PEMBERDAYAAN MASYARAKAT TERASING DI INDONESIA

 

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT TERASING DI INDONESIA

 

MASYARAKAT TERASING

 

Masyarakat terasing adalah sebutan bagi masyarakat yang kehidupannya terisolir oleh lingkungan fisik dan geografis. Mereka hidup jauh dari kawasan perkotaan seperti tinggal di pedalaman hutan belantara misalnya di Papua, Sumatera atau di Pulau Kalimantan.

 

Kehidupan yang terisolir itu mengakibatkan masyarakat terasing minim sekali mengalami kontak sosiokultural dengan kelompok masyarakat lainnya yang memiliki sistem teknologi dan kehidupan perekonomian yang lebih maju. Akibatnya, kehidupan mereka menjadi lebih terisolir.

 

Selain karena faktor fisik dan geografis, kehidupan mereka yang terisolir juga disebabkan karena keinginan mereka untuk menjaga keaslian kebudayannya. Mereka menganggap kebudayaan mereka memiliki nilai-nilai budaya yang luhur sehingga perlu dijaga keasliannya.

 

Cara pandang semacam ini tentu saja menimbulkan sikap yang melihat unsur kebudayaan asing atau kebudayaan luar sebagai ancaman bagi kelestarian dan eksistensi kebudayannya. Oleh karena itulah mereka berupaya membatasi interaksi dengan dunia di luar mereka.

 

Sejumlah kelompok masyarakat terasing antara lain sebagai berikut ;

 

Masyarakat Sakai di Riau

Masyarakat Mentawai di Pantai Barat Sumatera

Masyarakat Enggano di Pantai Barat Sumatera

Masyarakat Punan di Kalimantan Barat

Masyarakat Baduy di Banten

Masyarakat Donggo di Sumbawa Timur

Masyarakat Tajio di Sulawesi Selatan

Masyarakat To Pembuni dan To Seko di Sulawesi Selatan

MasyarakatTo Landale di Sulawesi Tenggara

Masyarakat Marobo di Pulau Buton

Masyarakat Tugutil di Halmahera

Masyarakat Arfak di Manokwari, Papua

Masyarakat Dani di Papua Selatan

Masyarakat Asmat di Papua Selatan

Masyarakat Arso di Papua Timur

Orang Laut di Kepulauan Riau-Lingga

 

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT TERASING DI INDONESIA

 

Masyarakat terasing merupakan masyarakat yang menurut Koenjaraningrat merupakan masyarakat yang sedang diupayakan perkembangannya. Oleh karena itu, menurut Koenjaraningrat, fungsi ilmu antropologi adalah bukan sekedar memperkenalkan dna mendeskripsikan masyarakat terasing yang terisolir, namun juga berupaya menghantarkan anggota komunitas terasing itu ke dalam kebudayaan yang modern.

 

Hal itu dilakukan dengan cara memberdayaan segala potensi yang dimiliki oleh masyarakat terasing. Pemberdayaan itu dilakukan dalam rangka menjadikan komunitas masyarakat terasing yang sebelumnya tidak berdaya dan hanya menjadi objek dalam pembangunan Indonesia, menjadi berdaya guna.

 

Mereka tidak hanya sekedar menonton proses pembangunan yang berjalan, namun juga terlibat secara aktif dalam mengembangkan lingkungan di sekitar lingkungan kehidupan mereka.

 

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep yang berupaya menjadikan kelompok yang sebelumnya tidak atau belum berdaya menjadi berdaya. Pemberdayaan ini diperlukan karena mereka yang tidak berdaya tidak memiliki kemampuan untuk menjadikan kehidupan mereka layak dan eksistensi mereka bisa dipertahankan.

 

Pemberdayaan masyarakat melibatkan sejumlah pihak, di antaranya adalah :

 

1.   Masyarakat yang hendak diberdayakan

2.   Pemerintah, baik pusat maupun daerah

3.   Pihak swasta seperti korporasi melalui dana-dana sosial

4.   Lembaga swadaya masyarakat

5.   Tokoh masyarakat termasuk pemuka adat dan agama

 

Peran masyarakat yang hendak diberayakan sangat penting, mengingat masyarakat itulah yang diharapkan akan memainkan peran utama dalam proses pemberdayaan. Keberhasilan dan kegagalan program pemberdayaan masyarakat sangat tergantung kepada sikpa dan respon dari masyarakat itu sendiri.

Demikian pula dengan pemerintah. Sebagai pemegang kekuasaan dan pembuat regulasi serta pemegang anggaran pembangunan yang nilainya cukup besar, peran pemerintah tidak bisa ditinggalkan. Pemerintah melaui Depatermen Sosial dan Kementrian Desa Tertinggal mampu merancang dan melaksanakan program-program pemberdayaan masyarakat, misalnya membuat rnacangan aatau arah pemberdayaan, pembangunan fasilitas dan infrastruktur pemberdayaan dan hal-hal lainnya.

 

Sedangkan peran pihak swasta seperti korporasi juag penting. Mereka harus dilibatkan dlaam program-program pemberdayaan. Hal itu penting untuk membuktikan kepedulian mereka terhadap isu-isu kemanusiaan, khususnya terkait dengan masyarakat atau komunitas yang domisilinya berdekatan dengan kantor-kantor / pabrik atau tempat usaha dari pihak swasta. Swasta bisa berkontribusi dalam proyek pemberdayaan dengan memberikan daya Social Corporate Responsibility yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

 

Masyarakat terasing termasuk ke dalam kategori kelompok yang perlu diberdayakan. Hal itu disebabkan karena terbatasnya sumber daya mereka baik sumber daya ekonomi, sosial dan budaya yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan kehidupan dan kesejahteraan mereka.

 

Terdapat sejumlah cara atau metode yang dapat digunakan untuk memberdayakan kamunitas terasing, diantaranya adalah pendekatan yang disampaikan oleh  seorang antropolog, G.O.Lang. Menurut Lang terdapat beberapa metode pemberdayaan masyarakat terasing, yaitu ;

 

1.paternalistic approach (pendekatan paternalistic) ;

 

Melalui pendekatan ini, para agen perubahan menentukan kebijakan pemberdayaan masyarakt dengan asumsi masyarakat tersebut masih sangat rendah tingkat perkembangan teknologinya. Misalnya pemerintah membuat perencanaan pemberdayaan dengan mengacu kepada apa yang menjadi kebutuhan prioritas masyarakat setempat. Misalnya pemerintah memberikan pangan bergizi untuk mengatasi kelangkaan pangan atau stunting.

 

2.Traditional community development approach (pendekatan pembangunan masyarakat yang tradisional) ;

 

Pendekatan ini berupaya memperhatikan sumber daya lokal, kepemimpinan lokal serta kemandirian masyarakat yang akan dibangun. Strategi ini dilakukan agar jangan sampai pemberdayaan masyarakat tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat yang justru hendak ddiberdayakan. Pelibatan tokoh masyarakat menjadi jaminan program-program pemberdayaan dapat diseuaikan dengan kebutuhan empirik masyarakat.

 

3.engineering physical infrastructure approach (pendekatan prasarana fisik) ;

 

Dalam pendekatan ini, para agen perubahan menentukan arah pemberdayaan dengan melalui pembagunan infrastruktur fisik. Hal ini dilakukan antara lain dengan membangun berbagai infrastruktur penunjang pembangunan seperti infrastruktur jalan yang memungkinkan masyarakat terasing dapat terakses ke dunia luar, misalnya untuk mendapatkan kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Termasuk pembangunan infrastruktur pendidikan seperti sekolah demi meingkatkan kualitas hidup masyarakat setempat.

 

 

 

4.facilitative assistance approach ( pendekatan bantuan) ;

 

Melalui pendekatan ini, agen perubahan hanya memberikan bantuan modal yang kemudian dikembangkan oleh sumber daya lokal, kepemimpinan lokal dan dengan kemampuan yang besar dari masyarakat terasing yang akan dibangun itu sendiri.

 

Hal ini membutuhkan sejumlah prasyarat, antara lain sudah mapannya kelembagaan di tingkat masyarakat yang memungkinkan tersalurkannya modal dari pihak luar kea rah yang produktif dan tepat sasaran. Termasuk adanya transparansi penggunaan dana agar memudahkan pemberian modal usaha di masa-masa berikutnya.

 

 

 

 

REFERENSI :

 

Koentjaraningrat, Masyarakat Terasing di Indonesia, Jakarta ; Gramedia, 1993

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSIOLOGI PEMBUNUHAN

STATUS OBJEKTIF DAN STATUS SUBJEKTIF

TAWURAN SEBAGAI SUATU GEJALA SOSIAL (ANALISIS SOSIOLOGIS KONFLIK SOSIAL DI PERKOTAAN)