INTERAKSI SOSIAL DALAM KELUARGA

 

INTERAKSI SOSIAL DALAM KELUARGA

 

 

PENGANTAR

 

Keluarga adalah lembaga sosial dasar darimana semua lembaga atau pranata sosial lainnya berkembang. Di masyarakat manapun di dunia, keluarga merupakan kebutuhan manusia yang bersifat universal dan menjadi pusat terpenting dari kegiatan dalam kehidupan individu. Keluarga dapat digolongkan ke dalam kelompok primer, selain karena para anggotanya saling mengadakan kontak langsung, juga karena adanya keintiman dari para anggotanya.(Suyanto, 2014)

 

Mengutip Talcott Parson, yang merupakan tokoh sentral dalam teori fungsionalisme struktural, keluarga merupakan sebuah sistem sosial yang di dalamnya terdapat sejumlah unsur yang berinteraksi satu sama lain dan mengembangkan pola hubungan salingketergantungan antarunsur yang ada. Setiap perubahan yang terjadi pada salah satu unsur akan menimbulkan pengaruh pada unsur lainnya.

 

Berdasarkan teori sistem Talcott Parson tersebut, maka keluarga sebagai sebuah sistem sosial memiliki fungsi sebagai berikut :

 

Adaptation : keluarga memiliki fungsi adaptasi yang berguna untuk menjawab tantangan yang berasal dari luar lembaga keluarga tersebut.

 

☻Goal Attainment : keluarga berfungsi menetapkan tujuan yang harus dicapai oleh setiap anggota keluarga yang ada, seperti keberlangsungan dan eksistensi keluarga itu sendiri.

 

☻Integration : lembaga keluarga harus berfungsi mengintegrasikan setiap unsur yang ada agar perjalanan lembaga keluarga tersebut dapat berjalan secara harmonis.

 

☻Latency : lembaga keluarga harus mentransformasi nilai-nilai, norma-norma dan kebiasaan yang ada kepada anggota-anggotanya seperti sosialisasi yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak-anaknya.

 

Setiap lembaga keluarga mengembangkan hubungan di antara para anggotanya. Adapun pada masyarakat di dunia, pola hubungan antaranggota keluarga memiliki sejumlah perbedaan.

 

Sebuah keluarga adalah kelompok yang relatif permanen, orang dihubungkan oleh peran sosial dan ikatan darah, perkawinan, atau adopsi dan hidup bersama, bekerja sama secara ekonomi dalam membesarkan anak-anak. Oleh karena itu, keluarga tidak hanya sekedar unsur biologis tetapi juga merupakan suatu unit sosial.

 

Keluarga menjadi bagian kekerabatan atau keloampok kekerabatan. Sebuah kelompok kerabat adalah himpunan kerabat yang berinteraksi atas dasar struktur sosial bersama. Kekerabatan masuk ke dalam institusi keluarga, yang biasanya dibentuk oleh pernikahan. Pernikahan adalah suatu struktur sosial terlembagakan yang menyediakan kerangka abadi untuk mengatur perilaku seksual dan melahirkan anak.

 

Keluarga merupakan lembaga yang paling mendasar dari semua kelompok sosial. Dalam penyebarannya, keluarga juga bersifat universal, terjadi sejak dahulu kala. Keluarga merupakan sebuah kelompok sosial yang mendasar di masyarakat. Keluarga, selain bersifat fundamental, keberadaannya juga dipandang sebagai sumber moralitas yang diakui. Keluarga juga memiliki kekuatan untuk mengendalikan perilaku dan membudayakan sifat ‘hewani’ manusia.(Jacky, 2015)

 

HUBUNGAN ANTARA SUAMI DAN ISTRI

 

POLA I :

 

Dalam perkembangan sejarah, hubungan antara suami dan istri terutama pada kelas menengah mengalami perubahan besar. Menurut Burgess (1960), perubahan tersebut ditandai oleh perubahan dari pola hubungan yang bercorak institusional ke pola hubungan yang bercorak companionship. Perbedaan kedua pola tersebut dapat dilihat sebagai berikut :

 

Pola institusional :

 

Pola ini banyak ditemukan dalam masyarakat yang masih tradisional. Pola ini ditandai oleh adanya pola hubungan yang timpang antara suami dan istri. Pola ini didasarkan atas stereotipe gender yang membagi tugas dan peran antara suami dan istri. Suami dalam hal ini menjalankan tugasnya sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah, sedangkan istri menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga dengan seperangkat tugas domestik seperti mengurus suami dan anak serta mengurus rumah tangga. Pola ini memiliki beberapa ciri sebagai berikut :

 

♦ bersifat otoriter, dengan lebih mengutamakan kepentingan suami terhadap istri.

 

♦ didasari oleh anggapan bahwa istri harus melayani suami. Pola ini memosisikan suami sebagai figur yang utama dalam memenuhi kebutuhan material. Adapun tugas istri adalah mendukung peran suami dalam menjalankan tugasnya.

 

♦ ditentukan oleh faktor-faktor di luar keluarga seperti adat, norma, dan hukum

 

Pola Companionship

 

Berbeda dengan pola instituion, pola Companionship banyak terdapat dalam masyarakat yang sudah modern. Dalam pola ini patriarki telah ditinggalkan sehingga pola hubungan antara suami dan istri berjalan relatif setara. Suami tidak lagi memosisikan dirinya sebagai pemimpin yang harus ditaati, akan tatapi kedua pasangan suami dan istri mengembangkan hubungan kemitraan yang sederajat.

 

♦ dianggap sebagai pola demokratis

 

♦ merupakan kontrak antara dua orang untuk saling membahagiakan

 

♦ merupakan hubungan antara suami dan istri diikat berdasarkan kesepakatan bersama diantara kedua pasangan

 

POLA II :

 

Owner Property :

 

♦ dalam pola ini, istri dianggap bukan sebagai pribadi yang otonom, akan tetapi sebagai perpanjangan suami belaka. Seorang istri haruslah menjadi bagian dari kepentingan, kebutuhan, ambisis dan cita-cita sang suami.

 

♦ kestabilan rumah tangga sangat ditentukan oleh sejauh mana istri menjalankan perannya di rumah tangga dengan baik

 

♦ istri adalah milik suami, sebagaimana uang dan barang berharga lainnya

 

♦ terdapat pembagian tugas antara suami dan istri, di mana tugas seorang suami adalah mencari nafkah da tugas istri adalah menyediakan makanan untuk suami dan anak-anaknya

 

♦ terdapat norma-norma perkawinan yang mengharuskan istri untuk membahagiakan suami dan memenuhi semua kebutuhan rumah tangga suami termasuk kebutuhan seksual

 

♦ status sosial istri mengikuti status sosial suami. Istri mendapat pengakuan dari kerabat dan peer group sang suami.

 

♦ istri diharuskan mendidik anak-anaknya sehingga anak-anaknya tersebut dapat membawa nama baik suami di mata masyarakat

 

 

Head Complement :

 

♦ istri dianggap sebagai pelengkap suami

 

♦ suami-istri diharapkan saling memenuhi kebutuhan satu sama lain  seperti kebutuhan akan kasih sayang dan dukungan emosional.

 

♦ suami dan istri mengatur kehidupannya bersama-sama.

 

♦ tugas seorang suami masih mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya dan tugas istri masih terkait dengan kerumahtanggaan.

 

♦ suami juga membantu istri saat diperlukan, misalnya untuk mengerjakan beberapa tugas domestik istri seperti menidurkan anak.

 

♦ pola ini masih didasarkan atas norma ketaatan terhadap suami, akan tetapi istri diberikan kesempatan untuk memberikan pendapatnya, sehingga suami tidak cenderung memaksakan kehendaknya. Walaupun demikian, keputusan terakhir tetap berada di tangan suami.

 

♦ pola ini memungkinkan istri untuk bekerja di ruang publik dengan seizin suami

 

Senior-junior partner :

 

♦ Pada pola ini, poisi istri tidak lagi hanya sebagai pelengkap suami, akan tetapi istri dianggap sebagai teman bagi suami

 

♦ istri tidak terlalu bergantung pada suami karena istri sudah memiliki penghasilannya sendiri

 

♦istri memiliki kekuasaan yang lebih besar dalam pengambilan keputusan akan tetapi suami tetap memiliki kekuasaan yang lebih besar

 

♦ istri bekerja akan tetapi  suami tetap sebagai pencari nafkah utama. Bahkan istri diharapkan memberikan dukungan secara ekonomis, walaupun posisi pencari nafkah tetap dipegang oleh suami. Pendapatan yang diperoleh istri dari bekerja tidak boleh lebih besar dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh oleh suami. Pola ini dianggap sebagai pola yang paling banyak terdapat dalam masyarakat modern dewasa ini.

 

Equal partner :

 

♦ Pada pola ini, tidak ada posisi yang lebih tinggi atau rendah antara suami dan istri. Istri dan suami punya hak dan kewajiban yang sama dalam rumah tangga

 

♦ istri mendapatkan hak dan kewajiban yang sama untuk mengembangkan diri sepenuhnya dan melakukan tugas-tugas rumah tangga

 

♦ pekerjaan suami sama pentingnya dengan pekerjaan istri. Dengan demikian, penghasilan istri dapat lebih besar dibandingkan dengan pendapatan suami.

 

♦ istri mendapatkan pengakuan karena prestasi pribadinya, dan bukan karena faktor suami.

 

 

HUBUNGAN ANTARA ORANG TUA DAN ANAK

 

Selain suami dan istri, anak merupakan salah satu unsur penting lainnya dalam lembaga keluarga. Keberadaan anak dalam banyak masyarakat merupakan unsur yang harus dipenuhi keberadaannya. Pada umumnya masyarakat, terdapat sejumlah pandangan mengenai anak seperti berikut ini :

 

Anak dianggap sebagai pengikat tali perkawinan. Perkawinan dianggap lebih memuaskan apabila ada kehadiran anak diantara suami dan istri. Sebaliknya ketiadaan anak akan menjadi potensi yang dapat melemahkan ikatan perkawinan. Suami dan istri beserta keluarganya dapat saling menyalahkan tentang ketiadaan anak di dalam keluarga. Suami atau keluarganya seringkali menylahkan istri terkait dengan hal itu.

 

keberadaan anak mendorong terjadinya komunikasi antara suami dan istri, karena mereka merasakan pengalaman bersama anak mereka

 

Anak dianggap sebagai simbol yang menghubungkan masa depan dan masa lalu suami dan istri

 

Anak dianggap sebagai sumber kasih sayang

 

Anak dianggap sebagai simbol makna dan tujuan hidup bagi orang tua

 

Keberadaan anak dianggap dapat meningkatkan status keluarga. Bahkan dalam masyarakat feodal tradisional, keberadaan anak dianggap menaikkan prestise keluarga. Keluarga yang banyak memiliki anak dianggap sebagai keluarga yang terhormat.

 

Anak dianggap sebagai penerus keturunan bagi orang tua. Hal ini terutama terdapat dalam masyarakat dengan sistem patrilineal seperti di Cina, Korea, Taiwan dan masyarakat Batak

 

Anak dianggap sebagai pewaris harta pusaka

 

Anak dianggap memiliki nilai ekonomi tertentu. Di sejumlah masyarakat tradisional, anak dianggap sebagai salah satu aset keluarga yang penting. Anak dapat membantu pekerjaan orang tua dalam mengurus ladang atau lahan pertanian.Kondisi inilah yang kemudian memunculkan anggapan bahwa ‘banyak anak banyak rezeki”.

 

Menurut Sanderson, pola hubungan antara orang tua dan aknak dalam masyarakat modern mengalami perubahan yang mendasar. Revolusi keluarga dalam kaitannya dengan perubahan pola hubungan antara orang tua dan anak ditandai dengan semakin berkurangnya pengawasan orang tua terhadap anak-anak mereka, demikian pula dengan kehidupan sosial yang semakin berjarak antara orang tua dan anak.

 

Anak-anak pada umumnya memiliki sub budaya remaja yang mengembangkan seperangkat nilai yang berbeda dengan nilai yang dianut oleh orang tua mereka. Kondisi ini mengakibatkan fungsi sosialisasi nilai  yang sebelumnya dilakukan oleh orang tua semakin berkurang.

 

Perubahan lain dalam hubungan antara orang tua dan anak adalah adanya pergeseran pemaknaan dan fungsi status orang tua dan anak. Pada masa sebelumnya, hubungan orang tua dan anak merupakan hubungan yang bersifat fungsional. Orang tua berperan menanamkan nilai utama kepada anak-anaknya.

 

Adapun dalam masyarakat modern, hubungan antara orang tua dan anak lebih bergeser menjadi pola hubungan persahabatan. Para orang tua cenderung memosisikan dan diposisikan sebagai kawan (suatu hubungan afektif), dan bukan sebagai hubungan kekerabatan (hubungan fungsionil).(Sanderson, 2003)

 

 

POLA HUBUNGAN ANTAR SAUDARA KANDUNG

 

Pola hubungan antara sesama saudara kandung di dalam keluarga antara lain dipengaruhi oleh faktor berikut :

 

  jenis kelamin : Faktor jenis kelamin cenderung bersifat relatif. Kesamaan jenis kelamin diantara adik dan kakak dapat mempererat hubungan antara keduanya akan tetapi bisa juga tidak memiliki pengaruh.

 

♣ usia : Faktor usia memengaruhi pola hubungan antarsaudara kandung misalnya, jikalau usia seorang kakak jauh dibandingkan dengan adiknya, maka biasanya sang kakak akan membantu pendidikan adik-adiknya, bahkan memberikan tumpangan kepada adiknya apabila sang kakak sudah memiliki rumahnya sendiri.

 

♣ jarak kelahiran ; apabila jarak kelahiran antaranak relatif pendek, maka terdapat kecenderungan anak kurang mendapat kasih sayang dari orangtuanya. Hal tersebut dikarenakan orangtua, khususnya ibu lebih banyak terkuras waktu dan tenaganya untuk lebih memperhatikan anaknya yang baru lahir.

 

♣ jumlah anak : banyak atau sedkitnya jumlah anak bersifat relatif dalam kaitannya dengan tingkat kebahagiaan keluarga. Hal itu sangat bergantung pada faktor lainnya yang bengaruh seperti kondisi  perekonomian keluaga.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

REFERENSI :

 

Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta : Prenada, 2014

 

M.Jacky, Sosiologi, Konsep, Teori dan Metode, Surabaya : Mitra Wacana Media, 2015

 

Stephen Sanderson, Makro Sosiologi, Jakarta : Rajagrafindo, 2003

 

T.O.Ihromi, Sosiologi Keluarga, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2004

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSIOLOGI PEMBUNUHAN

STATUS OBJEKTIF DAN STATUS SUBJEKTIF

TAWURAN SEBAGAI SUATU GEJALA SOSIAL (ANALISIS SOSIOLOGIS KONFLIK SOSIAL DI PERKOTAAN)