KEHIDUPAN ROMUSHA PADA ERA PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA

 

KEHIDUPAN ROMUSHA PADA ERA PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA

Zaman pendudukan Jepang di Indonesai yang berlangsung sejak tahun 1942 sampai 1945 telah menimbulkan luka yang mendalam. Pendudukan Jepang telah mengakibatkan penderitaan yang berat bagi rakyat Indonesia.

Walaupun era pendudukan Jepang telah membuka peluang-peluang bagi terwujudnya kemerdekaan Indonesia, namun kekejaman yang ditimbulkannya telah menimbulkan pengaruh yang sangat mendalam. Salah satu trauma sosial yang ditimbulkan oleh pendudukan Jepang di Indonesia adalah kisah mengenai romusha.

Romusha merupakan bentuk eksploitasi yang dilakukan oleh penguasa pendudukan terhadap sumber daya manusia Indonesia. Ratusan ribu sampai jutaan ornag dimobilisir menjadi romusha.

Romusha itu sendiri berarti pekerja paksa. Jepang sendiri berupaya menglorifikasi romusha dengan menyebutnya sebagai  “ prajurit ekonomi” yang menurut Jepang memiliki kedudukan yang setara dengan prajurit di medan perang.

Tugas romusha adalah membangun berbagai jenis infrastruktur dan prasarana untuk mendukung peperangan yang dihadapi oleh Jepang dalam Perang Pasifik atau Perang Asia Timur Raya.

Tidak ada data yang pasti mengenai jumlah romusha, namun bisa diperkirakan ada lebih dari satu juta rakyat Indonesia yang menjadi romusha. Dari jutaan romusha yang pernah dibawa ke luar Pulau Jawa, hanya sedikit yang berhasil pulang ke desanya. Sebagian besar para romusha tersebut meninggal baik karena sakit, kelaparan atau dihukum mati oleh tentara Jepang.

Berikut ini adalah beberapa keterangan yang terkait dengan romusha di Indonesia :

 

SISTEM PEREKRUTAN ROMUSHA

Para romusha direkrut dari desa-desa tempat mereka tinggal oleh ketua Tonarigumi yang disebutkumicho atau ketua rukun tetangga. Pada walnya dibuat ketentuan mengenai siapa yang dijadikan romusha dengan ketentuan sebagai berikut :

-umumnya direkrut dari Kawasan perdesaan

-penduduk yang tidak memiliki tanah

-golongan pengangguran

-orang yang tidak memiliki kedudukan di masyarakat

 

Aturan awal romusha juga memuat sejumlah ketentuan sebagai berikut :

-romusha harus didaftar semata-mata atas keinginannya sendiri

Romusha mendapatkan upah tetap

-romusha mendapatkan makanan yang layak

-romusha mendapatkan waktu untuk libur bekerja

-sebagian upah romusha akan dikirim ke desa mereka

 

Sedangkan golongan yang tidak diperbolehkan menjadi romusha berasarkan aturan awalnya adalah sebagai berikut :

-Gunjin atau Gunzo, yaitu orang-orang Nippon

-tentara PETA dan Heiho

-mereka yang dianggap badannya lemah dan tidak tahan bekerja

-mereka yang sedang menjalankan perawatan karena sakit

-mereka yang sedang merawat anak

-orang-orang tahanan

Namun seiring dengan keadaan perang yang genting, sistem rekrutmen romusha menjadi lebih agresif. Jumlah orang yang dijadikan romusha diperbesar kuotanya hingga hampir meliputi seluruh golongan masyarakat, termasuk bahkan anak-anak sekolah dan kaum perempuan. Penduduk kota pun pada akhirnya juga menjadi sasaran perekrutan romusha di akhir pendudukan Jepang.

 

ASAL DAERAH DAN DAERAH TUJUAN ROMUSHA

Para romusha menurut Aiko Kurasawa pada umumnya berasal dari Pulau Jawa  yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi terutama dari sejumlah daerah antara lain :

-Gunung Kidul

-Klaten

-Wonogiri

-Karawang

-Purwakarta

-Semarang

-Kuningan

 

Para romusha dikirim ke berbagai daerah seperti ;

-Burma

-Singapura

-Brunei

-Sarawak

-Sulawesi

-Thailand

-Malaya

-Banten
-Papua Nugini

-Indochina Prancis

-Palembang

-Pekan Baru

-Medan

-Kamboja

-Penang

-Borneo Inggris

 

KONDISI ROMUSHA

Para romusha umumnya mengalami berbagai macam penyakit sebagai akibat dari gizi yang buruk dan kerja keras di luar batas kemanusiaan. Beberapa jenis penyakit yang kerap dialami oleh para romusha antara lain ;

-beri-beri

-malaria

-penyakit kulit seperti borok

-disentri

-kolera

-kudis

-penyakit kelamin

-TBC

-diare

-puru tropis

 

Buruknya keadaan romusha disebabkan oleh beberapa faktor seperti :

-kondisi gizi yang buruk

-kondisi lingkungan kerja yang buruk

-perlakuan kasar para pemimpin romusha yang sering ringan tangan

-penyiksaan yang dilakukan oleh pengawas Jepang

-minimnya perawatan medis bagi yang sakit

-jumlah tenaga medis yang tidak memadai

-keterbatasan obat-obatan

-tempat tinggal yang tidak layak

-mewabahnya penyakit di kalangan romusha

-kelaparan

-sarana transportasi yang buruk

-para romusha harus bekerja di daerah yang jauh dari desa pertanian

-penyakit menular

-terbatasnya persediaan air

-buruknya sanitasi

-jam kerja yang terlalu lama

-pekerjaan yang terlalu berat

-minimnya waktu libur atau waktu istirahat

-kecelakaan kerja

-makanan yang tidak layak dan rendah mutunya

 

PEKERJAAN PARA ROMUSHA

Pekerjaan yang dilakukan oleh para romusha merupakan jenis pekerjaan fisik kasar yang meliputi :

-membongkar muat peralatan

-membangun rel kereta api, seperti jalur kereta api Labuhan-Jakarta

-membangun benteng-benteng pertahanan

-membangun terowonyan (contohnya terowongan Neyama di pantai selatan Tulungagung, Kediri)

-membangun sarana irigasi pertanian, seperti pembangunan Kanal Mataram

-membangun landasan pacu pesawat terbang, seperti lapangan terbang di Majalengka

-membangun benteng di pantai

-membangun lubang-lubang perlindungan

-membangun pabrik amunisi

-membangun jalan raya

-bekerja di penambangan batu bara dan emas di Bayah, Banten dan Cikotok

-membabat hutan

-mencari kayu bakar kereta api

-produksi penyulingan minyak

Para Romusha itu sendiri bekerja di bawah arahan dari seorang Jepang yang disebut master. Dibawahnya terdapat seorang kerani berkebangsaan India, Melayu atau Jawa.

 

DAMPAK ROMUSHA

Pemberlakuan romusha telah menimbulkan dampak yang luas bagi bangsa Indonesia, diantaranya adalah :

-kematian besar-besaran

-terganggunya kegiatan perekonomian di perdesaan

-penurunan produksi pangan di perdesaan

-munculnya trauma psiko-sosial terhadap orang Jepang

-munculnya kecurigaan rakyat terhadap para pemimpin desa

-munculnya kecurigaan terhadap sesama penduduk

-munculnya solidaritas bersama menghadapi orang asing

 

REFERENSI :

Aiko Kurasawa, Kuasa Jepang di Jawa, Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945, Depok ; Komunitas Bambu, 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAWURAN SEBAGAI SUATU GEJALA SOSIAL (ANALISIS SOSIOLOGIS KONFLIK SOSIAL DI PERKOTAAN)

SOSIOLOGI PEMBUNUHAN

RERA (REKONSTRUKSI DAN RASIONALISASI) ; UPAYA PENATAAN ANGKATAN BERSENJATA