DERITA GURU HONORER

 

DERITA GURU HONORER

Dunia pendidikan di Indonesia ditandai oleh berbagai persoalan, mulai dari sistem pendidikan yang menyangkut kurikulum dan tujuan pendiikan nasional sampai kepada guru ; yaitu kompetensi dan kesejahteraan guru.

Merupakan sebuah realitas sosial yang terbentuk melalui konstruksi sosial bahwa menjadi guru di Indonesia pada umumnya bukanlah merupakan cita-cita yang diidam-idamkan. Anak-anak di Indonesia masih terpaku pada konstruksi pekerjaan yang ideal, yaitu menjadi dokter, insinyur atau menjadi pilot. Adapun menjadi guru, pilihan itu mungkin terbatas pada anak-anak tertentu.

Menjadi pertanyaan, mengapa menjadi guru bukanlah cita-cita banyak orang di Indonesia? Hal itu tidak mudah menjawabnya. Ada persoalan struktur sosial dan kultur yang memengaruhinya.

Hal yang sama nampaknya juga terjadi di negara-negara yang sudah maju. Berdasakan penelitian dari Paul B Horton, di dalam masyarakat Amerika, menjadi guru bukanlah merupakan pilihan yang utama—walaupun bukan juga pilihan yang dianggap buruk--sedangkan profesi-profesi yang dianggap secara subjektif memiliki prestise lebih baik antara lain menjadi pejabat publik atau pengusaha.

Hal yang sama terjadi di Indonesia. Menjadi guru di Indonesia berada di antara dua motif, yang pertama karena panggilan jiwa, dan yang kedua karena tidak ada alternatif pilihan yang memadai.

Menjadi guru tidaklah dimotifkan untuk memperoleh kekayaan, walaupun tidak dapat dipungkiri ada cukup banyak guru yang memiliki kekayaan yang memadai dan prestise sosial yang tinggi, namun hal ini relatif masih sangat terbatas sifatnya.

Persoalan ini menjadi lebih nyata ketika kita melihat keadaan guru-guru yang ada di daerah pedalaman. Mereka merasakan termarjinalisasi dan diabaikan oleh pengambil kebijakkan. Mereka tidak lagi berharap akan dapat mencukupi kebutuhan ekonominya dengan menjadi guru.

Untuk dapat bertahan hidup saja mereka sudah harus bekerja keras. Tidak jarang mereka bahwan harus diberi gaji bukan berupa uang, melainkan dengan hasil bumi seperti sayur-sayuran dan lain sebagainya.

Pembahasan mengenai persoalan terkait dengan profesi sebagai guru juga menjadi prihatin kalau kita membahas mengenai guru honorer. Guru honorer adalah guru yang mengajar baik di sekolah negeri yang dikelola oleh pemerintah maupun di sekolah-sekolah swasta yang bersifat tidak tetap. Posisinya sebagai guru tidak tetap mengakibatkan ia rawan mengalami pemutusan hubungan kerja sewaktu-waktu.

Pun seorang guru honorer tidak dapat melakukan mobilitas sosial yang sama dengan guru tetap, dan yang lebih mendasar lagi adalah, pendapatan seorang guru honorer relatif jauh memadai untuk menjalani kehidupan sehari-hari.

Kondisi ini memiliki implikasi yang luas. Kondisi ekonomi dan keterbatasan finasial yang dimiliki oleh guru honorer sering kali mengakibatkan terjadinya demotivasi. Memang hal itni bukanlah merupakan sebuah aksioma, dan dalam kenyataannya banyak juga guru honorer yang bekerja tanpa pamrih dan berdedikasi tinggi.

Seorang guru honorer dapat mengalami demotivasi karena tidak adanya kepastian mengenai masa depan mereka. Umumnya orang akan bersemangat bekerja dan berupaya meningkatkan kualifikasinya apabila mereka melihat adanya keuntungan yang dapat mereka dapatkan melalui usahanya tersebut di masa depan.

Misalnya, seorang guru PNS akan berupaya keras belajar dan meningkatkan keterampilannya melalui pendidikan lanjutan guru demi memperoleh sertifikasi guru yang berdampak pada kenaikan tingkat kesejahteraannya.

Seorang guru honorer menempati strata sosial paling bawah dalam sistem pelapisan sosial di kalangan guru atau di dalam istitusi sekolah. Mereka mengajar di sisa-sisa jam mengajar yang ditinggalkan oleh guru tetap di sekolahnya. Sering pula terjadi, seorang guru honorer harus mengajar mata pelajaran yang bukan merupakan disiplin ilmunya untuk mendapatkan sesi mengajar.

Pemerintah bukannya menutup mata  melihat situasi ini, namun memang tidak mudah untuk menyelesaikan persoalan mengenai guru honorer ini. Permasalahan mengenai guru honorer bagi pemerintah pusat dan daerah merupakan masalah di antara sekian banyak permasalahan yang ada di dalam dunia pendidikan yang harus dicari jalan keluarnya.

Upaya megatasi persoalan mengena guru honorer ini terkendala terutama oleh keterbatasan anggaran. Pemerintah merasa anggaran keuangan yang ada tidak memungkinkan untuk mengangkat semua guru honorer menjadi guru yang berstatus tetap.

Adapun upaya pemerintah untuk mengangkat sebagian guru honorer menjadi guru tetap melalui seleksi terbatas sering kali dibenturkan dengan isu-isu mengenai diskriminasi dan kemanusiaan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSIOLOGI PEMBUNUHAN

STATUS OBJEKTIF DAN STATUS SUBJEKTIF

TAWURAN SEBAGAI SUATU GEJALA SOSIAL (ANALISIS SOSIOLOGIS KONFLIK SOSIAL DI PERKOTAAN)