KENAKALAN REMAJA DAN TANTANGAN TERHADAP LEMBAGA KELUARGA
KENAKALAN
REMAJA DAN TANTANGAN TERHADAP LEMBAGA KELUARGA
KENAKALAN
REMAJA SEBAGAI SEBUAH PERMASALAHAN SOSIAL
Kenakalan remaja atau juvenile
deliquency adalah kejahatan atau kenakalan yang dilakukan oleh anak-anak
muda. Kenakalan remaja merupakan gejala patologis yang dialami oleh remaja atau
anak-anak yang disebabkan karena aspek sosial tertentu sehingga mereka
mengembangkan perilaku menyimpang dari norma-norma umum.
Kenakalan remaja lebih disebabkan oleh faktor-faktor sosio
kultural ketimbang faktor lainnya sepereti faktor biologis. Perilaku kenakalan
remaja ini menunjukkan tanda-tanda tidak
adanya konformitas terhadap norma-norma sosial.
Jika dilihat dari sudut pandang sosiologis, perilaku
kenakalan remaja merupakan refleksi atau manifestasi dari perilaku asosial dan
antisosial. Perilaku asosial dan antisosial merupakan perilaku yang bertentangan dengan harapan masyarakat.
Mereka menutup diri dari masyarakat luas pada umumnya dan
mereka mengembangkan nilai dan norma tandingan sehingga membentuk sub budaya
tanding (counter culture).
Kenakalan
remaja memiliki berbagai bentuk dan manifestasinya, antara lain ;
-perilaku mengendarai kendaraan yang kerap melanggar norma
hukum
-perilaku yang ugal-ugalan dan mengganggu ketenteraman
lingkungan
-tawuran
-membolos sekolah
-tindak kejahatan seperti pencurian, penjambretan dan
perampokan (pembegalan)
-pesta mabuk
-tindak perkosaan
-penyalahgunaan narkotika
-perjudian
Fenomena
kenakalan remaja antara lain ditandai dengan sejumlah karateristik sebagai
berikut ;
-perilaku agresif dan impulsif
-kerap kali melakukan tindakan vandalisme
-melahnya kemampuan memberikan simpati kepada penderitaan
orang lain
-kondisi emosionalnya yang tidak stabil
-kurang tersosialisasi ke dalam masyarakat
Gejala kenakalan remaja sesungguhnya lebih kompleks dari yang
menjadi angapan masyarakat umum. Kenakalan remaja dilatarbelakangi oleh
berbagai faktor sosio-kultural yang multidimensional. Beberapa penyebab
munculnya kenakalan remaja antara lain sebagai berikut ;
-kurangnya usaha orang tua menanamkan gagasan mengenai
moralitas dan keyakinan beragama pada anak
-kurangnya sosialisasi mengenai tanggungjawab sosial pada
anak remaja
-adanya upaya melakukan kompensasi atas kekurangannya
-pada umumnya memiliki tingkat intelejensia yang lebih
rendah dibandingkan anak-anak pada umumnya
-adanya kondisi rumah tangga yang tidak harmonis dan penuh
dengan ketegangan dan pertentangan
-pendidikan formal yang tidak menekankan pada pendidikan
watak/karakter dan kepribadian anak
-adanya keinginan untuk mendapatkan pengakuan dari
masyarakat
Kenakalan remaja
juga dianalisa oleh Frank Haggan. Haggan yang menganalisa berbagai
bentuk kejahatan atau kriminalitas melihat fenomena kenakalan remaja terkait
erat dengan sosialisasi di dalam keluarga, yang mencakup di dalamnya proses
interaksi antara orang tua dan anak. Kenakalan remaja atau delikuensi memiliki
keterkaitan dengan kualitas interaksi keluarga, seperti :
-kegagalan mendidik anak
-lingkungan rumah yang buruk
-penegakan disiplin yang tidak konsisten
-pola sosialisasi yang permisif dan restriktif atau kaku
-adanya penolakan orang tua
Adapun hal-hal yang tidak memiliki hubungan dengan
kenakalan remaja adalah faktor struktur keluarga, seperti :
-urutan kelahiran anak
-jumlah saudara kandung
KELOMPOK
GANG
Kenakalan remaja merupakan perilaku yang dijalani oleh
anak-anak yang rata-rata berusia di bawah 21 tahun. Seringkali kenakalan remaja
mengambil bentuk adanya kelompok gang yang melakukan tindakan kriminal seperti
mencuri, merampok atau membegal dan kejahatan lainnya.
Kenakalan remaja dalam bentuk gang ini lebih identik dengan
kejahatan yang meresahkan masyarakat umum. Gang diidentikkan dengan kerumunan
yang kerap membuat onar dan melanggar tata tertib masyarakat.
Kebanyakan gang sesungguhnya awalnya merupakan kelompok bermain (peer group) yang
beroperasi bersama-sama untuk mencari pengalaman baru yang menyenangkan.
Dari adanya kelompok bermain itu lambat laun berkembanglah
perilaku liar dan tidak terkendali serta berada di luar kontrol orang tua atau
orang dewasa. Dalam perkembangannya, gang tersebut muncul menjadi kelompok yang
melakukan tindak kejahatan atau kriminalitas.
Kelompok gang biasanya memiliki bahasa atau istilah
tersendiri yang digunakan diantara mereka. Istilah atau bahasa tersebut hanya
dapat dimengerti oleh anggota komunitas, yang mencakup juga bahasa tubuh atau
isyarat sandi tertentu.
Kelompok gang memiliki norma, etik dan kode perilaku yang
harus ditaati oleh para anggotanya. Penyimpangan terhadap norma, etik dan kode
perilaku tersebut mendatangkan konsekuensi yang berat. Pelakunya akan dicap
sebagai penghianat dan mendapatkan sanksi yang keras dari anggota komunitas.
Kartini Kartono dalam bukunya Patologi Sosial 2 menyebutkan
beberapa ciri lain dari kelompok gang sebagai berikut :
-memiliki anggota berkisar 3 sampai 40 orang
-sebagian besar anggota berjenis kelamin laki-laki
-gang dipimpin oleh orang yang lebih senior dan memiliki
prestasi tertentu di mata anggota kelompok lainnya
-relasi diantara para anggota bervariasi, mulai dari yang
longgar sampai yang lebih intim
-selalu terlibat dalam pelanggaran hukum
-usia gang bervariasi, ada yang hanya bertahan beberapa
bulan saja dan ada juga yang bertahan hingga belasan tahun
-dalam waktu yang relatif pendek, masing-masing anggota
berganti peran disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi sosial tertentu
-pada umumnya anggota gang fanatik dalam memegang teguh
norma kelompok
-terdapat status sosial dan peranan tertentu sebagai
imbalan atas partisipasinya
REFERENSI :
Frank E.Hagan, Pengantar Kriminologi, Teori, Metode, dan
Perilaku kriminal, Jakarta : Kencana, 2015
Kartini Kartono, Patologi Sosial 2, Kenakalan Remaja, Jakarta
: Rajawali, 1992
Komentar
Posting Komentar