PERSPEKTIF KONFLIK MENGENAI OLAHRAGA
PERSPEKTIF KONFLIK MENGENAI OLAHRAGA
TEORI
STRUKTURAL KONFLIK
Teori konflik memiliki dasar dari pemikiran Karl Marx. Pemikiran
Karl Marx yang lebih dikenal dengan nama Marxisme telah mendorong munculnya
analisa kehidupan sosial masyarakat dari sudut pandang yang sangat berbeda.
Berbeda dengan teori Struktural fungsional, teori konflik memandang masyarakat
sebagai gabungan dari pelbagai unsur yang terlibat persaingan satu sama lain.
Persaingan tersebut pada akhirnya mendorong terjadinya disintegrasi masyarakat.
Konflik itu sendiri menurut para penganut teori konflik merupakan
unsur mendasar yang membentuk dan mengubah masyarakat. Konflik tidak dapat
dilepaskan dari masyarakat sebagaimana masyarakat juga tidak dapat dilepaskan
dari konflik. Selama masyarakat itu ada maka konflik akan selalu menjadi bagian
dari masyarakat tersebut.
Teori struktural konflik lahir sebagai jawaban atas ketidakmampuan
teori fungsionalisme struktural dalam menjelaskan fenomena perubahan sosial
secara memuaskan. Teori fungsionalisme struktural dianggap memiliki unsur
konservatif dengan menganggap perubahan sosial sebagai suatu bentuk kondisi
yang tidak normal. Teori Konflik pertama kali dikembangkan oleh Karl Marx yang
memfokuskan analisanya pada perubahan sosial pada masyarakat industri pada
tahap awal Revolusi Industri.
Seiring dengan berkembangnya masyarakat industri menjadi lebih
rumit, teori konflik Marx dianggap sudah tidak relevan lagi. Oleh karena itu
pada masa selanjutnya muncul sejumlah tokoh yang melanjutkan tradisi Marxian
dalam menganalisa konflik dan perubahan sosial dengan mengembangkan teori
konflik Marx agar sesuai dengan perkembangan mutakhir. Diantara tokoh tersebut
adalah Ralf Dahrendorf yang menulis buku Kelas dan Konflik Kelas Dalam
Masyarakat Industri dan Lewis Coser melalui bukunya Fungsionalisme Konflik.
Menurut Nasikun dalam buku sistem sosial indonesia dijelaskan
mengenai premis utama dari teori konflik sebagai berikut :
● setiap
masyarakat berada dalam proses perubahan yang tidak pernah berakhir
● setiap
masyarakat mengandung konflik dalam dirinya
● setiap
unsur dalam masyarakat mendorong terjadinya disintegrasi
● integrasi
terjadi karena dominasi
● kontradiksi
bersumber dari adanya pembagian sumber daya/wewenang/otoritas yang tidak merata
● konflik
tidak dapat dihilangkan tetapi dapat dikendalikan melalui akomodasi
PERSPEKTIF
KONFLIK MENGENAI OLAHRAGA
Dimana fungsionalis melihat stabilitas
dan konsensus, sosiolog konflik melihat dunia sosial sebagai perjuangan yang
terus berjalan. Perspektif konflik mengambil asumsi bahwa perilaku sosial lebih baik diahami dalam hal
ketegangan antara kelompok terkait dengan kekuasaan atau alokasi sumber daya,
termasuk perumahan, uang, akses terhadap layanan, dan keterwakilan politik.
Perspektif konflik memiliki pandangan
mengenai olahraga sebagai salah satu aspek kehidupan manusia yang penting.
Berikut ini adalah pandangan perspektif konflik mengenai olahraga :
-Olahraga adalah bentuk bisnis skala
besar di mana keuntungan lebih penting daripada kesehatan dan keamanan pekerja
atau atlet
-Olahraga mengabadikan ide palsu bahwa
kesuksesan dapat dicapai melalui kerja keras, sedangkan kegagalan adalah
kesalahan dari individu semata (dan bukannya pada ketidakadilan dari sistem
sosial yang lebih luas)
-Olahraga berfungsi sebagai “candu” yang
mendorong orang untuk mencari “perbaikan” atau “perasaan kuat” yang sementara
dibandingkan focus pada masalah personal dan isu-isu sosial
-Olahraga mengukuhkan subordinasi kulit
hitam dan warga latin yang bekerja keras sebagai atlet, tetapi kurang terlihat
sebagai posisi pengawas seperti pelatih, manajer dan pemilik
REFERENSI :
Novri Susan, Pengantar Sosiologi Konflik, Jakarta : Kencana,2009
Parsudi Suparlan, Dari Masyarakat Majemuk Menuju Masyarakat
Multikultural, Jakarta : YPKIK, 2008
Schaefer, Richard, Sosiologi, Jakarta ;
Salemba Humanka, 2012
Komentar
Posting Komentar