PERUBAHAN KEBUDAYAAN DALAM MASYARAKAT TERASING
PERUBAHAN KEBUDAYAAN DALAM MASYARAKAT TERASING
KARAKTERISTIK
MASYARAKAT TERASING
Menurut Koentjaraningrat, masyarakat
terasing memiliki sejumlah karakteristik unik, antara lain letaknya yang jauh
dari ibukota kecamatan, bahkan beberapa kelompok masyarakat terasing masih ada
yang tinggal di pedalaman hutan rimba belantara.
Masyarakat terasing memiliki anggota
yang relatif sedikit yang terdiri dari ratusan hingga ribuan orang. Mereka
hidup dalam kelompok -kelompok yang kecil dan hidup berkelompok dalam wilayah
tertentu.
Masyarakat terasing sebagian masih
berada di zaman batu, artinya teknologi mereka masih sangat sederhana.
Peralatan yang mereka buat dan gunakan diperuntukkan untuk kegiatan-kegiatan
perekonomian yang sederhana dan terbatas sifatnya seperti sistem holtikultura
sederhana dan holtikultura intensif.
Sistem sosial masyarakat terasing
dicirikan dengan adanya sistem perkawinan endogami, yaitu bentuk perkawinan
yang mengharuskan anggota masyarakat menikah dengan sesama anggota kelompok
dalam atau ingroup. Hal itu mereka lakukan untuk menjaga keberlangsungan
tradisi dan adat serta budaya masyarakat mereka sesuai dengan kehendak nenek
moyang.
Masyarakat terasing melakukan perkawinan
dengan pola endogami suku, eksogami klen. Klen atau marga adalah suatu kelompok
kekerabatan yang berdasarkan azas keturunan melalui garis keturunan pihak
laki-laki atau pihak perempuan yang bersumber pada seorang leluhur. Warga
sesuatu klen atau marga belum tentu saling kenal mengenal satu sama lainnya. Ditempat
asal mereka, marga juga tidak terwujud sebagai suatu perkumpulan atau
organisasi yang melibatkan warganya.
Pranata perkawinan dalam masyarakat
terasing biasanya dijodohkan oleh orang tua atau kerabat. Mereka dengan
demikian tidak mengenal pranata kencan atau tradisi pacaran sebelum menikah.
Sistem sosial masyarakat terasing juga
ditandai oleh kuatnya sistem kekerabatan. Sistem kekerabatan adalah serangkaian
aturan-aturan yang mengatur penggolongan orang-orang yang sekerabat, yang
melibatkan adanya berbagai tingkat hak dan kewajiban di antara orang-orang yang
sekerabat yang membedakannya dengan hubungan-hubungan mereka dengan orang-orang
yang tidak tergolong sebagai kerabat.
Masyarakat terasing mengenal keluarga
inti dan keluarga luas. Suatu keluarga inti terdiri dari seorang suami, seorang
istri dan anak-anak mereka yang belum kawin. Anak tiri dan anak angkat yang
secara resmi mempunyai hak wewenang yang kurang lebih sama dengan anak
kandungnya, dapat pula kita anggap sebagai anggota suatu keluarga inti.
PERUBAHAN
KEBUDAYAAN
Parsudi
Suparlan membedakan antara perubahan kebudayaan dengan perubahan sosial. Adapun
yang dimaksud dengan perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi dalam
sistem ide yang dimiliki bersama oleh para warga atau oleh sejumlah warga
masyarakat yang bersangkutan, yang antara lain mencakup, aturan-aturan atau
norma-norma yang digunakan sebagai pegangan dalam kehidupan warga masyarakat,
nilai-nilai, teknologi, selera dan rasa keindahan atau kesenian dan bahasa.
Perubahan
sosial sebagai perubahan dalam struktur sosial dan pola-pola hubungan sosial,
yang antara lain mencakup: sistem status, hubungan-hubungan dalam keluarga,
sistem-sistem politik dan kekuatan, serta persebaran penduduk. Walaupun
perubahan sosial dibedakan dari perubahan kebudayaan, tetapi
pembahasan-pembahasan mengenai perubahan sosial tidak akan dapat mencapai suatu
pengertian yang benar apabila tidak mengaitkannya dengan perubahan kebudayaan.
Terdapat
perbedaan tingkat kecepatan perubahan kebudayaan antara satu masyarakat dengan
masyarakat yang lain. Terdapat masyarakat yang perubahan kebudayaannya sangat
lambat dan terdapat pula masyarakat yang mengalami perubahan lebih cepat.
Pada
masyarakat tradisional, yang tidak banyak melakukan interaksi dengan masyarakat
lain cenderung mengalami perubahan lebih lambat, karena terjadinya proses
perubahan lebih banyak disebabkan oleh faktor-faktor dari internal masyarakat
dalam bentuk penciptaan, penemuan atau pengembangan bentuk baru yang dilakukan
oleh masyarakat secara internal.
Sementara
itu, dalam masyarakat modern yang lebih terbuka dan sering berinteraksi dengan
masyarakat lain, akan mengalami perubahan lebih cepat melalui proses difusi
atau penyebaran kebudayaan dari satu masyarakat ke masyarakat lain.
Diantara
contoh perubahan kebudayaan adalah Revolusi Kebudayaan. Menurut Gordon Childe,
Revolusi Kebudayaan adalah suatu perubahan kebudayaan yang sangat besar, yang
mula-mula disebabkan karena makin mantabnya sistem pembagian kerja dalam
masyarakat. Pembagian kerja itu kemudian membentuk sistem pelapisan sosial.
Revolusi
Kebudayaan menurut Childe pertama kali terjadi pada masa neolithikum, yang
dikenal dengan istilah Neolithic Revolution. Neolithic Revolution
adalah perubahan sistem mata pencaharian masyarakat dari food gathering ke food
gathering. Dengan demikian manusia mulai hidup menetap dan mereka kemudian
memiliki waktu senggang yang dimanfaatkan dengan mengembangkan berbagai jenis
kerajinan, pertukangan dan kesenian.
PERUBAHAN
KEBUDAYAAN DALAM MASYARAKAT TERASING
Perubahan kebudayaan dialami oleh semua
masyarakat termasuk masyarakat yang dikategorikan sebagai masyarakat terasing.
Akan tetapi segala bentuk perubahan kebudayaan dari luar akan mendapat
tanggapan dari komunitas masyarakat terasing.
Terdapat tiga respon dari masyarakat
terasing dalam menghadapi perubahan dari luar kebudayaan mereka ;
1.mereka sebenarnya mau menerima
pengaruh dari luar , namun mereka tidak atau belum mampu melakukan perubahan
kebudayaan dan mereka tetap hidup dengan cara yang diwariskan dari nenek moyang
mereka
2.mereka memang ingin maju namun mereka
menganggap bahwa pihak luar tidak mau membagi unsur-unsur kebudayaan yang
membawa kemajuan itu dengan mereka
3.mereka memang tidak mau berubah dan
berupaya dengan berbagai cara untuk mempertahankan kebudayaan warisan nenek
moyang selama mungkin dengan cara menolak setiap unsur pengaruh yang datang
dari luar.
Berikut ini akan dijelaskan secara
singkat beberapa perubahan kebudayaan yang terjadi dalam masyarakat terasing
antara lain orang Arfak dan orang Dani yang ada di Papua.
1.Perubahan
kebudayaan orang Arfak
Perubahan kebudayaan yang dialami oleh
orang Arfak di Papua Kepala Burung terjadi sekitar tahun 1940-an. Kontak
kebudayaan itu terjadi baik dengan suku-suku bangsa lain yang ada di sekitarnya
maupun engan kebudayaan lain yang berasal dari luar Papua.
Proses perubahan kebudayaan orang Arfak
berlangsung lebih cepat setelah operasi gerombolan separatis OPM di Kabupaten
Manokwari dihentikan pada tahun 1971. Orang rfak juga mengenal teknik
bercocoktanam dari orang Jawa yang menjadi transmigran. Mereka juga mengenal
beberapa jenis hewan ternak seperti sapi dan kambing yang diperkenalkan oleh
pemerintah melalui proyek Bantuan Presiden.
2.Perubahan
kebudayaan orang Dani
Kontak orang Dani di lembah Baliem
pertama kali terjadi Ketika Belanda mulai mengeksplorasi daerah hulu sungai
Lorents pada 1909. Setelah kedudukannya di Papua relatif mantab, Belanda
kemudian membangun prasarala seperti lapangan terbang yang dapat didarati oleh
pesawat jenis Dakota. Hal ini bersamaan dengan diadakannya misi penyebaran
agama Katolik yang berpusat di Wamena.
Dampak positif dari perubahan dari luar
terhadap masyarakat Dani antara lain :
1.Mulai menghilangnya kanibalisme pada
orang Dani di lembag Baliem bagian selatan
2.Mulai berkurangnya perang di daerah
konfederasi-konfederasi sekitar Wamena
3.Kebiasaan penduduk di sekitar Wamena,
yaitu orang Mukoko, Itlai-Hatluk dan Siep-Kosi mengenakan pakaian, minimal
Ketika datang ke kota
4.Menghilangnya adat berkabung dengan
cara memotong ruas jari
5.Mulai adanya kesadaran masyarakat akan
kewarganegaraan yang lebih luas daripada kewargaan di kelompoknya sendiri
6.Mulai adanya pengertian akan guna dan
arti uang
7.Mulai adanya perkawinan campuran
antara wanita Dani dengan penduduk Irian yang berasal dari daerah lain yang
berkerja di daerah itu sebagai polisi, guru, pendeta atau lainnya
Sedangkan dampak negatif dari pengaruh
luar bagi orang Dani antara lain :
1.Terlanjur berkembangnya suatu
kesenjangan antara atasan dan bawahan dalam jiwa rakyat akibat masa pembangunan
kota Wamena dalam zaman kolonial
2.Timbulnya golongan orang-orang dan
anak-anak yang canggung yang sudah meraakan kehidupan dunia luar, namun belum
sempat menikmati pendidikan formal, sehingga mereka merasa diri mereka lebih
pandai daripada masyarakatnya namun belum mampu hidup mandiri
3.Timbulnya perpecahan antara penduduk
menurut garis-garis sejajar dengan garis persaingan antara berbagai organisasi
penyiaran agama Kristen yakni Franciskan dan CAMA dan penduduk yang belum
dinasranikan.
REFERENSI :
Koentjaraningrat, Masyarakat Terasing di
Indonesia, Jakarta ; Gramedia, 1993
Komentar
Posting Komentar