PROSTITUSI DAN GLOBALISASI

 

PROSTITUSI DAN GLOBALISASI

GLOBALISASI

Globalisasi dimaknai sebagai sebuah proses di mana manusia, informasi, perdagangan, investasi, demokrasi, dan ekonomi pasar cenderung semakin melampaui batas-batas nasional. Internasionalisasi semakin membebaskan manusia dari batas-batas ciptaan para pembuat peta.

Globalisasi memungkinkan kita bergerak melampaui batasan-batasan semacam itu, baik dengan melakukan perjalanan fisik, transaksi bisnis maupun kegiatan-kegiatan investasi lintas-negara.

 Pilihan dan peluang kita semakin besar dengan turunnya ongkos transportasi, berkat tersedianya alat komunikasi baru yang lebih efisien, liberalisasi perdagangan, dan pergerakan modal.

Globalisasi memiliki kaitan erat dengan sejumlah hal berikut :

● modernisasi : Hubungan antara globalisasi dan modernisasi dapat dilihat dari hubungan yang bersifat dua arah. Pertama, hubungan tersebut dapat dilihat, bahwa modernisasi menjadi faktor yang mendorong terjadinya globalisasi.

Modernisasi di bidang teknologi informasi dan transportasi mendorong terjadinya difusi budaya dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya. Kedua, globalisasi juga dapat mendorong semakin intensifnya modernisasi. Meluasnya pengaruh masyarakat Barat membuka masyarakat lainnya untuk melakukan proses modernisasi.

● westernisasi : Globalisasi budaya mengakibatkan terjadinya proses penyebaran unsur kebudayaan Barat. Hal itu disebabkan karena globalisasi sendiris ering dimaknai sebagai bentuk dari Amerikanisasi atau penyebaran kebudayaan Amerika Serikat.

● konsumerisme : Konsumsi di satu sisi telah mendorong perubahan yang positif, dengan semakin meningkatkan aktivitas ekonomi dan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa. Akan tetapi disisi lain, konsumsi telah menimbulkan munculnya sejumlah fungsi laten.

Konsumsi pada masyarakat pasca industri tidak lagi bertujuan memenuhi kebutuhan manusia akan barang dan jasa, melainkan dalam rangka memenuhi hasrat sebagai bagian dari gaya hidup modern.

 

● sekularisme : Menurut Berger, pluralisme menimbulkan sekularisasi, sebagaimana sekularisasi menimbulkan pluralisme. Pada tingkatan subjektif, pluralisme menyebabkan seseorang merasa ragu terhadap agama, sebab pada tingkatan objektif, terdapat begitu banyak keyakinan-keyakinan di lingkungan sosialnya. Seseorang disodorkan  dengan begitu banyak pilihan untuk memaknai kehidupannya.

Globalisasi budaya terlihat dari kemajuan menuju keseragaman. Media massa seperti televisi dan youtube telah mengubah dunia menjadi sebuah “desa global”. Informasi dan gambar peristiwa yang terjadi di tempat yang sangat jauh dapat ditonton jutaan orang pada waktu yang bersamaan.

Sejumlah pertunjukan seperti Olimpiade, Konser Musik, pertandingan sepakbola dan lain sebagainya telah menyatukan selera, persepsi, dan pilihan masyarakat dunia.

Aliran barang konsumsi serupa yang menjangkau seluruh penduduk dunia sebagai contoh adalah coca Cola. Pergerakan penduduk seperti migrasi, pengiriman tenaga kerja ke luar negeri dan pariwisata telah memberikan peluang untuk mengenali pola kehidupan asing secara langsung. Muncul bahasa global.

Bahasa Inggris dalam hal ini berperan penting sebagai alat komunikasi di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, bisnis, komputer, transportasi, dan untuk komunikasi pribadi dalam bepergian. Teknologi komputer memaksakan proses penyatuan lainnya. Program yang sama digunakan di seluruh dunia sebagai pola umum dalam menyusun dan memproses data informasi.

Tradisi kultural  pribumi atau lokal semakin terkikis dan terdesak sehingga menyebabkan kultur konsumen atau budaya massa model Barat menjadi kultur universal yang menjalar ke seluruh dunia.

Globalisasi budaya telah mengakibatkan terjadinya benturan atau konflik kultural. Benturan budaya ini sangat terlihat ketika peradaban Barat merasuk ke dalam kultur pribumi di daerah yang menjadi jajahan mereka. Sedemikian hebat penetrasi budaya Barat ini sehingga di awal abad ke-20 sudah sangat sedikit masyarakat yang dapat dikatakan sebagai “masyarakat tradisional” yang masih tersisa.

Seluruh masyarakat dunia telah mengalami kontak dengan peradaban Barat yang modern, dan peradaban Barat tersebut mendominasi bidang industri dan menjadi kekuatan politik global. Akibat kontak dengan kebudayaan Barat tersebut, kebudayaan pribumi atau kebudayaan lokal telah mengalami kemunduran dan kerusakan yang sedemikian parah.

 

GLOBALISASI DAN PROSTITUSI

Giddens mengidentifikasi munculnya revolusi global yang sedang berlangsung di era globalisasi saat ini, mengenai bagaimana individu manusia memahami dirinya sendiri dan bagaimana ia membangun ikatan dan hubungan dengan orang lain.

Dengan kata lain sebuah revolusi global yang dalam konteks ini terjadi di wilayah intim ; seksualitas dan perkawinan. Dahulu seksualitas didominasi oleh tuntutan reproduksi, namun dengan ditemukannya alat kontrasepsi telah mendorong terjadinya pemisahan total antara seksualitas dan reproduksi (dasar dari revolusi seksual).

Orang melakukan aktivitas seksual bukan lagi semata untuk kebutuhan reproduksi tetapi sekedar mencari kesenangan. Pelacuran atau prostitusi dalam hal ini juga memperkuat proses perubahan tersebut karena meminjam pendapat Giddens, revolusi seksual yang terjadi dengan adanya proses globalisasi, memunculkan adanya “transformasi keintiman” (transformation of intimacy), dimana keintiman dilihat sebagai sebentuk negosiasi transaksional yang bersifat impersonal.

Globalisasi juga telah mengakibatkan terjadinya perubahan pada dunia prostitusi. Dengan kemajuan teknologi informasi, di era global telah berkembang sebentuk prostitusi yang difasilitasi oleh kecanggihan teknologi informasi. Masyarakat sekarang mengenal prostitusi daring (online) yang bertransaksi melalui jaringan komunikasi daring.

 Sistem prostitusi ini telah mengubah corak prositusisi dari berbagai aspek. Pertama, sistem prostitusi berbasis daring tidak membutuhkan tempat tertentu atau lokalisasi. Tempat prostitusi dapat dilakukan di hotel tertentu atau kompleks apartemen, tentunya ini semua dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.

Dalam prostitusi daring sistem sosial yang biasa ada dalam dunia dan bisnis pelacuran mengalami pergeseran. Prostitusi daring tidak membutuhkan jasa keamanan atau gali sebagaimana yang ada dalam prostitusi konvensional.

Prostitusi daring masih membutuhkan germo atau muncukari untuk memasarkan para pelacur kapada para pria hidung belang. Dalam prostitusi daring para pelacur dipromosikan dengn bentuk yang lebih nyata dengn melalui tayangan video berdurasi singkat mengenai sosok para pelacur. Bahkan promosi tersebut banyak menayangkan aktivis seksual secara vulgar.

Proes globalisasi ditandai dengan adanya interkoneksi yang melintasi batas-batas administratif suatu negara. Hal ini tentu saja berpengaruh pada dunia prostitusi.

Melalui medium teknologi informasi dan internet, para pelaku bisnis prostitusi memanfaatkan jaringan telekomunikasi yang ada untuk memperluas pasar global. Dalam prostitusi jenis ini para pelanggan dapat memperoleh pelacur yang bersifat lintas negara. Para pelacur didatangkan dari sejumlah negara yang berbeda dengan tarif tertentu.

Biasanya pelacuran semacam ini merupakan pelacuran yang berskala besr dengan eprputaran uang yang sangat tinggi. Pelacur internasional ini dibanderol degan harga yang cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan seksual para pria berkantong tebal.

 

 

 

REFERENSI :

 

-Bagong Suyanto, Sosiologi Ekonomi, Kapitalisme Dan Konsumsi Di Era Masyarakat Post Modernisme, Jakarta : Kencana, 2013

-Burhan Bungin, Pornomedia, Konstruksi Sosial Teknologi Telematika Dan Perayaan Seks di Media Massa, Jakarta : Kencana,2003

-James Henslin, Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi, Jakarta : Erlangga, 2006

-Julia Suryakusuma, Agama, Seks, Dan Kekuasaan, Jakarta : Komunitas Bambu, 2012

-Kartini Kartono, Patologi Sosial, Jakarta ; Rajawali, tanpa tahun

-Koeswinarno, Hidup Sebagai Waria, Yogyakarta : LKiS,2004

-Mansour Fakih, Analisis Gender Dan Transformasi Sosial, Yogyakarta : Insistpress,2008

-Ratna Batara Munti, Demokrasi Keintiman, Seksualitas di Era Global, Yogyakarta : LKiS,2005

-Sri Purwatiningsih, Migrasi Dan Seksualitas, dalam Mobilitas Penduduk Indonesia, Yogyakarta : Pusat Studi Kependudukan Dan Kebijakan UGM,2002

 

MAJALAH

-Kristi Poerwandari, Bila Kita Adalah Korban, dalam Jurnal Perempuan, Perkosaan Dan Kekuasaan, Jakarta,2011

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSIOLOGI PEMBUNUHAN

STATUS OBJEKTIF DAN STATUS SUBJEKTIF

TAWURAN SEBAGAI SUATU GEJALA SOSIAL (ANALISIS SOSIOLOGIS KONFLIK SOSIAL DI PERKOTAAN)