waktu singkat berkembang menjadi
sebuah tuntutan politik. Tidak lama setelah itu berdirilah sejumlah dewan
militer di beberapa daerah di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, yaitu :
- Dewan Banteng di
Sumatera Tengah
- Dewan Garuda di
Sumatera Selatan
- Dewan Gajah di Sumatera Utara
- Dewan Dewan Manguni di
Sulawesi
- Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan
Dewan-dewan militer
tersebut mengkritisi sejumlah kebijakan pemerintah pusat di bidang politik dan
ekonomi. Mereka juga mengkritisi politik akomodasi Presiden Sukarno terhadap
Partai Komunis Indonesia. Menurut mereka Indonesia tidak boleh jatuh ke kubu
Komunis.
Sikap dewan-dewan
militer tersebut semakin radikal yang akhirnya berujung kepada diadakannya pertemuan
sejumlah tokoh sipil dan militer di Sungai Dareh pada 9 Januari 1958. Pertemuan
tersebut menghasilkan keputusan menolak Kabinet Djuanda. Pertemuan tersebut
juga menuntut Presiden Sukarno agar kembali kepada kedudukan konstitusionalnya.
Hal itu mereka ajukan
karena mereka khawatir akan adanya kecenderungan Sukarno hendak membangun
sebuah kekuasaan monolitik yang otoriter. Kekhawatiran tersebut semakin
mengemuka setelah Mohammad Hatta yang dianggap sebagai representasi dari
kepentingan daerah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Presiden.
Peristiwa ini menunjukkan pecahnya Dwitunggal yang sekaligus menunjukkan
perpecahan antara Jawa dan Sumatera.
Selain itu Ahmad Husein
juga mengeluarkan ultimatum agar Kabinet Djuanda menyerahkan mandatnya kepada
presiden dan agar Presiden Sukarno kembali kepada kedudukan konstitusionalnya
serta mendesak DPR agar mendorong Hatta dan Hamengku Buwono IX menyelamatkan
negara dan membentuk Kabinet Zaken.
LATAR BELAKANG
Peristiwa
PRRI merupakan sebuah peristiwa yang kompleks. Ada berbagai faktor
multidimensional yang melatarelakangi tindakan sejumlah tokoh militer dan sipil
di daerah untuk menentang pemerintahan pusat. Sejumlah faktor yang
melatarbelakangi munculnya PRRI antara lain sebagai berikut :
1.LATAR BELAKANG POLITIK
- Adanya perbedaan
tafsiran juridis formal mengenai penyelengaraan pemerintahan
-Adanya hasrat eks
pejuang untuk memperbaiki dan membangun daerah
- Tuntutan akan
pembentukan sistem federalisme
- Tersumbatnya aspirasi
daerah
- Kekhawatiran akan
menguatnya posisi politik Presiden Sukarno
- Maraknya terjadi Mosi
Tidak percaya dari Parlemen
- Pembangunan yang bersifat sentralistik
- Persaingan antara
Masyumi-PSI dan PNI
-Ketidakstabilan pemerintahan
-Pembangunan yang bersifat sentralistik
-Persaingan antarpartai-partai politik
- Sikap partai politik
yang lebih mengutamakan kepentingan kelompoknya ketimbang kepentingan rakyat
- Terjadinya Peristiwa
17 Oktober 1952
- Presiden Sukarno
ingin melibatkan PKI ke dalam pemerintahan
- Kemenangan PKI dalam
pemilihan umum daerah tahun 1957 yang kemudian dibatalkan oleh tentara
-Adanya
kecenderungan tentara terlibat dalam urusan politik pemerintahan
- Ultimatum Ahmad
Husein agar Kabinet Djuanda menyerahkan mandatnya kepada presiden
- PKI muncul sebagai
salah satu pemenang Pemilu tahun 1955
- Partai-partai politik yang ada bersaing untuk
saling menjatuhkan
- Meluasnya
ketidakpuasan masyarakat
-Belum terselesaikannya persoalan Irian Barat
-Pemilihan Umum tahun
1955 gagal menciptakan kestabilan politik
-Pengangkatan pejabat
yang tidak sesuai dengan kedudukannya
-Demokrasi liberal yang
menimbulkan kekacauan dan anarkiTerjadinya ketidakadilan politik
-Berkurangnya
keseimbangan antara pusat dan daerah ketika Hatta mengundurkan diri dari
jabatan Wakil Presiden
- Ismail Lengah
mengadakan reuni eks Divisi Banteng
-Adanya tuntutan agar pemerintah pusat
melakukan perbaikan di segala bidang
- Kabinet Ali I yang
terlalu menekankan pada politik luar negeri tanpa diimbangi dengan pembangunan
dalam negeri
-Kolonel Simbolon tidak
mau mengakui pemerintahan Ali Sastroamidjojo
-Jatuh bangunnya
kabinet
-Kegagalan Dewan Konstituante merancang konstitusi
yang baru
- Konflik antara
Sukarno dan Natsir
-Kekhawatiran akan
menguatnya posisi politik Presiden Sukarno
-Pecahnya Dwi Tunggal
Sukarno-Hatta
- Kegagalan
mengembalikan Dwi Tunggal Sukarno-Hatta Presiden Sukarno ingin membubarkan
sistem Demokrasi Liberal
-Presiden Sukarno ingin melibatkan PKI ke
dalam pemerintahan
-Sukarno memiliki
kecenderungan memonopoli kekuasaan
-Terdapat perbedaan
pandangan antara Sukarno dan Hatta mengenai pembangunan Indonesia
-Hatta mengundurkan
diri dari jabatan Wakil Presiden
-Terbentuknya Kabinet
Djuanda yang yang dikenal dengan nama Kabinet Karya
- Djuanda mengumumkan terbentuknya Dewan Nasional
untuk menmapung asiprasi kleompok-
- Perebutan kekuasaan di Sumatera Tengah oleh Dewan
Banteng
Diabaikannya himbauan Hatta dan Sukarno oleh
Ahmad Husein
-Beberapa tokoh Masyumi seperti Natsir, Syafrudiin
Prawiranegara, dan Burhanuddin Harahap bergabung dengan pemimpin-pemimpin
daerah
2.LATAR BELAKANG IDEOLOGI
- Kekhawatiran
meluasnya pengaruh PKI
- Pertentangan ideologi antarpartai politik
-Menguatnya pertentangan antara Islam dan
Komunisme
3.LATAR BELAKANG EKONOMI
-Pembangunan yang bersifat sentralistik
-Berkembangnya anggapan bahwa pemerintah telah
“menganaktirikan” daerah-daerah
- Pembangunan yang
bersifat sentralistik
- Kekecewaan karena
tidak seimbangnya alokasi keuangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada
daerah
- Berkembangnya praktek
penyelundupan besar-besaran yang diorganisasi oleh oknum-oknum Angkatan Darat
- Kegagalan realisasi
dari kesepakatan Musyawarah Nasional Pembangunan
-Meluasnya praktek-praktek korupsi di
pemerintahanTatuhnya harga barang-barang ekspor Indonesia seperti karet, timah,
kopra
-Terjadinya defisit
anggaran
-Pemerintah menghadapi
persoalan ekonomi yang kritis
-Penerimaan negara
mengalami penurunan
-Rakyat kesulitan
memperoleh sandang, pangan, dan papan
-Masalah panen yang
mengalami penurunan
-Meluasnya
penyelundupan
-Pemerintah masih
menerima beban ekonomi dan moneter sebagai konsekuensi dari KMB
-Dibatalkannya rencana
kenaikan gaji pokok pegawai sebesar 20 %
-Penurunan pandapatan
negara sebesar 13 % di tahun 1957
-Adanya tuntutan
pemberlakuan otonomi daerah
-Kesulitan perekonomian
dan transportasi pasca Gerakan Nasionalisasi ekonomi pada bidang penanaman
modal, produksi, distribusi
-Perekonomian yang
masih bergantung kepada sektor pertanian dan perkebunan
-Menurunnya volume
perdagangan
-Program pembangunan
yang tidak berjalan dengan baik
-Menguatnya aspirasi
mengenai desentralisasi politik dan ekonomi
-Kegagalan Rencana
Pembangunan Lima Tahun (1956-1960)
- Kebijakan pemerintah yang menghambat perkembangan
perekonomian seperti pemberian izin istimewa kepada anggota partai penyokongnya
-Menguatnya aspirasi
mengenai desentralisasi politik dan ekonomi
-Maraknya kegiatan barter ekonomi di Sumatra
Utara, Sulawesi Utara dan Selatan
- Kebijakan pemerintah yang menghambat perkembangan
perekonomian seperti penyalahgunaan sumber devisa
-Menguatnya protes terhadap pembangunan yang
bercorak sentralistik
-Tindakan sejumlah
komandan militer daerah melakukan tindakan-tindakan sendiri dengan mengekspor
hasil produksi pertanian lokal tanpa melalui prosedur administrasi resmi di
Jakarta
- Birokrasi pemerintahan yang berbelit-belit
-Kekurangan alokasi
anggaran untuk operasi militer
-Terjadinya ancaman
bencana kelaparan di sejumlah tempat di Jawa dan luar Jawa seperti di di Gunung
Kidul, Bantul, Sragen, Wonogiri, dan Cilacap serta di daerah di Ketapang,
Sanggau, dan Pontianak
-Menguatnya tuntutan
otonomi daerah
4.LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA
-Berkembangnya politik kesukuan
-Berkembangnya isu-isu kedaerahan
-Terjadinya
perpecahan partai politik berdasarkan kesukuan seperti Partai Rakyat Nasional ; PRN Djodi
Gondokusumo dan PRN Daeng Lalo dan Partai Indonesia Raya ; PIR
Hazairin-Tadjoedin Noer dan PIR
Wongsonegoro
- Berkembangnya
sentimen anti-Jawa
-Dilangsungkannya
Kongres Adat di Sumatera Selatan
5.LATAR BELAKANG MILITER
-Timbulnya persoalan di kalangan angkatan perang
- Berlarut-larutnya
persoalan di tubuh Angkatan Darat
-Ketidakpuasan di
sebagian kalangan angkatan perang mengenai kebijakan penugasan di daerah-daerah
-Adanya tuntutan agar
dibentuk Komando Pertahanan Sumatera Tengah
-KSAD mengeluarkan
larangan perwira-perwira Angkatan Darat melakukan kegiatan politik
-Terjadinya pengkubuan
di internal Angkatan Perang antara kubu Nasution-Gatot dan Simbolon-Zulkifli
Lubis yang didukung Masyumi-PSI
SEBAB KHUSUS
Adapun yang menjadi cassus belli atau sebab khusus
terjadinya Peristiwa PRRI adalah terjadinya Peristiwa Cikini. Peristiwa Cikini
adalah upaya pembunuhan yang ditujukan kepada Presiden Sukarno yang sedang
mengunjungi puterinya yang bersekolah di Perguruan Cikini. Markas Besar
Angkatan Darat kemudian menuduh pelaku peristiwa tersebut memiliki afiliasi
dengan kapangan pemberontak di Sumatera.
Peristiwa Cikini
sekaligus mengakhiri ‘rujuk’ antara pemerintah pusat dan tokoh-tokoh militer
daerah yang semapt terbangun ketika diselenggarakannya Musyawarah Nasional
Pembangunan pada tahun 1957. Musyawarah Nasional Pembangunan sendiri merupakan
jalan tengah yang berhasil disepakati antara pemerintah pusat dan tokoh-tokoh
daerah.
SIKAP
PEMERINTAH
Menanggapi
Proklamasi PRRI oleh Ahmad Husein pemerintah pusat mengambil langkah-langkah di
bidang diplomasi politik dan di bidang militer sebagai berikut ;
1.STRATEGI
POLITIK
-Dikirimnya misi perdamaian oleh pemerintah pusat
yang dipimpin oleh Dahlan Djambek pada tanggal 24 Desember 1956
- Dikirimnya misi perdamaian oleh pemerintah pusat
yang dipimpin oleh Enny Karim sebagai Menteri Pertanian pada 21 Januari 1957
-Dilakukannya kunjungan Perdana Menteri Djuanda ke
Sumatera Tenagh pada 23 April 1957
-Diutusnya Prawoto Mangkusasmito dan Muh Roem pada
Bulan Februari 1958 ke Sumatera untuk berunding dengan tokoh-tokoh daerah
-Dikeluarkannya
sejumlah kebijakan mutasi yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri yang
bertujuan memecah belah tokoh-tokoh daerah seperti penarikan Residen Jambi
Djamnin Datuk Bagindo ke Kementerian Dalam Negeri dan pemindahan Bupati H.A.Manap
dari Jambi ke Lampung
Pemerintah
pusat melalui Kementerian Dalam Negeri berupaya memisahkan Riau dan Jambi dari
Provinsi Sumatera Tengah
2.STRATEGI MILITER
Setelah
langkah-langkah di bidang politik-diplomasi mengalami kegagalan, pemerintah
pusat kemudian mengambil langkah-langkah militer sebagai berikut :
-Lapangan
terbang Pekanbaru dan Bengkulu dipersiapkan oleh pemerintah pusat sebagai
pangkalan AURI
dan basis Angkatan Laut
-Dilancarkannya operasi
militer :
● Operasi 17 Agustus
● Operasi Sapta Marga
● Operasi Tegas
REFERENSI :
Redi Rahmat (et.al), Tantangan dan
Rongrongan Terhadap Keutuhan dan Kesatuan Bangsa : Kasus PRRI, Jakarta : 1992
Komentar
Posting Komentar