DANGDUT DAN REALITAS SOSIAL MASYARAKAT INDONESIA

 

DANGDUT DAN REALITAS SOSIAL MASYARAKAT INDONESIA

 

Musik merupakan salah satu aspek kehidupan yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sosial. Musik telah menjadi bagian integral dlaam kehidupan manusia. Manusia menciptakan dan mendengarkan musik untuk berbagai alasan.

 

Ada  yang mendengarkan musik sekedar untuk hiburan semata dan bahkan ada yang menjadikan musik sebagai bagian dari ritual keagamaan tertentu.

 

Musik dipelajari di dalam ilmus sosial khususnya sosiologi karena musik telah menjadi semacam fakta sosial. Fakta sosial menurut Emile Durkheim merupakan cara berfikir, bertindak dan merasa yang berada di luar individu yang memiliki kekuatan memaksa.

 

Musik menurut kalangan fungsionalis dianggap memiliki fungsi-fungsi tertentu dalam kehidupan manusia. Jadi keberadaan musik bersifat fungsional. Musik bagi penikmatnya dinilai dapat meningkatkan produktivitas dalam bekerja. Sebagian lainnya merasa bahwa dengan musik ketegangan yang mereka alami dapat berkurang.

 

Kajian mengenai musik dangdut merupakan bagian dari Sosiologi Budaya. Sosiologi budaya mengamati dan mengkaji kebudayaan dan unsur-unsur pendukungnya yang dimiliki oleh sebuah kelompok masyarakat atau komunitas tertentu.

 

Dilihat dari sejarahnya, tidak jelas mengenai penanda atau asal usul dari musik dangdut. Terdapat berbagai versi mengenai asal mula kemunculan musik dangdut di Indonesia.

 

Salah satu pendapat mengatakan bahwa musik dangdut bermula dari musik gambus. Musik gambus merupakan kesenian pertunjukkan yang dipengaruhi oleh unsur kebudayaan Arab, India dan Melayu.

 

Dalam perkembangannya, musik dangdut mengalami modifikasi. Terdapat banyak unsur yang turut mengembangkan musik dangdut sebagai yang kita kenal dewasa ini.

 

Musik gambus di antaranya dimodifikasi oleh seorang musisi terkemuka tanah air, Roma Irama. Roma Irama menggunakan beberapa instrumen musik yang terdiri dari gitar dan gendang sebagai instrumen utamanya dalam memodifikasi musik dangdut.Roma Irama sendiri juga dikenal sebagai figur yang membawakan musik dangdut dalam nuansa reliji.

 

Dalam berbagai kesempatan Roma beserta sejumlah tokoh lainnya bahkan menjadikan dangdut sebagai sarana dakwah dengan mengadakan pertunjukkan pentas dangdut yang diiringi dengan ceramah keagamaan dengan temanya “Nada dan Dakwah”

 

Nama Roma Irama makin berkibar ketika dirinya mendpaatkan gelar doktoris causa dari salah satu lembaga pendidikan tinggi di Amerika Serikat. Di negeri Paman Sam tersebut bahkan terdapat komunitas yang menggemari musik dangdut.

 

Disebut Dangdut karena adanya suara “dang’ dan “dut” secara berulang dari pukulan gendang ketika musik dimainkan. Saking seringnya Roma tampil membawakan lagu dangdut, ia bahkan mendpaatkan julukan sebagai “ Raja Dangdut’. Walaupun demikian, masih banyak lagit tokoh yang dikenang dan dikenal sebagai pedangdut yang tersohor seperti Hamdan ATT, ArRafiq dan lain sebagainya.

 

Danggut termasuk genre musik yang relatif fleksibel dibandingkan dengan jenis musik lainnya. Itulah sebabnya dangdut kerap dimodivikasi dengan jenis musik lainnya, mulai dari musik keroncong, pop sampai musik cadas.

 

Terdapat beberapa bentuk atau modifikasi dangdut, antara lain :

 

-dangdut jawa atau campursari

 

-dangdut  koplo pantura

 

-dangdut pop

 

-dangdut  metal

 

-dangdut reliji

 

-dangdut rock

 

 

Dilihat dari segmentasinya, dangdut termasuk bersifat universal, artinya dangdut diminati oleh berbagai kalangan sosial, baik tua-muda, kota-desa, dan berbagai level pendidikan. Walaupun ada juga yang  mengasosiasikan dangdut sebagai musik kalangan kelas bawah atau golongan marjinal.

 

Umumnya tema-tema yang diusung dalam musik dnagdut adalah mengenai seputar persoalan percintaan. Hal ini sepertinya tidak jauh berbeda dengan genre musik lainnya.

 

Musik dangdut seringkali dikaitkan dengan komunitas-komunitas tertentu di kawasan perkotaaan. Misalnya, sebagaimana yang pernah diteliti oleh Paulus Wirutomo dalam penelitiannya mengenai komunitas pemuda di Johar Baru, Jakarta Pusat yang kerap melakukan tawuran, musik dangdut dianggap “selaras” dengan ritme kehidupan mereka.

 

Musik dangdut diangggap ‘ membius’ dengan syairnya yang mendayu-dayu. Lirik lagu dalam musik dangdut dirasakan sesuai dengan kehidupan mereka yang serba susah dan kekurangan.

 

Sehingga dapat disimpulkan kalau keberadaan musik dangdut dapat menjadi semacam katalis yang melepaskan ketegangan dlaam kehidupan sebagian anggota masyarakat.

 

 

REFERENSI :

 

Ariel Heryanto, Identitas Dan Kenikmatan, Politik Budaya Layar Indonesia, Jakarta : Kepustakaan Populer Gramedia, 2015

Bagong Suyanto, Sosiologi Ekonomi, Kapitalisme dan Konsumsi di Era Masyarakat Post-Modernisme, Jakarta : Kencana,2013

 

Ben Agger, Teori Sosial Kritis, Kritik, Penerapan dan Implikasinya,Yogyakarta : Kreasi Wacana,2017

 

Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern, Jakarta : Prestasi Pustaka,2007

 

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat,Jakarta : Kencana, 2006

 

Burhan Bungin, Pornomedia, Konstruksi Teknologi Telematika dan Perayaan Seks di Media Massa,Jakarta : Kencana,2003

 

Daisy Indira Yasmin (ed), Perang Tanpa Alasan, Sebuah Kajian Sosiologis Terhadap Kasus Tawuran di Komunitas Pemuda Johar Baru Jakarta Pusat, Jakarta : Obor, 2017

 

J.Dwi Narwoko & Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta : Prenada,  2014

 

Nanang Martono, Sosiologi Perubahan Sosial,Perspektif Klasik,Modern,Posmodern dan Poskolonial, Jakarta : Rajawali, 2014

 

Yasraf Amir Piliang, Sebuah Dunia Yang Dilipat,Realitas Kebudayaan Menjelang Millenium Ketiga dan Matinya Postmodernisme, Bandung : Mizan, 1998

 

Yuswohady, 8 Wajah Kelas Menengah, Jakarta : Gramedia,2015

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSIOLOGI PEMBUNUHAN

STATUS OBJEKTIF DAN STATUS SUBJEKTIF

TAWURAN SEBAGAI SUATU GEJALA SOSIAL (ANALISIS SOSIOLOGIS KONFLIK SOSIAL DI PERKOTAAN)