GOLONGAN BORJUIS PADA ERA MELETUSNYA REVOLUSI PRANCIS

 

GOLONGAN BORJUIS PADA ERA MELETUSNYA REVOLUSI PRANCIS

PEMIKIRAN POLITIK YANG MELATARBELAKANGI REVOLUSI BESAR PRANCIS 1789

Revolusi Prancis merupakan revolusi yang mencerminkan adanya pertentangan gantara gagasan absolutisme yang mendorong kekuasaan raja tanpa batas dan gagasan yang demokratik yang menghendaki adanya pembatasan kekuasaan pemerintah. Revolusi Prancis dilatarbelakangi oleh berkembangnya sejumlah gagasan atau ideologi politik sebagai berikut :

1.Paham Absolutisme

Paham Absolutisme merupakan paham yang berasal dari bahasa latin, legibus absolutus yang bermakna di atas undang-undang.

Paham Absolutisme merupakan paham yang diperkenalkan eprtama kali oleh seorang filsuf Italia pada masa Renaissance, Nicholo Machiavelli. Machiavelly menulis dalam bukunya yang berjudul Il Principe yang memuat gagasan mengenai pemerintahan diktator.

Ketika itu Machiavelly hidup di era ketika Italia sedang engalami kekacauan politik yang luar biasa. Di tengah situasi yang chaos itulah Machiavelly berfikir mengenai perlunya seorang enguasa memiliki kekuasaan yang sebesar-besarnya dalam rangka untuk menciptakan situasi tertib.

Paham Absolutisme merupakan paham yang memberikan kekuasana tanpa batas kepada penguasa. Melalui paham ini raja atau penguasa dibenarkan untuk melakukan segala cara untuk mencapai atau mempertahankan kekuasaannnya.

Paham Absolutisme ini kemudian diadopsi oleh Dinasti Bourbon yang Ketika itu memerintah Prancis. Melalui Raja Louis XIV, Prancis menjelma sebagai negara yang menganut absolutisme dengan sistem kekuasaan turun temurun. Raja Louis XIV ketika berkuasa menganggap dirinya sebagai negara melalui ungkapan L`Etat C`est Moi, atau negara adalah saya.

Paham Absolutisme ini telah mengakibatkan penderitaan yang besar bagi rakyat Prancis. Melalui sistem monarki absolut rakyat Prancis mengalami penindasan dan tidak diakuinya hak-hak sebagai warga negara, bahkan konsep kewarganegaraan itu sendiri belum menjadi sesuatu yang diterima dan diakui. Ketika itu rakyat hanya menjadi objek dari kekuasaan yang memiliki sedikit hak dan lebih banyak kewajiban.

2. Paham Rasionalisme

Paham rasionalisme merupakan paham yang lair sebagai anak dari zaman pencerahan Eropa. Paham rasionalisme menghendaki penggunaan rasio atau akal budi / akal sehat dalam kehidupan bernegara.

Paham rasionalisme menghendaki agar penyelenggaraan pemerintahan didasarkan atas akal budi manusia.

Paham rasionalisme ini antara lain dianut oleh sejumlah tokoh sebagai berikut :

Montesqui dalam bukunya yang berjudul L`Esprit d`es Lois atau semangat hukum. Dalam pemikirannya Montesqui menghendaki adanya gagasan Trias Politica yang memuat mengenai ;

-Pemisahan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif

-Pembagian kekuasaan antara eksekutif dan legislatif

-Perimbangan kekuasaan antara eksekutif dan legislatif

John Locke yang mengembangkan adanya pemisahan kekuasaan antara eksekutif sebagai penyelenggara pemerintahan, kekuasaan legislatif sebagai penyusun perundangan dan federatif atau kekuasaan mengadakan perjanjian dengan negara lain.

3. Paham Romantik

Paham Romantik adalah paham yang menghendaki adanya keselarasan hubungan antara manusia dan alam. Paha mini berbeda dengan paham rasionalisme, walaupun keduanya memiliki kesamaan, yaitu sama-sama ingin menciptakan tatanan sosial-politik yang demokratis dan diakuinya hak-hak asasi manusia.

Paham Romantik diusung oleh seorang filsuf Prancis, Jean Jacques Rousseau. Melalui bukunya yang berjudul Du Contract Social, Rousseau mengendaki adanya kesepakatan antara warga negara dan penguasa dalam kehidupan bernegara.

Paham Romantik mengidealisasikan masa lampau Ketika kondisi kehidupan masih bersifat alamiah. Menurutnya, kehidupan modern telah merusak manusia, oleh karena itulah Rousseau menyerukan perlunya ‘kembali ke alam” (paham naturalism)

Dengan demikian, paham romantic mengusung adanya gagasan mengenai kedaulatan rakyat. Paham ini bertentangan dengan paham kedaulatan raja dan kedaulatan tuhan yang menjadi acuan dari pemerintahan reaksioner Prancis pra revolusi

GOLONGAN BORJUIS SEBAGAI PELOPOR REVOLUSI

Revolusi Prancis merupakan salah satu revolusi yang mengubah dunia. Revolusi Prancis merupakan pembebasan umat manusia dari penindasan golongan bangsawan dalam sistem monarki absolut yang dipimpin oleh seorang otokratik yang tidak mengenal kemanusiaan.

Revolusi Prancis dapat dikatakan sebagai akumulasi konflik antarkelompok di Prancis, terutama antara golongan bangsawan yang diwakili oleh figur Raja Louis XVI dan golongan borjuis sebagai golongan pengusaha.

Golongan borjuis ketika itu menuntut adanya perubahan politik. Golongan borjuis juga menginginkan untuk dapat  memperoleh kedudukan di bidang politik dan sosial

Selain itu, golongan borjuis juga menuntut dilibatkan dalam mengawasi administrasi kerajaan, yang selama itu menjadi monopoli dari golongan bangsawan. Untuk itulah maka golongan borjuis mendukung berkembangnya tuntutan untuk membatasi kekuasaan raja

Golongan borjuis menuntut dilibatkan dalam pemerintahan kerajaan golongan. Mereka ingin memperoleh kedudukan di bidang politik dan sosial. Dengan kata lain, golongan borjuis ingin memiliki hasrat untuk menyamai golongan bangsawan yang menjadi kelas penguasa saat itu dengan segala hak-hak istimewa yang mereka miliki.

Menjelang revolusi, kaum borjuis menyimpan dendam terhadap penguasa. Hal itu disebabkan karena golongan borjuis mengalami kerugian atas kekacauan administrasi keuangan kerajaan

Semua hal tersebut pada akhirnya mengakibatkan terjadinya ketegangan antara golongan borjuis dan golongan bangsawan. Golongan borjuis kemudian mengajukan tuntutan untuk mengadakan Undang-Undang Dasar

Golongan borjuis Prancis dicirikan sebagai berikut :

-berasal dari kalangan pengusaha dan  berusaha di bidang perdagangan

-merupakan kelas sosial menengah (middle stand)

-tinggal di kawasan perkotaan

-terpengaruh oleh gagasan-gagasan pencerahan

-memiliki aspirasi politik yang menghendaki Prancis berbentuk monarki konstitusional

-menjadi golongan yang pertama kali mencetuskan revolusi

Golongan borjuis ini kemudian membentuk kelompok politik yang dikenal dengan nama kelompok Girondin. Kelompok ini memiliki pandangan politik yang moderat dan kurang revolusioner ketimbang kelompok montagne dari kalangan rakyat jelata.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSIOLOGI PEMBUNUHAN

STATUS OBJEKTIF DAN STATUS SUBJEKTIF

TAWURAN SEBAGAI SUATU GEJALA SOSIAL (ANALISIS SOSIOLOGIS KONFLIK SOSIAL DI PERKOTAAN)