KRISIS KUBA TAHUN 1962 DAN ANCAMAN PERANG NUKLIR
KRISIS
KUBA TAHUN 1962 DAN ANCAMAN PERANG NUKLIR
PERLOMBAAN
SENJATA NUKLIR
Perang Dingin yang berlangsung sejak tahun 1947 sampai 1991
ditandai oleh adanya perlombaan dalam menembangkan senjata pemusnah massal
termasuk senjata nuklir. Masing-masing kekuatan utama pada saat itu berupaya
memiliki dan mengembangkan senjata nuklir untuk menaikkan nilai tawarnya
masing-masing.
Dua negara yang paling berambisi untuk mengembangkan senjata
nuklir adalah Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kedua negara ini juga memiliki
persediaan senjata nuklir yang paling banyak dan mematikan di seluruh dunia.
Amerika Serikat tercatat sebagai negara yang paling awal
mengembangkan persenjataan nuklir. Dimulai dari adanya pelarian seorang ilmuan
Yahudi-Jerman, Albert Einstein yang melarikan diri dari Jerman untuk
menghindari politik antisemit yang dilancarkan oleh Adolf Hitler dengan The
Third Reichnya.
Setelah ditampung oleh Amerika Serikat Einstein, yang
bekerjasama dengansejumlah ilmuan Amerika terutama Oppenheimer memulai
pengembangan senjata nuklir yang difasilitasi sepenuhnya oleh Amerika Serikat
secara rahasia.
Dalam waktu singkat, Amerika berhasil mengembangkan senjata
nuklir yang kemudian digunakannya untuk mengakhiri perlawanan Jepang dalam
Perang Pasifik pada tahun 1945.
Kesuksesan Amerika segera diikuti oleh Uni Soviet. Stalin
setelah mendengar penjelasan Truman mengenai kemampuan Amerika dalam
mengembangkan senjata nuklir, diam-diam mulai melakukan hal yang sama.
Tidak sulit bagi Uni Soviet untuk mengikuti jejak Amerika.
Dalam waktu singkat Uni Soviet muncul sebagai negara nuklir kedua setelah
Amerika Serikat.
KRISIS
KUBA
Berakhirnya Perang Dunia Kedua sekaligus menandai
dimulainya konflik antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Keduanya sama-sama
mengkhawatirkan rivalnya satu sama lain.
Persaingan antara Amerika dan Uni Soviet terlihat mencolok
dalam hal perlombaan pemilikan dan pengembangan senjata pemusnah masal seperi
senjata berhulu ledak nuklir. Baik Amerika Serikat maupun Uni Soviet berlomba
untuk mengembnagkan berbagai model senjata pemusnah massal.
Keduanya juga mulai mengarahkan rudal berhulu ledak
nuklirnya ke sasaran strategis lawannya masing-masing.
Krisis terkait dengan perlombaan senjata nuklir antara
Amerika dan Uni Soviet makin meningkat ketika Nikita Kruschev mengambil alih
kepemimpinan Uni Soviet dari Joseph Stalin. Kruschev diangkat sebagai pemimpin
Soviet setelah Stalin wafat pada tahun 1953. Salah satu ciri khas kepemimpinan
Kruschev adalah meningkatnya perhatian dan fokus kebijakkan Soviet ke luar
negeri.
Di bawah Kruschev—dan dilanjutkan Breznev—Uni Soviet makin
bertindak agresif. Uni Soviet mencoba memperluas wilayah pengaruhnya untuk
menembus kepungan dari negara-negara kapitalis barat pimpinan Amerika Serikat.
Uni Soviet segera mandapatkan sekutu dengan jatuhnya
pemerintahan boneka Amerika di Kuba. Pemerintahan baru Kuba yang beraliran kiri
di bawah Fidel Castro dijadikan sekutu dalam rangka menghadapi Amerika Serikat.
Uni Soviet bahkan makin bertindak agresif dengan
merencanakan memasang instalasi nuklirnya di Kuba yang diarahkan ke Amerika
Serikat. Tenta saja hal ini dianggap sebagai tantangan terbuka oleh Amerika
Serikat. Angkatan Laut Amerika Serikat dikerahkan untuk mencegah Uni Soviet
mendatangkan rudal berhulu ledak nuklirnya ke Kuba.
Dinas intelejen Amerika Serikat CIA mencatat ada 99 buah
rudal berhulu ledak nuklir milik Uni Soviet yang didatangkan ke Kuba pada 4
Oktober 1962 tanpa deteksi. Termasuk di dalamnya terdapat sekitar 43 ribu
pasukan Uni Soviet yang didatangkan untuk melatih tentara Kuba.
Rudal-rudal tersebut diperkirakan setara dengan tujuh kali
lipat bom atom yang dijatuhkan oleh Truman ke Kota Hirosima pada tahun 1945.
Rudal-rudal tersebut diprediksi memiliki jarak tempuh 2.200 mil yang mampu
menjangkau semua kota di Amerika Serikat kecuali Seattle.
Menanggapi kondisi genting tersebut pejabat intelejen dan
luar negeri Amerika Serikat terlihat panik. Amerika Serikat kemudian membuat
sejumlah daftar rencana untuk menghentikan ancaman nuklir Uni Soiviet di Kuba.
Rencana tersebut meliputi upaya sabotase, serangan udara
terhadap instalasi nuklir Uni Soviet di Kuba, melakukan serangan udara berskala
besar hingga opsi menduduki Kuba. Bahkan ketika itu Amerika Serikat sudah
membuat skenario melakukan perang nuklir terhadap Kuba.
Pada tahun 1962 terjadi sebuah insiden yang hampir
menjerumuskan dunia ke dalam perang nuklir. Ketika itu armada laut Amerika
Serikat mengultimatum armada laut milik Soviet yang sedang membawa nuklir ke
Kuba.
Ancaman tersebut tidak main-main. Ketika itu armada laut
Amerika juga membawa rudal berhulu ledak nuklir yang siap diluncurkan jikalau
Soviet tidak mengindahkan ultimatum tersebut.
Setelah dilakukannya serangkaian diplomasi kilat antarkedua
negara, akhirnya dicapai persetujuan. Uni Soviet akan membongkar instalasi
nuklirnya di Kuba dengan syarat Amerika melakukan hal yang sama di Turki dan
Yunani.
Dengan dicapainya persetujuan tersebut maka untuk sementara
berakhirlah ancaman terjadinya perang nuklir antara Uni Soviet dan Amerika
Serikat.
Menyerahkan Uni Soviet akibat tekanan Amerika Serikat
tersebut mengakibatkan berubahnya pandangan Castro terhadap Uni Soviet.
Castro menganggap Uni Soviet sama dengan
Amerika Serikat, yaitu sama-sama ingin mendominasi dunia demi kepentingannya
sendiri. Castro menilai Uni Soviet tidak teguh dalam memperjuangkan ideologi
sosialisme.
Uni Soviet dianggap lebih mengutamakan kepentingan
nasionalnya ketimbang kepentingan revolusi proletar sedunia. Perubahan sikap
Castro inilah yang menyebabkan Castro kemudian menjaga jarak dari Uni Soviet.
Kubapun dalam perkembangannya terlibat dalam sejumlah pertemuan negara-negara
yang menganut politik Non Blok.
Pada tahun 1965 ketika diadakannya Konferensi Ekonomi Asia
Afrika di Aljiers Che Guevara sebagai wakil Kuba dengan terbuka menyerang Uni
Soviet dengan tajam. Ia bahkan menyebut Uni Soviet sebagai negara imperialisme
baru
REFERENSI
:
Angkasa, Icon of The
World, Jakarta ; Gramedia, 1998
Tim Weiner, Membongkar Kegagalan CIA, Jakarta : Gramedia,
2007
Komentar
Posting Komentar