WAWANCARA ETNOGRAFIS
WAWANCARA ETNOGRAFIS
METODE WAWANCARA
Wawancara adalah metode pengumpulan
data yang sangat populer di kalangan akademisi dan masyarakat pada umumnya,
karena itu banyak digunakan dalam penelitian. Wawancara mendalam adalah
wawancara yang dilakukan secara tidak formal dan juga tidak terstruktur
Wawancara adalah proses percakapan
dengan maksud untuk mengonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi,
motivasi, perasaan, dan sebagainya yang dilakukan dua pihak yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dengan orang yang diwawancarai
(interviewee).
Sedangkan menurut Koentjaraningrat,
pihak yang diwawancara memiliki dua kategori ;
A. informan ; merupakan individu yang
diwawancarai dalam rangka untuk mendapatkan data dan keterangan tertentu untuk
keperluan informasi
B. responden ; merupakan individu yang
diwawancarai dalam rangka mendapatkan keterangan tentang diri pribadi,
pendirian atau pandangan untuk keperluan komparatif
Wawancara dalam suatu penelitian yang
bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu
masyarakat serta pendirian-pendirian itu merupakan suatu pembantu utama dari
metode observasi atau pengamatan.
Metode wawancara atau metode interview menurut
Koentjaraningrat dalam bukunya, Metode-metode Penelitian masyarakat mencakup cara yang dipergunakan kalau
seseorang, untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan
atau pendirian secara lisan dari seorang responden, dengan bercakap-cakap
berhadapan muka dengan orang itu.
Dalam hal ini suatu percakapan meminta
keterangan yang tidak untuk tujuan suatu tugas, tetapi hanya untuk tujuan ramah
tamah, untuk sekedar tahu saja atau untuk mengobrol saja maka tidak dapat
disebut wawancara.
Wawancara dalam suatu penelitian yang
bertujuan mengumpulkan data dan keterangan tentang kehidupan manusia dalam
suatu masyarakat serta pendirian-pendirian mereka itu merupakan suatu pembantu
utama dalam metode observasi.
Wawancara mendalam (indept interview)
bersifat terbuka. Pelaksanaan wawancara tidak hanya sekali atau dua kali,
melainkan dilakukan berulang-ulang dengan intensitas yang tinggi.
Wawancara mendalam merupakan suatu
cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan
informan, dengan maksud mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang diteliti.
Wawancara mendalam dilakukan secara
intensif dan berulang-ulang. Pada penelitian kualitatif, wawancara mendalam
menjadi alat utama yang dikombinasikan dengan metode lainnya yaitu observasi
partisipasi atau observasi terlibat.
Dalam metode wawancara keberadaan
informan kunci memiliki kedudukan yang sangat strategis. Informan kunci adalah
orang-orang yang memiliki hubungan erat dan berpengetahuan dalam langkah awal
penelitian. Orang semacam ini dibutuhkan dalam penelitian etnografi. Informan
kunci antara lain memiliki fungsi dan peran sebagai berikut :
-membuka jalan (gate keeper) peneliti
dalam berhubungan dengan responden
-sebagai pemberi izin, pemberi data,
penyebar ide dan perantara
Beberapa pertimbangan yang dapat
digunakan dalam menentukan informan kunci antara lain :
-orang yang bersangkutan memiliki
pengalaman pribadi tentang masalah yang sedang diteliti
-informan tersebut harus berusia
dewasa
-informan memiliki pengetahuan yang
luas
-informan bersikap netral dan tidak
memiliki kepentingan pribadi
Pemilihan informan kunci dilakukan
melalui salah satu dari sejumlah cara sebagai berikut :
-secara insidental
-menggunakan modal orang-orang yang telah
dikenal dekat sebelumnya
-sistem quota, artinya informan kunci
telah dirumuskan terlebih dahulu kriterianya (misalnya ketua RT, dukun, ketua
organisasi)
-secara snowball, artinya informan
kunci dimulai dengan satu orang, kemudian atas rekomendasi orang tersebut,
informan kunci menjadi semakin besar sampai jumlah tertentu dan akhirnya sampai
memperoleh data jenuh.
WAWANCARA
ETNOGRAFIS
Wawancara
etnografis meliputi dua proses yang berbeda namun saling melengkapi , yaitu :
1. Mengembangkan hubungan ; mendorong
informan untuk menceritakan budaya yang dimilikinya
2. Memperoleh informasi ; membantu pengembangan
hubungan dan membahas sifat dasar pertanyaan-pertanyaan etnografis , khususnya
pertanyaan deskriptif.
Dalam
wawancara etnografis, etnografer mengembangkan hubungan dengan informannya.
Hubungan merujuk pada suatu hubungan harmonis antara etnografer dan informan.
Hal ini berarti bahwa pengertian dasar dari suatu kepercayaan telah berkembang
sehingga memungkinkan adanya arus informasi secara bebas.
Baik
etnografer maupun informan mempunyai perasaan yang positif terhadap wawancara,
dan bahkan mungkin menikmatinya. Dalam hal ini hubungan tidak perlu berarti
persahabatan yang erat atau kedekatan yang mendalam di antara dua orang. Bila
rasa hormat dapat berkembang di antara dua orang secara khusus saling tidak menyukai
satu sama lain, hubungan tetap dapat terjalin walaupun tidak ada khasih sayang.
Pola
hubungan dalam wawancara etnografis dilakukan melalui beberapa tahapan berikut
:
1.Keprihatinan
;
wawancara
etnografis selalu diawali oleh adanya ketidakpastian, perasaan keprihatinan.
Perasaan ini muncul baik pada etnogafer yang sudah berpengalaman maupun
etnografer pemula.
2.Penjajagan
;
keprihatinan
biasanya memberikan jalan secara cepat ke arah penjajagan. Dalam prose sini,
baik etnografer maupun informan mulai mencoba hubungan yang baru. Penjajagan
merupakan proses alamiah untuk mengenali suatu bidang baru.
Penjajagan
adalah saat tepat untuk mendengarkan, mengamati dan menguji. Penjajagan
dilakukan dengan memunculkan sejumlah pertanyaan, seperti :
-Apa yang diharapkan oleh orang lain dari hubungan yang
terjalin itu ?
-Apa yang diharapkan untuk hal yang saya katakan?
-Dapatkah ia dipercaya ?
-Akan dapatkah dia menjawab pertanyaan-pertanyaan saya ?
-Apa yang sesungguhnya diharapkan dari wawancara ini ?
-Apakah saya menjawab pertanyaan itu sebagaimana seharusnya?
- Apakah dia benar-benar
ingin mengetahui hal-hal yang saya ketahui?
3.Kerja sama
;
Dengan
berjalannya waktu, proses hubungan akan bergerak ke tahapan berikutnya, yaitu
kerja sama (cooperation). Beberapa informan sering kali bekerja sama sejak awal wawancara yang
pertama, tetapi tahapan ini melibatkan kerja sama yang lebih kompleks yang
didasarkan pada rasa saling percaya. Dengan hilangnya ketidakpastian, maka
etnografer dengan informan mengetahui apa yang diharapkan dari masing-masing
pihak.
4.Partisipasi
;
Tahapan
akhir dari proses hubungan adalah partisipasi. Setelah berminggu-minggu bekerja
secara rapat dengan informan, kadang-kadang suatu dimensi baru ditambahkan ke
dalam hubungan itu, satu dimensi yang di dalamnya informan mengenal dan
menerima peran mengajar dari etnografer itu. Ketika hal itu terjadi, ada suatu
perasaan kerja sama serta partisipasi penuh yang meningkat dalam penelitian
itu. Informan mulai mengambil peran yang lebih tegas, yakni memberi informan
baru agar menjadi perhatian bagi etnografer itu dan memberi bantuan dalam upaya
menemukan pola-pola dalam kebudayaan mereka.
BEBERAPA
PERTANYAAN ETNOGRAFIS
Wawancara
etnografis di lain pihak dimulai dengan asumsi bahwa urutan pertanyaan-jawaban
merupakan satu unsur tunggal dalam pemikiran manusia. Pertanyaan selalu
mengimplikasikan jawaban. Statemen apapun selalu mengimplikasikan pertanyaan.
Asumsi ini tetap berlaku dan benar adanya sekalipun pertanyaan dan jawaban
masih belum ditegaskan. Dalam wawancara etnografis, pertanyaan maupun jawaban
harus ditemukan dari informan.
Ketika
mempelajari kebudayaan lain, ada tiga cara untuk menemukan permasalahan ;
1. Etnografer dapat mencatat pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan oleh orang-orang dalam kehidupan setiap hari.
2. Etnografer dapat meneliti secara
langsung pertanyaan-pertanyaan yang digunakan oleh para partisipan dalam suatu
lingkup kebudayaan. Untuk hal ini terdapat tiga strategi :
Pertama ;
menanyakan kepad ainforman ; “Apa permasalahan menarik mengenai….?
Kedua ;
menyanyakan kepada informan ; “Apa pertanyaannya sehingga jawabannya adalah….?
Ketiga ;
meminta kepada informan untuk menuliskan suatu teks dalam bentuk pertanyaan dan
jawaban mengenai beberapa topik yang menarik bagi peneliti.
REFERENSI :
James Spradley,
Metode Etnografi, Yogyakarta : Tiara Wacana, 2007
Komentar
Posting Komentar