PROSTITUSI DAN MOBILITAS SOSIAL

 

PROSTITUSI DAN MOBILITAS SOSIAL

MOBILITAS SOSIAL

Salah satu konsep penting dalam sosiologi adalah mengenai mobilitas sosail. Mobilitas sosial adalah gerak sosial baik yang dilakukan oleh individu maupun oleh kelompok dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya.

Berarti dalam hal ini mobilitas sosial bersifat vertikal. Mobilitas vertikal mengakibatkan terjadinya perubahan status, baik menjadi lebih tinggi atau justru menjadi lebih rendah dibandingkan sebelumnya.

Selain mobilitas yang bersifat vertikal, mobilitas dapat berbentuk horizontal. Mobilitas horizontal merupakan mobilitas sosial yang tidak mengakibatkan terjadinya perubahan status. Mobilitas jenis ini merujuk pada perubahan identitas sosial khususnya di bidang okupasi atau pekerjaan.

 Misalnya seseorang melakukan alih profesi dari profesi yang satu ke profesi yang lain di mana pendapatan yang didapatkan dari kedua profesi tersebut tidak terlalu signifikan. 

Bentuk lain dari mobilitas sosial adalah mobilitas lateral atau mobilitas geografis. Mobilitas geografis adalah pergerakan warga secara spasial dari satu wilayah atau kawasan ke daerah atau wilayah lainnya secara permanen atau dalam rentang waktu yang lama. Mobilitas jenis ini contohnya adalah urbanisasi, transmigrasi, emigrasi atau imigrasi.

Mobilitas sosial baik bersifat vertikal, horizontal maupun lateral dipengaruhi oleh sejumlah faktor baik yang bersifat struktural, kultural maupun individual.

Perubahan struktur ekonomi sebuah negara misalnya dapat mendorong terjadinya mobilitas sosial baik vertikal, horizontal, maupun lateral. Misalnya, ketika sebuah masyarakat mengalami transisi dari struktur ekonomi agraris menjadi masyarakat industriakan membuka ruang terjadinya mobilitas sosial.

Para petani berbondong-bondong melakukan alih profesi menjadi buruh di pabrik. Para pekerja berupaya keras untuk melakukan ‘panjat sosial’ ke atas dan mendapatkan posisi sosial yang lebih baik. Penduduk desa juga beramai-ramai pindah ke kawasan perkotaan untuk mencari penghidupan yang lebih baik.

 

MIGRASI DAN PROSTITUSI

Migrasi sebagai salah satu bentuk mobilitas sosial lateral mempunyai resiko pada seksualitas. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa semua mobilitas mempunyai satu hal yang umum, yaitu memungkinkan terjadinya causal sex

Di daerah tempat bekerja, pekerja migran laki-laki hidup sebagai bujangan dan sering berhubungan seks dengan perempuan lokal, seperti di tempat hiburan atau lokalisasi prostitusi.

Fenomena  prostitusi dapat dikaitkan dengan mobilitas penduduk. Banyak dari pengunjung tempat-tempat pelacuran adalah penduduk yang tingkat mobilitas yang tinggi, seperti supir truk antarprovinsi, anak buah kapal (ABK), nelayan, dan wisatawan.

Banyak kondisi yang memberikan kesempatan pada terjadinya seks bebas di kalangan migran. Kehidupan di daerah tujuan yang jauh dari daerah asal migran menjadikan migran seperti lepas dari lingkungan primordial mereka. Kehidupan baru dengan lingkungan sosial yang berbeda dengan daerah asal menjadikan migran kehilangan kontrol sosial.

Motivasi ekonomi yang lebih mendominasi kehidupan para migran menyebabkan mereka kurang peduli dengan lingkungan sosialnya. Di daerah asal migran, ada batasan kultural dalam hal seksualitas. Migrasi telah membuka batasan tersebut kepada situasi yang lebih bebas.

Kehidupan sosial migran yang jauh dari lingkungan sosial primordialnya, selain mengakibatkan perubahan perilaku dan tradisi baru, juga mengakibatkan timbulnya tekanan-tekanan sosial tertentu, baik tekanan fisik maupun psikis. Perlakuan kasar yang dialami oleh migran sebagai akibat dari perlakuan kasar di tempat kerja seperti yang dialami oleh TKW di luar negeri.

Mereka juga mengalami tekanan psikologis seperti harus beradaptasi dengan lingkungan yang  baru. Proses penyesuaian dengan lingkungan yang baru tersebut tidak berlangsung dalam waktu yang singkat. Hal ini kemudian menimbulkan sebuah kondisi hubungan yang interpersonal.

Tekanan yang mereka alami di daerah rantau mengakibatkan terjadinya perubahan perilaku dan kemudian menyebabkan mereka meninggalkan budaya dan tradisi primordial mereka.

Berbagai tekanan yang mereka alami mengakibatkan migran mencari pelarian untuk bisa melupakan atau melepaskan tekanan-tekanan yang mereka alami.

Para migran umumnya didominasi oleh kelompok usia aktif secara seksual, laki-laki biasanya belum menikah, dan jika perempuan juga tanpa ditemani oleh suaminya. Hal inilah yang mendorong terciptanya kondisi kehidupan seksual yang lebih permisif.

Pola hubungan seksual yang dipraktekkan oleh para migran antara lain dilakukan dengan para Pekerja Seks Komersial di lokalisasi prostitusi. Prostitusi menjadi tempat para migran mendapatkan jasa pelayanan seksual karena merupakan cara yang paling mudah dilakukan oleh para migran di dalam menyalurkan dorongan seks mereka.

Hubungan seks yang bebas dan tanpa ikatan ini merupakan pilihan para migran di dalam memenuhi kebutuhan biologisnya.Hal ini disebabkan adanya dukungan maraknya bisnis prostitusi di kota, mulai dari kota besar  hingga kota kecil.

Kemudahan untuk mengakses prostitusi inilah yang menyebabkan para migran memilih berhubungan seks dengan pekerja seks komersial.(Sri Purwatiningsih,2002)

Selain mobilitas sosial yang bersifat geografis atau lateral seperti migrasi, prostitusi juga berkaitan erat dengan mobilitas yag bersifat vertikal. Dalam dunia prostitusi struktur sosial pada sub budaya prostitusi memungkinkan para pelacur melakukan perbaikan nasib.

 Dari sejumlah kajian mengenai kehidupan sosial di dunia pelacuran khususnya di kompleks lokalisasi pelacuran, terdapat fenomena ketika sejumlah pelacur berhasil “sukses” secara finansial akibat “kerja kerasnya” selama ini.

Hasil kerja keras mereka mengakibatkan pelacur tersebut memiliki modal yang cukup untuk memperbaiki kehidupan ekonominya. Melalui modal yang mereka kumpulkan itulah mereka kemudian beralih menjadi germo atau muncikari.

Mereka tidak lagi harus bersusah payah dengan tenaga mereka untuk melayani para lelaki hidung belang. Mereka kini melakukan peran yang berbeda dengan mengorganisir para pelacur melalui rumah bordil.

 

 

REFERENSI :

 

-Endang R.Sedyaningsih, Perempuan-perempuan Kramat Tunggak, Jakarta : PT Gramedia, 2010

-Irwan Abdullah, Seks, Gender Dan Reproduksi Kekuasaan, Yogyakarta : Tarawang Press,2001

-James Henslin, Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi, Jakarta : Erlangga, 2006

-Julia Suryakusuma, Agama, Seks, Dan Kekuasaan, Jakarta : Komunitas Bambu, 2012

-Kartini Kartono, Patologi Sosial, Jakarta ; Rajawali, tanpa tahun

-Koeswinarno, Hidup Sebagai Waria, Yogyakarta : LKiS,2004

-Mansour Fakih, Analisis Gender Dan Transformasi Sosial, Yogyakarta : Insistpress,2008

-Sri Purwatiningsih, Migrasi Dan Seksualitas, dalam Mobilitas Penduduk Indonesia, Yogyakarta : Pusat Studi Kependudukan Dan Kebijakan UGM,2002

-Tjahjo Purnomo & Ashadi Siregar, Dolly, Membedah dunia pelacuran Surabaya, kasus Kompleks Pelacuran Dolly,Jakarta : Grafitipres, 1982.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSIOLOGI PEMBUNUHAN

STATUS OBJEKTIF DAN STATUS SUBJEKTIF

TAWURAN SEBAGAI SUATU GEJALA SOSIAL (ANALISIS SOSIOLOGIS KONFLIK SOSIAL DI PERKOTAAN)