PERMESTA

 

PERMESTA

PENGANTAR

Permesta merupakan pergolakan politik yang berlangsung di daerah Sulawesi Utara. Menurut Sumual, tokoh utama dalam Permesta, Permesta bukanlah  merupakan gerakan yang menuntut pemisahan diri dari negara. Permesta menurutnya juga bukan merupakan gerakan yang ingin membentuk struktur sosial yang baru.

Permesta merupakan gerakan yang menuntut perubahan kebijakan nasional.Awalnya gerakan ini hanya berupaya menggertak pemerintah pusat agar lebih mendengarkan aspirasi daerah.

Permesta berupaya meluruskan jalannya pemerintahan dan politik saat itu yang dianggap sudah melenceng dari cita-cita Proklamasi Kemerdekaan. Pemerintahan dianggap sudah tidak lagi mencerminkan kepentingan rakyat. Praktek-praktek korupsi dan orientasi pembangunan yang hanya berkutat di Pulau Jawa saja dituding sebagai bentuk penyimpangan tersebut.

Salah satu faktor utama lain yang melatarbelakangi berdirinya Permesta adalah adanya kekhawatiran akan berkembangnya komunisme. Sebagaimana tokoh-tokoh PRRI, Permesta juga melihat PKI sebagai ancaman nyata bagi masa depan Indonesia.

Apalagi tokoh-tokoh yang bergabung ke dalam PRRI dan Permesta berasal dari daerah-daerah yang relatif religius dan anti terhadap ateisme.PKI pada tahun 1951 bangkit kembali sesudah kegagalan pemberontakannya tahun 1948. 

Di bawah kepemimpinan D.N.Aidit dan M.H. Lukman, PKI melesat menjadi partai yang diperhitungkan. Hal itu terlihat dari keberhasilan PKI menjadi pemenang keempat dalam pemilihan umum tahun 1955 yang merupakan pemilihan umum yang pertama di Indonesia.

Pada tahun 1957 bahkan PKI memperoleh suara terbesar dalam pemilihan umum daerah sebelum kemudian hasil kemenangan tersebut dianulir oleh tentara yang juga khawatir akan kemenangan PKI tersebut.

Corak kedaerahan juga terlihat kental dalam gerakan Permesta, sehingga dapat dikatakan bahwa Permesta merupakan gerakan yang bercorak kesukuan. Memang pada era 1950-an berkembang pesat sentiment kedaerahan. Hal ini dapat dimaklumi mengingat ketika itu Republik Indonesia baru berusia belasan tahun. Masih ada sentimen-sentimen etnis yang mengemuka dalam ruang publik dan kerap kali menimbulkan gesekan serta konflik.

Sentimen kedaerahan ini juga terlihat dari adanya fragmentasi di kalangan partai politik seperti yang terlihat dari Partai Indonesia Raya (PIR) dan Partai Rakyat Nasional (PRN) yang mengalami pembelahan berdasarkan etnisitas.

Dalam kasus Permesta, sentiment kedaerahan ditunjukkan dari berkembangnya tuntutan agar Sulawesi mendapatkan otonomi yang lebih luas. Sejumlah tokoh Permesta juga mengkhawatirkan adanya kebijakan sentralisasi politik dan ekonomi yang dianggap lebih menguntungkan pembangunan di Pulau Jawa.

Permesta dilakukan oleh sejumlah tokoh militer dan elit sipil. Para pimpinan pemberontak merupakan tokoh yang memiliki reputasi di tingkat nasional dan memiliki jasa dalam mendirikan Republik serta menumpas sejumlah pemberontakan yang terjadi sebelumnya. Adapun tokoh-tokoh yang dimaksud antara lain :

-Ventje Sumual

-Alex Kawilarang

-Joop Warouw

-Daniel Julius Somba

-Jan Timbuleng

-Dee Gerungan

-Saleh Lahade

 

MENUJU PEMBERONTAKAN

Dalam rencana pemberontakannya, Permesta berencana bukan saja mengkonsolidasikan kekuasaannya di Pulau Sulawesi, akan tetapi mereka juga berambisi untuk menguasai Jakarta. Menurut Sumual, tokoh utama Permesta, menguasai Jakarta merupakan syatrat utama kemenangan, karena tanpa menguasai Jakarta, pemerontakan yang mereka lakukan lambat laun akan dikalahkan oleh tentara dari pusat.

Selain itu Permesta juga mengupayakan bantuan dari luar negeri khususnya dari negara-negara Blok Barat. Upaya ini membuahkan hasil, Permesta kemudian mendapatkan bantuan keuangan dan peralatan militer dari negara-negara anggotaSEATO. Sebagian mereka dapatkan dengan cara membayar sebagian lainnya mereka dapatkan secara gratis.

Negara-negara Blok Barat khususnya Amerika Serikat tentu saja memiliki simpati terhadap Permesta. Antara Amerika Serikat dan Permesat memiliki kesamaan cara pandang mengenai komunisme. Keduanya sama-sama tidak menginginkan Indonesia jatuh ke tangan komunisme. Keduanya juga mengkhawatirkan politik akomodasi Sukarno terhadap Partai Komunis Indonesia yang memang diketahui memiliki kaitan dengan Uni Soviet dan Cina.

Untuk itulah kemudian Amerika Serikat secara sembunyi-sembunyi memberikan dukungan terhadap Permesta. Dukungan Amerika terhadap Permesta dilakukan melalui operasi intelejen dari dinas intelejen Amerika Serikat, CIA. CIA bahkan mengoperasionalkan armada udaranya dari pangkalan angkatan udara Amerika Serikat di Clark Field, Filiphina.

Bahkan pilot-pilot Amerika Serikat seperti Allan Pope terbukti memberikan dukungan udara dengan turut mengebom posisi tentara Republik Indonesia di Ambon sebelum akhirnya ditembak jatuh oleh TNI.

 

KEUNGGULAN PERMESTA

Walaupun pemberontakan Permesta berlangsung relatif singkat, namun diakui bahwa perlawanan yang dilakukan oleh Permesta terhadap TNI sangat ulet. Selain karena mendapatkan bantuan persenjataan canggih dari Amerika Serikat, terdapat sejumlah keunggulan lain yang dimiliki oleh Permesta sehingga dapat memberikan perlawanan yang memadai kepada TNI. Sejumlah keunggulan tersebut antara lain :

 

-Permesta menguasai kantung-kantung gerilya

-Kebocoran-kebocoran dalam keamanan TNI

-Kuatnya ikatan kekerabatan Minahasa

-Daerah Minahasa yang bergunung-gunung

-Sistem perang gerilya yang dilakukan kaum pemberontak

-Pengagkutan logistik yang sulit bagi TNI

-Banyaknya pasukan pemerintah yang sakit

-Kuatnya dukungan rakyat Minahasa terhadap Permesta


LATAR BELAKANG

Latar belakang pemberontakan Permesta bersifat sanagt kompleks. Permesta dapat dikatakan sebagai bentuk akumulasi dari kekecewaan yang mendalam terhadap berlangsungnya kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini. Terdapat sejumlah faktor politik, ekonomi, militer, dan juga faktor sosial kultural yang melatarbelakangi munculnya Permesta sebagai berikut :

 

1.LATAR BELAKANG POLITIK DALAM NEGERI

 

-kekecewaan terhadap Demokrasi Parlementer yang bergaya Barat

-ketidaksenangan yang luas terhadap struktur negara yang ada

-Meletusnya pemberontakan Andi Azis dan RMS serta Kahar Mudzakkar di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara

-Pertikaian di gedung parlemen yang semakin tajam dan kabinet jatuh bangun silih berganti

-Pertikaian antara TNI dan politikus sipil serta adanya pertentangan di tubuh Angkatan Darat

-Kemelut politik di dalam negeri yang tidak kunjung berakhir

-Ketidakpuasan sejumlah daerah terhadap pemerintah pusat

-Kesenjangan antara Jawa dan Luar Jawa dan adanya perbedaan kondisi antara Jawa dan Luar Jawa

-Lahirnya sejumlah dewan militer daerah

-Adanya tuntutan otonomi daerah dan adanya tuntutan penghapusan sentralisasi pembangunan

-Munculnya PKI sebagai pemenang keempat dalam pemilihan umum tahun 1955 dan kerisauan sejumlah tokoh militer dan sipil di daerah terkait perkembangan komunisme

-Adanya anggapan bahwa Presiden Sukarno memberikan dukungan terhadap PKI dengan adanya keinginan Presiden Sukarno melibatkan PKI ke dalam pemerintahan

-Simpati sejumlah tokoh Masyumi dan PSI terhadap gerakan daerah

-Meningkatnya antipasti terhadap pemerintah pusat

-Proklamasi permesta 2 Maret 1957 dan Proklamasi PRRI 15 Februari 1957

-Pertemuan di Sungai Dareh Januari 1958

-Ultimatum Simbolon dan Ahmad Husein terhadap pemerintah pusat 10 Februari 1958 mengenai pembubaran Kabinet Djuanda dan tuntutan mengenai pembentuk an Kabinet Zaken yang terdiri dari tokoh-tokoh yang cakap, jujur, disegani, dan tidak anti-agama

-Pengambilalihan Provinsi Sumatera Tengah oleh Ahmad Husein

-Diadakannya MUNAS dan MUNAP yang akhirnya tidak terealisir

Piagam Palembang yang berisi mengenai keraguan mengenai manifestasi MUNAP yang memuat ketentuan :


● Tuntutan mengenai pemulihan Dwitunggal Sukarno-Hatta

● Tuntutan mengenai pembentukan senat

● Desentralisasi

● Pergantian pimpinan TNI

● Perbaikan dan penyederhanaan aparatur negara

● Pelarangan Komunisme

 

-Tuduhan bahwa MBAD berada di balik Peristiwa Cikini guna memecah belah Permesta dan Sukarno

-Kekuasaan pemerintah nasional yang semakin terpusat

-Adanya kecenderungan semakin bergantungnya daerah terhadap pusat

-Diumumkannya Keadaan Darurat Perang bagi seluruh wilayah Indonesia pada Maret 1957

-Perbedaan dan persaingan antara Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara di bidang pemerintahan dan ketentaraan

-Birokrasi pemerintahan yang dinilai korup, tidak efisien dan birokratis

-Harapan masa revolusi yang tidak terwujud

-Gagalnya mewujudkan konsensus nasional

-Kelemahan dari sistem politik yang ada

-Meningkatnya konflik antarkelompok

-Pemilihan umum 1955 hanya membawa sedikit perubahan

-Ketegangan diantara partai-partai politik

-Meningkatnya keluhan-keluahn daerah

-Meningkatnya partularisme kesukuan

-Meningkatnya kesadaran politik di Sumatera dan Sulawesi

-Pimpinan nasional yang dinilai semakin Jawa sentris di Jakarta

-Keinginan Sukarno dan tentara yang ingin menghapuskan Demokraasi Parlementer

-Perbedaan gaya komunikasi politik antara Jawa dan Minahasa

-Terbentuknya koalisi yang tidak serasi antara PNI, Masyumi dan NU dalam -Kabinet ARI

-Naiknya Ali dari PNI sebagai perdana menteri untuk kedua kalinya ketidakcakapan pemerintahan sipil

-Perpecahan di kalangan politisi sipil

-Hatta menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya pada 1 Desember 1956

-Perpecahan Sukarno-Hatta

-Dikeluarkannya Konsepsi Presiden pada 21 Februari 1957

-Dukungan Masyumi dan Parkindo atas rencana pembentukan provinsi Sulawesi Utara

-Penolakan PKI terhadap gerakan Permesta

-Manuver PKI yang menyebarkan doktrin eprtentangan kelas di kalangan tentara dengan membentuk ikatan Prajurit Bintara Republik Indonesia

-Tuduhan pers Jakarta bahwa gerakan-gerakan daerah merupakan penghianatan terhadap cita-cita revolusi

-Aksi pemogokan buruh di perusahaan-perusahaan Belanda yang dilakukan oleh buruh-buruh yang berafiliasi kepada PNI dan PKI

-Kegagalan penyelesaian Irian Barat

-Rencana dimasukkannya PKI ke dalam Kabinet Djuanda

-Kebuntuan proses diplomasi antara pusat dan daerah

-Dilakukannhya pembersihan terhadap elemen-elemen yang anti-kiri di Jakarta

-Adanya keinginan untuk mengembalikan sistem federal

-Mundurnya Kabinet Ali

-Rencana presiden hendak membentuk Dewan Nasional dan Front Nasional melalui Konsepsi Presiden yang dianggap mirip dengan Dewan Rakyat di negara-negara Komunis

-Masifnya maneuver PKI di pemerintahan dan legislatif

-Proklamasi Letkol Sumual mengenai pemberlakuan pemerintahan militer dan keadaan darurat perang tanggal 2 Maret 1957 yang menuntut antara lain :

-tuntutan agar wilayah Indonesia Timur boleh melakukan barter dengan bagi hasil 70 : 30

-pemberian jatah bagi pelajar Indonesia Timur untik pengiriman pelajar ke luar negeri

-penghapusan sistem sentralisme

Penghapusan korupsi, birokratisasi dan stagnasi pembangunan daerah-pemulihan dwi tunggal

-perombakan pimpinan Angkatan Darat

 

2.LATAR BELAKANG SOSIO KULTURAL

 

-Meluasnya provinsialisme dan daerahisme  yaitu  berdirinya Front Pemuda Sunda dan Dewan Pemuda Sulawesi

-Persaingan antara orang Bugis Makasar dan Minahasa

-Masyarakat Sulawesi yang relijius dan anti-Komunis

-Ketakutan orang-orang Minahasa akan dominasi Jawa dan Bugis di Sulawesi

-Rencana pembagian Sulawesi menjadi dua

-Rendahnya tingkat pendidikan di kalangan rakyat

-Masih tingginya angka buta huruf di Sulawesi

 

3.LATAR BELAKANG EKONOMI

-Perekonomian yang masih bercorak dualistis ; pertanian-tradisional  tradisional yang padat karya vs perusahaan perkebunan dan pertambangan asing yang terkontrol, modern, dan padat modal

-Masih kuatnya pengaruh asing di bidnang perekonomian

-Kemacetan pembangunan yang menyuburkan komunisme

-Kebijakan ekspor pemerintah melalui menteri keuangan dan Bank Sentral yang merugikan perdagangan kopra di Sulawesi Selatan : kalah bersaing dengan Filiphina

-Pengaturan mekanisme ekspor yang menguntungkan Jawa : hasil ekspor harus dibawa dahulu ke Jawa

-Meluasnya korupsi

-Tindakan Kaawilarang yang menagkap Menteri Luar Negeri atas tuduhan korupsi

-Adanya tuduhan bahwa KSAD melindungi kejahatan karena Nasution mendesak Ruslan Abdul Gani dibebaskan Ruslan Abdul Gani yang dituduh melakukan korupsi

-Tidak adanya kesatuan administratif mengenai struktur pemerintahan daerah

-Administrasi pemerintahan yang semakin berorientasi Jawa

-Perbedaan ekonomi, kultur, dan sosial Jawa dan pulau-pulau di luar Jawa

-Keengganan pemerintah pusat membangun proyek-peroyek pembangunan di daerah

-Meningkatnya penyelundupan

-Protes daerah terhadap cara-cara pengaturan devisa asing oleh pemerintah yang dianggap tidak adil

-Mencuatnya kritik terhadap pemerintah pusat yang dianggap menyedot penghasilan dari daerah-daerah tanpa memberikan kembali imbal balik yang memadai kepada daerah

-Adanya keinginan sejumlah tokoh daerah yang hendak menyelenggarakan sendiri pembangunan di wilayahnya

-Kecurigaan orang-orang Mihanasa bahwa hasil kopra Sulawesi Utara digunakan untuk membangun proyek-proyek mercusuar di Jakarta

-Penolakan pemerintah pusat untuk menggunakan dana pampasan perang Jepang untuk membangun proyek-proyek pembangunan di Sulawesi Utara

-Persoalan pengontrolan perdagangan kopra

-Kekacauan perdagangan kopra akibat dinasionalisasikannya perusahan pelayaran Belanda

-Berkembangnya praktek perdagangan gelap kopra yang dilakukan olej Kolonel J.F.Warou dengan Burma

-Dilakukannya perdagangan kopra sebanyak 25 ribu ton melalui pelabuhan Bitung tanpa sepengetahuan pemerintah pusat

-Tindakan pemerintah pusat menutup Pelabuhan Bitung

-Ultimatum rakyat Mihanasa agar pemerintah membuka kembali pelabuhan Bitung

-Adanya tuntutan mengenai pembagian yang lebih adil dari penghasilan ekspor

-Berkembangnya sentiment anti-Jawa

-Instruksi Gubernur Sulawesi Andi Pangerang agar semua perdagangan barter kopra dihentikan

-Tuntutan agar Hatta memimpin semua fungsi penyusunan kebijakan pembangunan

 

4.LATAR BELAKANG  DI BIDANG MILITER

 

-Belum ada formula yang memadai untuk memosisikan tentara dalam struktur politik

-Belum hilangnya ketegangan di kalangan militer sebagai imbas dari Peristiwa 17 Oktober 1952

-Adanya dikotomi dilakangan tentara antara semangat revolusioner dan kecakapan teknis

-Rencana reorganisasi MBAD  untuk memecah Komando Indonesia Timur menjadi distrik-distrik yang lebih kecil yang dianggap menghambat karir perwira dari Minahasa

-Persaingan antara Nasution dan Sumual dan konflik antara Zulkifli Lubis dan Nasution

-Tindakan Nasution membubarkan TT-VII dan membebaskan Sumual dari kedudukannya sebagai komandan

-Menguatnya pengaruh gerakan kiri di ketentaraan

-Disingkirkannya sejumlah perwira yang anti-Nasution ; pergerakan RPKAD untuk menduduki ibukota dalam rangka menyingkirkan Nasution

-Campurtangan pemerintah sipil terhadap urusan internal militer

-Hubungan antara sipil dan militer yang kurang serasi

-Adanya persaingan pribadi dalam dinas ketentaraan

-Adanya kelemahan struktur komando pusat yang mempersulit pemantapan otoritas secara hirarki

-Tidak adanya kesatuan di kalangan TNI

-Adanya kebimbangan dikalangan tentara mengenai peran politiknya

-Meningkatnya persaingan di kalangan internal TNI

-Kebijakan pimpinan tentara pusat yang hendak memperkuat kontrol terhadap komando daerah

-Diadakannya sistem pengawasan komando pusat

-Diadakannya program pemindahan komandan-komandan daerah

-Adanya rencana komando pusat untuk menghentikan kegiatan penyelundupan dan mengekang otonomi keuangan para panglima daerah

-Kebijakan rasionalsiasi angkatan bersenjata yang meliputi pengurangan kekuasaan komando regional

-Adanya usaha sentralisasi Nasution melalui suatu politik tour of duty yang mengharuskan para komandan daerah menjalani pemindahan rutin

 

5.LATAR BELAKANG SITUASI POLITIK INTERNASIONAL

 

-Kunjungan Sumual ke Singapura dan Manila guna mendapatkan senjata

-Dilakukannya konttak-kontak antara agen-agen intelejen Amerika dengan para pimpinan Permesta

-Pernyataan John Foster Dulles, menteri luar negeri Amerika yang mengkhawatirkan perkembangan PKI di Indonesia

-Pernyataan John Foster Dulles, menteri luar negeri Amerika yang mengkhawatirkan persekutuan Sukarno dan PKI di Indonesia

-Pernyataan John Foster Dulles, menteri luar negeri Amerika yang mengkhawatirkan bergabungnya Indonesia dengan Komunis Internasional

 

TANGGAPAN PEMERINTAH


1.Mengirim misi perdamaian pemerintah pusat ke Sulawesi Utara pada bulan Juli-Agustus 1957 yang dipimpin oleh tokoh-tokoh Minahasa seperti Arnold Mononutu, G.A.Maengkom, L.N.Palar.

2.Mengambil langkah-langkah militer dengan memecat sejumlah perwira yang terlibat pemberontakan. Tindakan lain juga dilakukan misalnya dengan melakukan pengeboman terhadap Padang dan Menado pada 21 dan 22 Februari 1958 yang dilakukan oleh AURI pimpinan Suryadharma, seorang perwira yang kiri.

 

 

 

 

REFERENSI :

 

Barbara Sillars Harvey, Permesta, Pemberontakan Setengah Hati, Jakarta : Grafiti, 1989

B.E.Matindas dan Bert Supit, Ventje Sumual, Pemimpin Yang Menatap Hanya Ke Depan, Jakarta : Bina Insani, 1998

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSIOLOGI PEMBUNUHAN

STATUS OBJEKTIF DAN STATUS SUBJEKTIF

TAWURAN SEBAGAI SUATU GEJALA SOSIAL (ANALISIS SOSIOLOGIS KONFLIK SOSIAL DI PERKOTAAN)