PENGAMEN
JALANAN DAN MASALAH SOSIAL PERKOTAAN
“Musisi
jalanan mulai beraksi…Seiring langkah kehilanganmu….”
Keberadan pengamen jalanan atau musisi jalanan sudah lama
diakui oleh masyarakat perkotaan. Mereka ada di berbagai kota di Indonesia,
seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Bandung, Depok, Bogor, dan kota-kota lainnya.
Para pengamen jalanan biasanya beroperasi di dalam sarana
transportasi publik seperti kereta api, bus kota, dan angkot. Akan tetapi semenjak
dilakukan pembenahan terhadap kereta api baik kereta api penumpang jarak jauh
dan kereta api Jabodetabek yang dikenal dengan nama Commuter Line, mereka tidak dapat lagi beroperasi di dalamnya.
Ada juga pengamen yang melakukan aktivitasnya dengan
menyambangi rumah-rumah warga di komplek-komplek perumahan. Mereka menyanyikan
sebuah lagu sambil menunggu belas kasihan pemilik rumah untuk memberikan mereka
“uang receh”
Para pengamen jalanan bukanlah pekerja yang menjual jasa.
Menurut Parsudi Suparlan, para pengemen jalanan sejatinya adalah pengemis yang
hidup dari belas kasihan orang lain. Lagu-lagu yang mereka nyanyikan tidak
mungkin mereka kenakan tarif tertentu
karena tidak ada orang yang memesan lagu atau jasa mereka.
Berbeda halnya dengan para musisi “resmi” yang memang
menjual jasa mereka kepada pihak-pihak yang membutuhkannnya. Para ‘musisi
resmi’ ini umumnya dipanggil untuk menghibur di kafe-kafe atau rumah makan
tertentu dengan imbalan sejumlah uang.
Masyarakat umumnya menganggap keberadaan pengamen jalanan
ini acuh tak acuh. Masyarakat seakan tidak peduli dengan kehidupan mereka.
Bahkan ada juga masyarakat yang merasa terganggu dengan keberadaan para
pengamen jalanan ini.
Apalagi pada kenyataannya ada juga pengamen yang mencoba
melakukan intimidasi kepada warga agar mau memberikan sejumlah uang kepada
mereka ketika mereka melakukan aktivitas mengamen.
Bahkan ada juga pengamen yang menjadikan aktivitas mengamen
segaai sarana untuk melakukan tindakan kriminal. Mereka menjadikan mengamen
sebagai kedok untuk melakukan pemerasan terhadap pengguna transportasi publik
seperti bus, angkot dan kereta api.
Terdapat juga sejumlah pengamen yang memaksa warga untuk
memberikan uang ketika mereka bernyanyi, misalnya seperti yang pernah terjadi
di kawasan sekita Gazebu Kota Bandung.
Di kawasan tersebut dan beberapa tempat lainnya, para
wisatawan atau pengunjung merasa resah karena merasa diintimidasi oleh para
pengamen jananan tersebut. Fenomena ini menunjukkan adanya pengamen yang dapat
dikatakan seperti preman jananan yang menimbulkan keresahan di masyarakat.
Pengamen jalanan terbagi menjadi tiga berdasarkan jumlahnya
;
Pertama ada pengamen yang melakukan aktivitasnya seorang
diri. Dengan bermodalkan gitar seadanya mereka menyusuri jalan-jalan komplek
untuk menyanyikan lagu satu demi satu, atau mereka mengamen di dalam sarana
transportasi publik.
Kedua, pengamen yang merupakan pasangan suami dan istri.
Mereka saling berbagi peran, ada yang menyanyi dan ada yang membawa pengeras
suara untuk menarik perhatian warga.
Kategori pengamen yang ketiga adalah pengamen yang
berkelompok. Untuk kategori ini terbagi lagi menjadi pengamen yang melakukan
aktivitasnya berdua atau bertiga dan ada pengamen yang bergerombol seperti
pengamen yang memanfaatkan ondel-ondel dengan diiringi oleh musik-musik etnik
untuk menarik perhatian.
Banyak pengamen yang melakukan aktivitasnya sebagai
inisiatif pribadi. Mereka melakukannya dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari, dalam hal ini tidak ada pihak tertentu yang mengorganisir.
Para pengamen juga ada yang diorganisir oleh pihak
tertentu. Seperti pengamen dengan ondel-ondel, mereka diberikan modal berupa
ondel-ondel lengkap disertai dengan seperangkat alat musik pendukung.
Keuntungan yang mereka dapatkan kemudian dibagi dengan pemilik ondel-ondel
dengan perjanjian tertentu.
Profesi mengamen memang bukan merupakan cita-cita. Menjadi
pengamen adalah kesempatan untuk dapat bertahan hidup. Mengamen bagi mereka
adalah kesempatan yang ada untuk dapat bertahan hidup di tengah kehidupan
perkotaan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa profesi sebagai
pengamen---sebagaimana profesi di sektor informal lainnya---merupakan salah
satu katup penyelamat bagi masyarakat golongan bawah.
Dengan mengamen mereka dapat menjalani kehidupan keras
perkotaan dan persaingan antarwarga yang saling berlomba untuk mencari ruang
hidup di kawasan perkotaan. Untuk bisa menjadi pengamen tidak dibutuhkan modal
yang besar. Cukup dengan keberanian tertentu dan kemampuan menghafal sejumlah
lagu untuk dinyanyikan.
Komentar
Posting Komentar