MODERNISASI DAN MARJINALISASI SEKTOR EKONOMI INFORMAL

 

MODERNISASI DAN MARJINALISASI SEKTOR EKONOMI INFORMAL

 

PENGANTAR

Modernisasi berasal dari dua suku kata, modo dan ernus. Modo  berarti cara, sedangkan Ernus berarti masa kini. Adapun modernisasi secara istilah memiliki beberapa definisi. Sejumlah definisi yang dirumuskan oleh para ahli ilmu sosial mengenai modernisasi antara lain sebagai berikut :

      modernisasi berarti proses menuju masa kini atau proses menuju masyarakat yang modern

      Perubahan struktur masyarakat dari agraris menjadi industri

      Perubahan tatanan sosial dari tradisional menjadi modern

      Penerapan ilmu pengetahuan dalam berbagai aspek kehidupan

      Proses transformasi ke arah yang lebih majudalam berbagai aspek kehidupan

Menurut Scrool, modernisasi masyarakat secara umum dapat dirumuskan sebagai penerapan ilmu pengetahuan ilmiah yang ada kepada semua aktivitas, semua bidang kehidupan atau kepada semua aspek-aspek masyarakat.

Definisi ini bertolak dari gagasan bahwa tambahnya ilmu pengetahuan ilmiah itu merupakan faktor terpenting dalam proses modernisasi. Maka, dalam hal ini masyarakat itu lebih atau kurang modern, apabila lebih atau kurang menerapkan pengetahuan dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Ini tidak hanya mencakup pengetahuan teknik dan ekonomi, akan tetapi mengenai pengetahuan di segala bidang kehidupan atau mengenai semua aktivitas masyarakat. Tidak semua perubahan itu berhubungan dengan modernisasi, karena banyak perubahan itu tidak ada sangkut pautnya dengan penerapan tambahan pengetahuan, seperti misalnya perubahan-perubahan di bidang mode.

Modernisasi terkait dengan istilah modern. Modern itu merupakan suatu pengertian yang relatif sifatnya. Karena ilmu pengetahuan itu berkembang terus, maka juga selalu terjadi proses modernisasi. Jadi proses tersebut juga terdapat pada negara-negara maju.

Akan tetapi proses modernisasi di negara-negara berkembang merupakan proses yang tersendiri sifatnya karena di sini terkait dengan usaha untuk mengejar suatu ketertinggalan yang jauh, suatu perubahan radikal dari keadaan yang ada serta penyesuaian diri dengan perubahan sebagai suatu gejala yang permanen.

Modernisasi itu sendiri mencakup semua aspek kehidupan manusia, yang meliputi aspek :

      di bidang perdagangan, bisnis dan perekonomian : e-banking,e-commerce, e-cash, e-money

      di bidang  politik dan pemerintahan : e-government, e-budgeter, e-election

      di bidang profesi dan birokrasi : e-office,e-fax, e-mail

      di bidang pendidikan : e-learning, e-book

      di bidang hiburan ; e-sport

      di bidang transportasi dan akomodasi : e-toll,e-ticket,e-transportation

      di bidang sosial : e-gift, e-card

Modernisasi diartikan sebagai suatu proses, di mana sebuah masyarakat nasional atau elit nasional menyadari ketertingalannya dari masyarakat lain dan kemudian mengadakan usaha yang berhasil untuk mengurangi jarak ketertinggalannya serta memaksimalkan kedudukannya di dalam sistem stratifikasi sosial global.

Modernisasi memiliki sejumlah karateristik atau definisi. Di antara definisi modernisasi menurut Sztompka, bahwa modernisasi memiliki ciri :

-Individualisme

-Diferensiasi dan spesialisasi

-Rasionalitas

-Dominasi aktivitas ekonomi

Sedangkan Lauer dalam bukunya Perspektif perubahan sosial menyebutkan sejumlah ciri atau karateristik lain dari modernisasi, yaitu  :

-Tingkat pertumbuhan ekonomi yang terus berlanjut

-Meningkatnya produksi dan konsumsi secara tetap

-Kadar partisipasi rakyat dalam pemerintahan yang memadai

-Difusi norma-norma sekuler dalam kebudayaan

-Peningkatan mobilitas dalam masyarakat

-Transformasi kepribadian individu sehingga dapat berfungsi sesuai dengan tuntutan kemoderenan

 

MODERNISASI DAN SEKTOR EKONOMI INFORMAL

Sektor ekonomi informal memiliki banyak istilah. Istilah-istilah yang dilekatkan pada sektor ini sekaligus memberikan label,/stigma atau stereotip yang cenderung negatif. Sektor ekonomi informal sering kali diistilahkan dengan sebutan ekonomi bayangan (shadow economy), black economy, undeground economy dan lain sebagainya.

Pada umumnya kehadiran sektor ekonomi informal hampir selalu melanggar norma baku atau aturan, berada di luar zona, menyebabkan kemacetan, pencemaran, sampah, mengganggu kesehatan dan sanitasi serta dianggap bertentangan dengan ketertiban umum.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sektor ekonomi informal merupakan salah satu permasalahan khas perkotaan yang segera menntut penyelesiaannya.

Memang tidak mudah melakuan penataan sektor ekonomi informal tersebut. Segala cara yang dilakukan oleh pemerintah kota selalu saja mengundang kontroversial. Ketika pemerintah kota mengambil langkah represif berupa tindakan tegas selaku muncul reaksi keras penolakan dari para pelaku usaha sektor informal yang ujung-ujungnya memberikan citra buruk kepada pemerintah kota.

Akan tetapi membiarkan keberadaan sektor ekonomi informal justru makin menjadikan persoalan tersebut berlarut-larut dan semakin membesar. Sebagai contoh, ketika pemerintah kota membiarkan keberadana usaha informal di suatu tempat, maka dalam waktu singkat akan bermunculan banyak sekali orang yang melakukan kegiatan usaha informal tersebut.

Kesulitan pemerintah kota dalam mengatasi persoalan sektor ekonomi informal disebabkan selain karena menahunnya persoalan tersebut juga disebabkan karena kompleksitas persoalan yang ada.

Kesulitan yang dihadapi oleh pemerintah, khususnya pemerintah kota dalam menata dan menangani sektor perekonomian informal seperti pedagang kaki lima antara lain disebabkan oleh sejumlah faktor berikut :

kurangnya pengetahuan deskriptif maupun analisis mengenai jenis, luas, dan unit kegiatan ekonomi informal

pemerintah kota acapkali tidak mempunyai kekuasaan dan otoritas untuk mencapai daerah pedesaan, pinggiran kota, dan pemukiman kumuh yang kebanyakan dihuni oleh pelaku sektor ekonomi informal

kurangnya tenaga yang mampu mengetahui dengan baik seluk beluk sektor informal

penerapan peraturan dan prosedur yang kaku serta tidak luwes dalam menangani sektor informal

tidak adanya sumber dana yang mencukupi permintaan sektor tradisional yang luas

Keberadaan sektor informal bukan semata-mata karena persoalan struktural seperti keterbatasan lapangan pekerjaan di sektor formal, tetapi terkait dengan persoalan budaya dan aspek lainnya.

Persoalan sektor informal berkaitan erat dengan tidak meratanya pembangunan di Indonesia. Terdapat kesenjangan dan ketimpangan yang tinggi antara kawasan pekotaan dan perdesaan. Kemakmuran yang dijanjikan oleh kota dan keterbelakangan perekonomian di desa menjadikan urbanisasi tidak terhindarkan.

Urbanisasi dengan demikian makin memperlebar ketimpangan antara kota dan desa. Para urban umumnya adalah prang dengan usia produktif. Mereka pergi meninggalkan desa mereka.

Hal ini berakibat ganda. Di satu sisi lahan pertanian di desa menjadi terbengkalai karena tidak terurus, di sisi lain keberadaan mereka di kota hanya menambah angka kemiskinan di kota. Kebanyakan para urban adalah penduduk desa yang tidak atau minim pendidikan dan keterampilan.

Dengan bekal seadanya mereka tidak tertampung di sektor ekonomi yang resmi atau formal. Untuk menyambung hidup mereka terpaksa masuk ke sektor ekonomi informal dengan berjualan seadanya atau terlibat dalam kegiatan ekonomi informal lainnya.

Diantara contoh dari perekonomian informal perkotaan antara lain :

-tukang becak

-pengangkut sampah informal

-pedagang kaki lima

-penjual rokok

-gerobak jalan

-pedagang pikulan

 

DUALISME EKONOMI PERKOTAAN

Keberadaan sektor ekonomi informal yang sudah berlangsung sedemikian lama, lama kelamaan berkembang menjadi bagian dari sektor perekonomian kota pada umumnya. Akan tetapi keberadaan sektor ekonomi informal tetap tidak menyatu dengan sektor ekonomi perkotaan lain yang bersifat formal atau resmi. Kedua sektor ekonomi tersebut, formal dan informal hidup berdampingan akan tetapi tidak bersifat komplementer satu sama lain.

Gejala ini disebut sebagai dualisme ekonomi. Dualisme perekonomian kota ditandai dengan pesatnya perkembangan sektor ekonomi formal , dan sebaliknya, suramnya masa depan sektor informal.

Sektor ekonomi formal dianggap fungsional bagi struktur ekonomi kota serta mendapatkan stigma positif sebagai penggerak perekonomian kota sedangkan sektor ekonomi informal dianggap sebagai “anak haram pembangunan”.

Para pelaku sektor ekonomi informal sepereti pedagang kaki lima selalu menjadi bulan-bulanan razia atau operasi tertib yang kerap dilakukan oleh aparat penegak hukum perkotaan.

Perbedaan sektor formal dan informal di perkotaan dapat dilihat sebagai berikut :

Aspek

Sektor Informal

Sektor Formal

skala usaha

kecil dan tidak berbadan hukum

menengah hingga besar dan berbadah hukum

kelayakan usaha

tidak ada / seadanya

ada dan diprioritaskan

pembukuan usaha

tidak ada/sederhana

ada sesuai standar

perencanaan usaha

ada sambil jalan

ada dan terus menerus

permodalan

milik sendiri

milik sendiri atau patungan dengan lembaga keuangan resmi

perputaran modal

lambat

cepat

pengakuan negara

tidak ada/kecil

diakui

perlindungan hukum

tidak ada/kecil

diakui

bantuan negara

tidak ada/tidak jelas

rutin

izin usaha

tidak resmi

resmi

pemberi izin

RT/RW/tetangga usaha

Negara

unit usaha

mudah berganti

relatif tetap

kegiatan usaha

kurang terorganisir

sangat terorganisir

organisasi

kekeluargaan

birokrasi

teknologi yang digunakan

sederhana dan padat karya

modern dan padat modal

pendidikan formal

tidak begitu diperlukan

sangat dieprlukan

keterampilan

lebih banyak bukan dair pendidikan formal

dididik oleh lembaga formal

jam kerja

tidak menentu

 permanen

ketersediaan barang

sedikit hingga sedang

sedang hingga besar

kualitas barang

rendah hingga menengah

standar

omzet

tidak tentu dan sulit diprediksi

tidak tentu akan tetapi dapat diprediksi

sasaran

kelas bawah, emnengah, hingga atas

kelas bawah, menengah, hingga atas

jumlah karyawan

tidak menentu biasanya 1 sampai 5 orang

biasanya lebih dari 5 orang

hubungan kerja

kekeluargaan dan saling percaya

bebas memilih karyawan sesuai dengan kebutuhan

hubungan majikan dan karyawan

keluarga, teman, tetangga

bebas memilih karyawan sesuai dengan kebutuhan

tempat usaha

mudah berpindah-pindah, terbatas

permanen

kontribusi terhadap negara

relatif kecil

relatif besar

karateristik usaha

mudah dimasuki

sulit dimasuki

Diolah dari Suyanto, 2013

 

KARATERISTIK SEKTOR EKONOMI INFORMAL

Sektor ekonomi informal memiliki sejumlah karateristik sebagai berikut ;

-pendapatan dalam sistem ekonomi informal tidak didistribusikan secara merata

-jenis barang jasa yang dihasilkan merupakan jenis yang diperlukan oleh kaum miskin

-kondisi fisik pekerja sektor informal tidak sesuai dengan standar minimum pekerja

-mudah memasukinya

-berskala kecil

-beroperasi dengan tenaga kerja yang intensif

-berlangsung pada pasar produk dan tenaga kerja yang sangat kompetitif

-perusahaan dimiliki oleh keluarga

-menggunakan teknologi yang sederhana

-bersifat marginal atau kecil-kecilan

-tidak tersentuh peraturan

-bersifat harian

-kegiatan tidak teratur

-tempat usaha tidak tetap

-berlaku di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah

-tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus

-tidak mengenal sistem perbankan

-tidak mengenal sistem pembukuan

-tidak mengenal sistem pengkreditan

 

FUNGSI EKONOMI INFORMAL

Tidak selamanya sektor ekonomi informal terlihat buruk. Menurut kalangan fungsionalis, sektor ekonomi informal dapat juga memberikan sejumlah keuntungan terhadap kota dan warganya. Beberapa fungsi dari sektor ekonomi informal antara lain sebagai berikut :

-mendatangkan pendapatan dan kesempatan kerja kepada banyak kaum miskin

-merupakan katup penyelamat bagi masyarakat golongan bawah

-mendorong kelancaran arus distribusi barang

-menjadi ujung tombak pemasaran yang potensial

-memudahkan masyarakat mendapatkan barang-barang atau produk konsumsi yang murah

-sebagai penyangga kelebihan tenaga kerja yang tidak terserap di sektor formal

-menggairahkan dan meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat perkotaan

 

 

REFERENSI :

 

Bagong Suyanto, Anatomi Kemiskinan, Malang : Intrans Publishing, 2013

 

Damsar, Pengantar Sosiologi Perkotaan, Jakarta ; Kencana, 2017

 

Herlianto, Urbanisasi dan Pembangunan Kota, Bandung ; Alumni, 1986

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSIOLOGI PEMBUNUHAN

STATUS OBJEKTIF DAN STATUS SUBJEKTIF

TAWURAN SEBAGAI SUATU GEJALA SOSIAL (ANALISIS SOSIOLOGIS KONFLIK SOSIAL DI PERKOTAAN)