URBANISASI DAN PERUBAHAN SOSIAL

 

URBANISASI DAN PERUBAHAN SOSIAL

 

PENGANTAR

Kajian mengenai urbanisasi dan kemiskinan di perkotaan merupakan bagian dari kajian Sosiologi Perkotaan. Sosiologi Perkotaan banyak dipelajari oleh mereka yang melakukan social work (pekerjaan sosial), social reform dan publik welare di kalangan mereka yang mengalami social pathology, yaitu penyakit masyarakat kota dalam arti kepincangan sosial, seperti pengangguran, kemiskinan, pelacuran, gelandangan, kenakalan dan kejahatan perkotaan. Dengan adanya Sosiologi Perkotaan, maka sosiologi berkembang dari ilmu murni menjadi ilmu yang bersifat terapan.(Daldjoeni, 1982)

Sosiologi Perkotaan didefinisikan sebagai pendekatan sosiologi yang diterapkan pada fenomena perkotaan. Pendekatan sosiologis terdiri dari konsep-konsep, variabel-variabel, teori-teori, dan metode yang digunakan dalam sosiologi untuk memahami kenyataan sosial, termasuk di dalamnya kompleksitas aktivitas yang berkaitan dengan perkotaan.(Damsar, 2017)

Kemiskinan di perkotaan memiliki keunikan dibandingkan kemiskinan di pedesaan. Masyarakat miskin di perkotaan selain tidak memiliki pendapatan yang memadai untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari juga tidak memiliki akses untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti perumahan yang layak, kesehatan dan transportasi. Mereka juga tidak memiliki standar kehidupan yang layak seperti air dan udara yang sehat.

Menurut Graeme Hugo, salah satu sumber munculnya golongan miskin di perkotaan antara lain adanya proses  migrasi sirkuler.Sejumlah penduduk desa umumnya laki-laki, bujangan atau yang sudah berkeluarga-meninggalkan pedesaan secara temporer untuk ‘mengadu nasib’  di kota-kota yang dinilai bisa memberi harapan dan peluang bagi pencari kerja/nafkah.

Kebanyakan dari mereka tidak berpendidikan atau kurang terampil. Dalam jangka waktu lama dan terikat pada pola musim, golongan masyarakat desa ini pulang pergi ke kota untuk mencari penghasilan yang sebagian dikirim pulang-pergi ke desa guna membantu atau menghidupi keluarga yang ditinggalkan. Sebagian dari mereka, yakin bahwa harapan di pedesaan memang sempit, akan memutuskan bukan hanya tinggal menetap di kota, tetapi bahkan mengangkut keluarganya ke kota.(Kuntjoro jakti,1986)

Golongan miskin perkotaan umumnya bekerja pada sektor ekonomi informal. Sektor ini tidak memberikan kepastian masa depan, bahkan sektor ini seringkali harus berhadapan dengan tindakan repesif aparat karena dianggap mengganggu ketertiban umum. Sektor informal tidak mendorong pelakunya melakukan mobilitas sosial karena salah satu ciri penting sektor ini adalah karakter subsistennya.

Ekonomi subsisten tidak memiliki orientasi kepada keuntungan dan tidak memiliki kemampuan untuk mengakumulasi modal/aset. Ekonomi subsistensi adalah aktivitas ekonomi yang ditujukan pada pencapaian kebutuhan pokok manusia yang berguna untuk mempertahankan hidup semata (survival) (Damsar,2017)

Kemiskinan di perkotaan antara lain disebabkan oleh adanya urbanisasi yang berlebih. Urbanisasi itu sendiri disebabkan oleh adanya dua hal :

Psertama ; daya tarik kota yang mendorong penduduk desa melakukan perpindahan ke kota. Sejumlah daya tarik kota dapat dilihat sebagai berikut :

● Tersedianya lembaga pendidikan : kota menyediakan lembaga pendidikan yang lengkap dan beragam, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas, serta dari jenis maupun jenjang pendidikannya. Mulai dari yang murah sampai yang sangat mahal. Kota juga menawarkan tidak hanya pendidikan formal, tetapi juga pendidikan non formal seperti kursus-kurusus, dan program vokasi.

● Ketersediaan lapangan pekerjaan ; Kota menawarkan beragam sektor pekerjaan baik yang bersifat formal maupun yang bersifat informal. Pekerjaan di daerah perkotaan memiliki variasi yang sangat luas terkait dengan upah atau gaji, mulai dari pekerjaan yang bergaji tinggi sampai pekerjaan yang cenderung hanya bersifat subsisten.

Hampir semua pekerjaan ada di perkotaan, mulai dari pekerjaan yang halus sampai pekerjaan yang kasar, mulai dari pekerjaan yang legal sampai pekerjaan yang ilegal. Bagi  orang kota, hidup di kota menjamin mereka tidak akan kelaparan. Segala hal yang dibutuhkan untuk dapat bsertahan hidup tersedia oleh kota.

● Ketersediaan sarana dan prasanara kehidupan ; Kota menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang menunjang kehidupan, seperti ;

pasar ; mulai dari pasar modern sampai pasar tradisional, bahkan sampai pasar barang-barang bekas atau loak. Produk yang diperdagangkan di pasa juga sangat beragam, mulai dari barang mewah dan bermerek (branded)  atau barang superior dengan harga yang sangat tinggi sampai barang yang sangat terjangkau harganya.

tempat hiburan ; kota juga menyediakan sarana hiburan seperti tempat bermain, wisata kuliner, sampai sarana hiburan yang bertentangan dengan norma-norma sosial seperti tempat judi, prostitusi, dan lain sebagainya.

fasilitas kesehatan ; kota memberikan berbagai alternatif pelayanan kesehatan, mulai dari rumah sakit yang berkelas sampai pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah seperti puskesmas, atau bahkan pelayanan kesehatan alternatif. Pelayanan kesehatan di rumah sakit juga sangat terspesialisasi, mulai dari pelayanan dokter umum sampai pelayanan kesehatan yang khusus.

● Ketersediaan ruang berekspresi ; kota memberikan ruang berekspresi yang lebih luas dan beragam. Kota lebih bersifat permisif dan tidak membatasi warganya untuk berekspresi dalam berbagai hal seperti beragama, berpolitik, berbusana, berpendapat, dan berperilaku.

● Ketersediaan ruang untuk bermimpi dan merealisasikannya ; Kota menjadi ruang sosial bagi banyak orang untuk bermimpi dan merealisasikan mimpinya. Tidak jarang ada orang yang ketika datang psertama klai ke kota dalam keadaan miskin ,akan tetapi kemudian ia berubah menjadi orang yang kaya raya dan memiliki ketenaran.

Kedua ; adanya daya dorong desa. Sejumlah faktor telah menjadi daya dorong bagi orang-orang desa untuk merantau ke kota. Beberapa faktor pendorongnya diantaranya adalah :

● Kelangkaan lapangan pekerjaan ; Berbeda dengan kota, lapangan pekerjaan di daerah pedesaan sangat terbatas. Bagi mereka yang memiliki tanah atau hewan ternak, mungkin dapat bsertahan dan mendapatkan penghidupan dari sektor tersebut. Akan tetapi bagi mereka yang tmemiliki keterbatasan sumber daya di desa maka kehidupan di desa menjadi sangat sulit.

● keterbatasan lembaga pendidikan ; pendidikan di daerah pedesaan sangat terbatas. Keberadaaan sekolah di desa sangat sedikit dan rendah kualitas pendidikannya. Seorang warga desa yang akan bersekolah di sekolah dasar harus menempuh jarak yang sangat jauh hingga 10 kilometer dari rumahnya, Tidak jarang pula anak-anak di desa harus bsertaruh nyawa dengan melintasi jembatan yang rusak untuk bisa sampai ke sekolah. Desa juga tidak menyediakan pendidikan tinggi, sehingga jarang terdapat warga desa yang sampai memperoleh gelar sarjana.

● Ketiadaan ruang untuk berekspresi ; Desa hampir tidak memberikan celah, apalagi ruang untuk berbeda dengan komunitas. Komunitas akan memberikan sanksi sosial kepada siapapun yang berpendapat dan berperilaku menyimpang dan di luar kelaziman. Ekspresi pribadi anggota warga desa diredam oleh ekspresi komunitas melalui legitimasi adat, agama, dan moral pedesaan.

● Keterbatasan sarana dan prasarana kehidupan ; Desa memiliki keterbatasan dalam menyediakan sarana kehidupan bagi warganya. Keberadaan pasar sangat terbatas dan produk yang diperdagangkan juga terbatas. Tidak ada produk-produk berteknologi tinggi yang disediakan oleh pasar pedesaan. Kebutuhan rekreasi penduduk desa juga tidak memadai.

Sebagian besar golongan miskin perkotaan adalah mereka yang merupakan para urban. Mereka datang dari desa dengan tidak memiliki pendidikan dan keterampilan yang memadai, sehingga di kota mereka tidak terserap ke dalam sektor pekerjaan formal. Banyak diantara mereka yang kemudian mengembangkan sektor perdagangan informal yang bersifat subsisten.

Sektor formal yang digeluti oleh para urban ini seringkali tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari, apalagi kebutuhan masyarakat perkotaan sangat tinggi dan beragam. Banyak juga diantara para urban yang tidak memiliki modal untuk hidup dari sektor informal, dampaknya mereka tidak bekerja atau hidup menganggur.

Kemiskinan di perkotaan bukan saja dialami oleh para pendatang. Penduduk ‘asli’ yang sudah mendiami kota dari beberapa generasi sebelumnya juga rentan menjadi golongan miskin. Kemiskinan yang dialami oleh penduduk asli kota ini disebabkan karena rumah tempat tinggal mereka sering kali dialihfungsikan sebagai kawasan perkantoran dan perdagangan.

Memang pada awalnya mereka mendapat ganti rugi atas, akan tetapi karena umumnya uang hasil gusuran tersebut habis dalam waktu singkat, baik karena dibagikan dalam bentuk warisan maupun karena konsumsi berlebih. Dampaknya, mereka kaemudian harus hidup di rumah yang jauh lebih sampit atau bahkan hidup dengan cara mengintrak rumah.

Kemiskinan di perkotaan telah menimbulkan dampak yang luas, baik di bidang ekonomi, sosial, budaya bahkan di bidang politik. Berikut ini adalah beberapa dampak dari kemiskinan di perkotaan ;

♦ Berkembangnya pemukiman kumuh ; ketidakmampuan golongan miskin perkotaan untuk mengakses pemenuhan akan perumahan yang layak mengakibatkan mereka tinggal di daerah yang tidak layak, seperti di daerah bantaran sungai atau di bawah jembatan layang. Akibatnya, berkembanglah pemukiman kumuh.

Pemukiman kumuh ditandai oleh adanya bangunan rumah berupa bedeng atau rumah semi permanan yang tidak layak huni. Bahkan tidak jarang golongan miskin harus hidup seadanya dengan tinggal di emperan toko sebagai tuna wisma.

♦ Meningkatnya kriminalitas ; tingginya kebutuhan hidup dan terbatasnya pendapatan yang diperoleh oleh golongan miskin menstimulus terjadinya kejahatan atau kriminalitas. Beberapa kasus kejahatan yang terjadi dilatarbelakangi oleh adanya upaya pemenuhan kebutuhan yang mendesak yang harus dipenuhi seperti untuk biaya perawatan kesehatan atau biaya sekolah anak.

Memang pemerintah di beberapa daerah sudah membuka ruang adanya akses kepada pelayanan pendidikan dasar dan kesehatan. Akan tetapi ketidakmapuan golongan miskin perkotaan untuk mengurus masalah administrasi dan berurusan dengan birokrasi pemerintahan kota mengakibatkan hal tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh golongan miskin perkotaan.

♦ Turunnya tingkat kualitas hidup ; Terbatasnya akses golongan miskin perkotaan terhadap sumber daya yang ada mengakibatkan mereka harus menjalani kehidupan yang tidak layak, baik di bidang pangan, sandang dan papan. Di bidang pangan, keluarga golongan miskin perkotaan seringkali tidak mampu memberikan asupan gizi yang memadai bagi anak-anak mereka, sehingga mereka menjadi golongan yang rentan mengalami penyakit.

♦ Munculnya ketegangan sosial ; Kehidupan yang dijalani oleh golongan miskin perkotaan seringkali mendorong terjadinya ketegangan sosial, diantaranya terjadi dengan pemerintah kota.Pemerintah kota seringkali memberikan stigma yang negatif kepada golongan miskin perkotaan.

Mereka juga seringkali menjadi sasaran penertiban dan penggusuran yang dilakukan oleh aparat pemerintahan kota. Hal ini seringkali menimbulkan bentrok antara golongan miskin perkotaan dengan aparat.

♦ Terjadinya alienasi ; Golongan miskin perkotaan mengalami alienasi yaitu merasakan adanya keterasingan. Keterasingan tersebut disebabkan karena lingkungan perkotaan tempat mereka tinggal berbeda sama sekali dengan lingkungan pedesaan tempat mereka tinggal sebelumnya.

Masyarakat perkotaan yang bersifat individualisme dan impersonal menambah keterasingan mereka. Golongan miskin perkotaan tidak mampu mengembangkan relasi sosial yang lebih luas mengingat kondisi mereka yang terbatas.

♦ Marjinalisasi ; Golongan masyarakat miskin perkotaan umumnya mengalami marjinalisasi atau proses peminggiran dalam berbagai aspek kehidupan. Hal itu disebabkan karena sebagian besar waktu dan tenaga mereka habis untuk mencari nafkah, sehingga mereka tidak memiliki waktu lebih untuk menjalani dimensi kehidupan sosial lainnya. Mereka juga seringkali tidak dianggap oleh otoritas kekuasaan karena rendahnya posisi tawar mereka, sehingga mereka tidak dilibatkan dalam proses-proses pengambilan kebijakkan terkait dengan pengembangan kehidupan perkotaan.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAWURAN SEBAGAI SUATU GEJALA SOSIAL (ANALISIS SOSIOLOGIS KONFLIK SOSIAL DI PERKOTAAN)

SOSIOLOGI PEMBUNUHAN

RERA (REKONSTRUKSI DAN RASIONALISASI) ; UPAYA PENATAAN ANGKATAN BERSENJATA