PERUBAHAN DAN KONTINUITAS KEBUDAYAAN
PERUBAHAN DAN
KONTINUITAS KEBUDAYAAN
PERUBAHAN KEBUDAYAAN
A.PENGERTIAN
PERUBAHAN KEBUDAYAAN
Parsudi Suparlan membedakan antara perubahan kebudayaan dengan perubahan sosial. Adapun yang dimaksud dengan perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi dalam sistem ide yang dimiliki bersama oleh para warga atau oleh sejumlah warga masyarakat yang bersangkutan, yang antara lain mencakup, aturan-aturan atau norma-norma yang digunakan sebagai pegangan dalam kehidupan warga masyarakat, nilai-nilai, teknologi, selera dan rasa keindahan atau kesenian dan bahasa.
Perubahan sosial sebagai perubahan dalam struktur sosial dan pola-pola hubungan sosial, yang antara lain mencakup: sistem status, hubungan-hubungan dalam keluarga, sistem-sistem politik dan kekuatan, serta persebaran penduduk. Walaupun perubahan sosial dibedakan dari perubahan kebudayaan, tetapi pembahasan-pembahasan mengenai perubahan sosial tidak akan dapat mencapai suatu pengertian yang benar apabila tidak mengaitkannya dengan perubahan kebudayaan. Terdapat perbedaan tingkat kecepatan perubahan kebudayaan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Terdapat masyarakat yang perubahan kebudayaannya sangat lambat dan terdapat pula masyarakat yang mengalami perubahan lebih cepat.
Pada masyarakat tradisional, yang tidak banyak melakukan interaksi dengan masyarakat lain cenderung mengalami perubahan lebih lambat, karena terjadinya proses perubahan lebih banyak disebabkan oleh faktor-faktor dari internal masyarakat dalam bentuk penciptaan, penemuan atau pengembangan bentuk baru yang dilakukan oleh masyarakat secara internal. Sementara itu, dalam masyarakat modern yang lebih terbuka dan sering berinteraksi dengan masyarakat lain, akan mengalami perubahan lebih cepat melalui proses difusi atau penyebaran kebudayaan dari satu masyarakat ke masyarakat lain.
Diantara contoh perubahan kebudayaan adalah Revolusi Kebudayaan. Menurut Gordon Childe, Revolusi Kebudayaan adalah suatu perubahan kebudayaan yang sangat besar, yang mula-mula disebabkan karena makin mantabnya sistem pembagian kerja dalam masyarakat. Pembagian kerja itu kemudian membentuk sistem pelapisan sosial.
Revolusi Kebudayaan menurut Childe pertama kali terjadi pada masa neolithikum, yang dikenal dengan istilah Neolithic Revolution. Neolithic Revolution adalah perubahan sistem mata pencaharian masyarakat dari food gathering ke food gathering. Dengan demikian manusia mulai hidup menetap dan mereka kemudian memiliki waktu senggang yang dimanfaatkan dengan mengembangkan berbagai jenis kerajinan, pertukangan dan kesenian.
Adapun contoh lain mengenai perubahan kebudayaan adalah sebagai berikut :
1.perubahan
sistem kekerabatan ; contohnya adalah perubahan sistem kekerabatan dari
matriarkat menjadi patriarkat
2.perubahan
pada kepercayaan ; contohnya adalah perubahan dari kepercayaan animisme menjadi
kepercayaan terhadap dewa-dewa
3.perubahan
nilai “Banyak anak banyak rezeki” menjadi konsep keluarga kecil
4.perubahan
budaya “Mangan ora mangan asal ngumpul” (makan atau tidak makan yang
penting berkumpul) menjadi “Ngumpul ora ngumpul asal mangan” (hidup
berkumpul secara bersama atau tidak
asalkan dapat makan)
5.perubahan
pemaknaan mengenai perkawinan dan perceraian
B. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERUBAHAN KEBUDAYAAN
Terdapat faktor penyebab yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri, hal ini disebut dengan faktor internal sedangkan faktor eksternal adalah faktor penyebab yang berasal dari luar.
Faktor internal:
1.Bertambah dan berkurangnya
penduduk
2. Penemuan baru (discovery, invention, innovation)
3. Pertentangan dalam masyarakat
4.Terjadinya pemberontakan atau revolusi
Faktor eksternal:
1. Bencana alam dan lingkungan
fisik
2. Peperangan, pendudukan atau
kolonisasi
3. Pengaruh kebudayaan lain,
perdagangan dan penyebaran agama
C. FAKTOR YANG MENDORONG DAN MENGHAMBAT PERUBAHAN SOSIAL
Perubahan sosial memang dialami oleh semua masyarakat, akan tetapi kecepatan suatu masyarakat untuk berubah tidaklah sama dengan masyarakat lain. Cepat atau lambatnya perubahan sosial di suatu masyarakat sangat dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang mendorong atau menghambat perubahan sosial yang ada.
1.FAKTOR PENDORONG
● Kontak dengan kebudayaan lain
● Sistem pendidikan formal yang
maju
● Sikap menghargai hasil karya
orang lain
● Sistem stratifikasi yang bersifat
terbuka
● Penduduk yang heterogen
● Ketidakpuasan masyarakat pada
bidang kehidupan tertentu
● Toleransi terhadap hal yang
menyimpang
2. FAKTOR PENGHAMBAT
● Kurangnya hubungan dengan
masyarakat lain
● Perkembangan ilmu pengetahuan
yang terlambat
● Sikap masyarakat yang tradisional
● Adanya kepentingan yang tertanam
dengan kuat (vested interest)
● Rasa takut terjadinya kegoyahan
pada integrasi sosial
● Prasangka terhadap hal-hal yang
baru dan asing
● Hambatan yang bersifat ideologis
● Adat atau kebiasaan
D. PROSES DAN MEKANISME PERUBAHAN KEBUDAYAAN
Proses perubahan kebudayaan terjadi antara lain melalui ;
1. inovasi ; Merupakan proses pembaruan yang berlangsung dalam rangka kebudayaan itu sendiri. Inovasi disebut juga sebagai penciptaan-penciptaan baru dalam teknologi. Inovasi biasanya didorong oleh adanya penemuan baru dalam bidang teknologi.Menurut Koentjaraningrat, inovasi merupakan suatu proses perubahan kebudayaan yang besar tetapi terjadi dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Proses ini meliputi suatu penemuan baru yang kemudian disebarkan ke bagian-bagian lain dari masyarakat sehingga unsur-unsur kebudayaan baru tadi diterima, dipelajari dan akhirnya digunakan dalam masyarakat yang bersangkutan.
2. discovery ; Menurut R.Linton dalam bukunya The Study of Man, discovery adalah suatu penemuan baru, baik penemuan berupa alat atau ide baru yang diciptakan seorang individu dalam masyarakat tersebut. Contohnya adalah penemuan alat-alat pertanian.
3. invention ; adalah suatu adat atau ide baru yang sudah diakui dan diterima oleh sebagian besar warga dalam masyarakat. Seringkali proses dari discovery sampai ke invention membutuhkan tidak hanya satu individu yang menjadi pencipta itu saja, melainkan suatu rangkaian dari beberapa pencipta.
Baik
discovery maupun inovasi
dilatarbelakangi oleh sejumlah faktor, di antaranya adalah ;
●
adanya kesadaran para individu akan adanya kekurangan-kekurangan dalam
kebudayaan mereka
●
adanya mutu dari keahlian para individu yang bersangkutan
●
adanya sistem perangsang dalam masyarakat yang mendorong mutu
● adanya krisis dalam masyarakat
4. Difusi unsur-unsur kebudayaan ; adalah
proses penyebaran dari unsur-unsur kebudayaan dari satu individu ke individu
lain dan dari satu masyarakat ke masyarakat lain.
Proses masuknya unsur kebudayaan baru secara difusi dapat terjadi melalui beberapa cara:
●
Hubungan simbiotik, yaitu suatu hubungan yang terjadi di mana bentuk
masing-masing kebudayaan hampir tidak berubah atau tidak menyebabkan pengaruh
yang berarti bagi kedua pihak.
●
Secara damai (penetration pasifique)
● Paksaan atau kekerasan atau peperangan, yaitu proses masuknya kebudayaan baru yang terjadi melalui paksaan.
Pada dasarnya terdapat dua bentuk difusi :
Pertama, adalah difusi intra masyarakat (intra society diffusion), yaitu bentuk difusi yang terjadi antar individu atau antar kelompok sosial dalam suatu masyarakat.
Kedua, adalah difusi antar masyarakat (inter society diffusion), yaitu bentuk difusi yang terjadi antara satu masyarakat dengan masyarakat lain.
5. Originasi ; terjadi ketika unsur-unsur baru timbul untuk memenuhi kebutuhan yang baru.
6. Penolakan ; ketika terjadi perubahan yang cepat sehingga sejumlah besar warga tidak dapat menerima perubahan tersebut.
7. Akulturasi (acculturation atau culture contact) ; timbul apabila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan yang tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing yang berbeda sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu dengan lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan sendiri itu. Dalam sejarah antropologi dikatakan bahwa akulturasi terjadi ketika kebudayaan Eropa berjumpa dengan kebudaayn-kebudayaan non-Eropa di Asia, Afrika dan Oseania. Sejumlah ahli antropologi menggunakan istilah berikut untuk menyebutkan proses yang terjadi dalam akulturasi :
● Substitusi, terjadi ketika unsur-unsur kebudayaan lama diganti dengan yang baru, yang lebih bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.
● Sinkretisme, terjadi ketika unsur-unsur lama bercampur dengan unsur baru dan membentuk sebuah sistem baru, kemungkinan besar dengan perubahan yang berarti.
● Adisi, terjadi ketika ada perpaduan unsur-unsur baru ditambahkan pada yang lama sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat.
● Dekulturasi, terjadi ketika unsur-unsur kebudayaan yang lama hilang atau punah dengan digantikan unsur kebudayaan baru.
8. Asimilasi ; Proses asimilasi yang berlangsung dapat terjadi dengan mudah atau sebaliknya. Hal ini disebabkan terdapat sejumlah faktor yang mendorong dan menghambat proses asimilasi.
Faktor pendorong :
• Toleransi
terhadap kebudayaan yang berbeda
• Kesempatan
yang sama di bidang ekonomi
• Menghargai
orang asing dan kebudayaannya
• Sikap
terbuka dari golongan yang berkuasa
• Persamaan
unsur-unsur kebudayaan
• Perkawinan
campuran atau amalgamasi
• Adanya
musuh bersama dari luar
Faktor penghambat :
• Perbedaan
ciri badaniyah
• In-group
feeling yang sangat kuat
• Dominasi
ekonomi
• Kehidupan
terisolir
• Kurangnya
pengetahuan terhadap kebudayaan lain
• Perasaan
takut terhadap suatu kebudayaan
• Menganggap
kebudayaannya lebih superior
• Golongan
minoritas mengalami gangguan dari golongan yang berkuasa
• Perbedaan
kepentingan
F. ARAH DAN GERAK PERUBAHAN KEBUDAYAAN
1.
Perubahan secara lambat dan perubahan secara cepat
2.
Perubahan skala kecil dan perubahan skala besar
3.
Perubahan yang dikehendaki dan perubahan yang tidak dikehendaki
KONTINUITAS KEBUDAYAAN
A.PROSES PEWARISAN KEBUDAYAAN
Pada proses belajar kebudayaan, setiap individu manusia diperkenalkan dengan konsep diri pribadi dan lingkungan yang khas menurut kebudayaannya. Akibatnya, akan terbentuk peta kognitif dari alam dan lingkungannya dengan fungsinya masing-masing. Hal itu kemudian akan digunakan sebagai acuan dalam pikiran, sikap, serta perilaku setiap individu sebagai warga masyarakat.
Setiap manusia harus belajar untuk dapat memiliki kemampuan berkebudayaan. Dengan mempelajari kebudayaan, seseorang menjadi besar di dalamnya. Linton mengatakan bahwa kebudayaan sebagai “warisan sosial” umat manusia. Oleh karena kebudayaan diciptakan dan dipelajari serta tidak diwariskan secara biologis, maka semua masyarakat harus dapat penerusan kebudayaan itu secara memadai melalui proses pembelajaran dan itulah yang disebut pewarisan kebudayaan.
Tujuan pewarisan kebudayaan utamanya adalah untuk mengenalkan nilai, norma, dan adat-istiadat kepada setiap warga masyarakat, agar tercipta keadaan tertib dan teratur dalam keharmonisan masyarakat. Melalui pewarisan kebudayaan maka akan terjadi kontinuitas kebudayaan.
Mewariskan kebudayaan kepada generasi berikutnya sangat penting. Pada proses pewarisan kebudayaan, tidak semata-mata men-transmisikan atau memindahkan kebudayaan dari generasi ke generasi, tetapi terdapat proses transformasi budaya.
Agar kebudayaan tetap terjaga kontinuitasnya maka diperlukan adanya proses transformasi. Kebudayaan yang masih relevan dan sesuai keadaan dijaga kelestariannya, sementara kebudayaan yang tidak lagi sesuai diganti atau dimodifikasi disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Karena itu, dalam pewarisan kebudayaan. Pada kasus tertentu, bahkan terdapat “penolakan” pewarisan kebudayaan oleh generasi muda yang disebabkan oleh pandangan mereka bahwa kebudayaan generasi terdahulu tidak lagi relevan dengan situasi dan kondisi yang ada.
Adapun
proses pewarisan kebudayaan antara lain dilakukan melalui mekanisme berikut :
1.
Sosialisasi
2. Enkulturasi
Proses pewarisan kebudayaan dilakukan melalui :
1.Keluarga
2.
Kelompok Pergaulan
3.
Sekolah
4. Masyarakat
B.KEBERTAHANAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan dipahami sebagai pola dari pengertian-pengertian atau makna yang terjalin secara menyeluruh dalam simbol-simbol dan ditransmisikan secara historis. Pada sisi yang lain, kebudayaan juga berkecenderungan untuk terus berubah, menyesuaikan dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan manusia yang juga terus berubah.
Ketahanan diartikan sebagai suatu proses perwujudan kesadaran kolektif yang tersusun dalam masyarakat untuk meneguhkan, menyerap, dan menyesuaikan berbagai pengaruh dari budaya lain melalui proses belajar kebudayaan, yaitu enkulturasi, sosialisasi, dan internalisasi yang disandarkan pada pengalaman sejarah yang sama. Terdapat kecenderungan umum, terutama golongan muda untuk memilih kebudayaan baru yang dinilai lebih praktis, lebih sesuai dengan kondisi perkembangan zaman dibanding kebudayaan lokal yang cenderung bersifat tradisional.
Terdapat beberapa cara untuk kebertahanan dan pelestarian kebudayaan lokal, yaitu:
a. Mempelajari budaya lokal, dengan cara memahami latar belakang dan makna dibalik kebudayaan lokal tersebut.
b. Mengikuti kegiatan budaya lokal, dengan cara terlibat langsung di dalamnya. Misalnya, menjadi peserta dalam kegiatan budaya atau bergabung dengan sanggar budaya, serta aktif berlatih.
c. Mengenalkan produk budaya lokal ke kancah global, dengan memanfaatkan media digital yang ada; baik melalui media sosial maupun media lainnya.
d. Menumbuhkan rasa bangga dan menjadikan budaya lokal sebagai identitas di tengah budaya global.
e.
Menumbuhkan kreativitas dan inovasi untuk menciptakan dan mengembangkan produk
budaya baru sesuai dengan tuntutan perkembangan dan dan menjawab kebutuhan
masyarakat.
C. REVITALISASI KEBUDAYAAN
Revitalisasi dapat diartikan sebagai proses dan usaha untuk menghidupkan kembali suatu yang sudah lama diabaikan atau ditinggalkan agar menjadi hidup kembali. Revitalisasi kebudayaan merupakan proses dan upaya pelurusan kembali nilai-nilai budaya lokal yang telah menyimpang karena tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat. Melalui revitalisasi, secara sistematis dilakukan dengan perencanaan untuk membangkitkan serta menggiatkan kembali potensi lokal dalam rangka pelestarian budaya.
Dengan revitalisasi maka kearifan lokal tersebut diangkat dan dikembangkan sebagai warisan budaya Indonesia untuk digunakan sebagai pedoman dan pencerah kehidupan masyarakat dan mewarnai karakter bangsa. Melalui kearifan lokal yang dimiliki, bangsa yang bersangkutan akan diketahui kekhasan dan identitasnya.
Kearifan lokal tertanam kuat dalam kesadaran kolektif masyarakat. kearifan lokal telah teruji kemampuannya dalam memandu kehidupan masyarakat. kearifan lokal memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar. kearifan lokal mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam kebudayaan asli
Kearifan lokal tidak dapat dilepaskan dari aktivitas sehari-hari masyarakat. Kearifan lokal terbentuk dari pengetahuan yang diperoleh dalam upaya menghadapi tantangan alam. Kearifan lokal bersumber dari pengetahuan yang berkembang di dalam masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal dimiliki secara kolektif oleh anggota masyarakat yang bersangkutan yang terbentuk dari pengetahuan yang diperoleh dalam upaya menghadapi tantangan alam.
Kearifan
lokal tidak lepas dari lingkungan pemiliknya. Kearifan lokal bersifat dinamis
dan selalu terkait dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Hal itu
disebabkan karena kearifan lokal merupakan sebuah pengalaman panjang. Kearifan
lokal bersifat dinamis dan selalu terkait dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya
REFERENSI
:
Clifford
Geertz, Politik Kebudayaan, Jakarta : Kanisius, 1992
Clifford
Geertz, Penjaja dan Raja, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1992
John
Clammer, Neo Marxisme Antropologi, Yogyakarta : Sadasiva, 1985
Koentjaraningrat,
Sejarah Teori Antropologi 1, Jakarta : UI-Press, 2014
Koentjaraningrat,
Sejarah Teori Antropologi 1, Jakarta : UI-Press, 2007
Louis
Firth, Ciri-ciri dan Alam Hidup Manusia, Suatu Pengantar Antropologi Budaya,
Bandung ; Sumur Bandung, 1961
William
A.Haviland, Antropologi 1, Jakarta ; Erlangga, 1985
Firth,
Ciri-Ciri Alam Hidup Alam Manusia, Suatu Pengantar Antropologi
Budaya,
Bandung ; Sumur Bandung, 1961
John
Clammer, Neo Marxisme Antropologi, Yogyakarta ; Sadasiva, 2003
Jonathan
Turner, Fungsionalisme, Yogyakarta ; Pustaka
Koentjaraningrat,
Pengantar Antropologi, Jakarta ; Aksara, 1062
Parsudi
Suparlan, Dari Masyarakat Majemuk Menuju Masyarakat Multikultural, Jakarta ;
YPKIK, 2008
Ralp
Linton, Antropologi, Suatu Penyelidikan Tentang Manusia, Bandung : Jemmars1984
KM
Antropologi_BS_KLS_XII [www.defantri.com].pdf
Komentar
Posting Komentar