REKONSTRUKSI SOSIAL BUDAYA POSKOLONIAL
REKONSTRUKSI SOSIAL BUDAYA POSKOLONIAL
PERSPEKTIF
POSKOLONIAL
Salah
satu perspektif yang diguanakn dlaam ilmu sosial seperti antropologi dan
sosiologi adalah perspektif poskolonial. Perspektif poskolonial itu sendiri
merupakan perspektif yang berupaya mencari keseimbangan dalam melihat realitas
sosial yang ada.
Poskolonial
merupakan perspektif yang belum banyak dikenal di Indonesia, dibandingkan
dengan sejumlah perspektif ilmu sosial lainnya seperti perspektif klasik yang
dikemukakan oleh Emile Durkheim, Karl Marx, Max Weber, perspekti modern dan perspektif lainnya.
Poskolonial
mempelajari banyak permasalahan yang dihadapi oleh negara-negara Timur akibat
penjajahn negara-negara Barat. Poskolonial mencoba mengajukan kritik mengenai
akibat hegemoni dan dominasi Barat yang ternyata masih terjadi di banyak negara
Timur, meskipun negara-negara tersebut sudah merdeka secara politik.
Studi
poskolonial atau pascakolonial merupakan studi yang relatif masih baru dalam
menganalisis dominasi negara-negara Barat atau masyarakat Timur. Negara-negara
Barat memosisikan dirinya sebagai kelompok superior dan Timur diposisikan
sebagai kelompok yang inferior dan tertindas.
Teori
poskolonial lahir pada paruh pertama abad ke-20 yang sering disebut sebagai
metode deskonstruksi terhadap model berfikir dualistis atau biner yang
membedakan antara ‘Timur’ dan “Barat”. Model berpikir dualis ini mengendap
dalam ilmu pengetahuan Barat terutama dalam kajian mengenai masalah Timur atau
orientalisme yang senantiasa menempatkan kedudukan Barat sebagai bangsa
penjajah, orang dalam, sebagai subjek, memiliki posisi yang unggul dibandingkan
dengan orang Timur. Timur dianggap dijajah, orang luar, diposisikan sebagai
objek. Orang Barat merasa mereka berbeda dengan orang Timur yang berpandangan
irasional, emosional dan kurang beradab.
Teori
poskolonial dipengaruhi oleh pemikiran sejumlah tokoh seperti Michael Foucault
dan Antonio Gramschi. Pengaruh Foucault
dapat dilihat dari pandangan yang menilai bahwa pengetahuan itu tidak bersifat
netral. Pengetahuan selalu memuat konten kekuasaan dan memiliki kepentingannya
sendiri. Dalam hal ini, pengetahuan (Barat) atas “Timur” didasarkan atas
kepentingan-kepentingan tertentu.
Sedangkan
pengaruh Gramchi dapat dilihat dari konsepsinya mengenai “hegemoni”. Kekuasaan
dan stereotip yang dilekatkan Barat atas Timur
ternyata banyak tidak disadari oleh orang-orang Timur. Banyak orang
Timur yang menerima segala pandangan Barat terhadap mereka. Hegemoni adalah
kekuasaan yang dicapai melalui suatu kombinasi paksaan dengan kerelaan.
Gramschi
menyatakan bahwa kelas-kelas berkuasa memeroleh dominasi bukan karena kekuatan
dan paksaan semata tetapi juga dengan menciptakan subjek-subjek yang “sukarela”
bersedia untuk dikuasai-ideologi adalah penting dalam menciptakan kerelaan,
ideologi adalah medium yang melaluinya gagasan-gagasan tertentu itu disampaikan
dan, lebih penting, dipercayai kebenarannya. Hegemoni dicapai dukan melalui
manipulasi atau indoktrinasi langsung, melainkan dengan bersandar pada
penalaran umum rakyat
Teori
poskolonial juga merupakan teori yang membahas mengenai dampak kolonialisme dan
proses perlawanan terhadap dominasi kolonial serta berbagai warisan budaya yang
tetap ada sampai hari ini. Teori poskolonial juga menganalisis praktik-praktik
penjajahan atau kolonialisme yang masih berlangsung sampai sekarang di era
modern. Selain penjajahan Barat atas Timur, penjajahan juga berlangsung
terhadap kelompok minoritas atau kelompok marjinal yang terpinggirkan oleh
kelompok mayoritas.
PERSPEKTIF
POSKOLONIAL DALAM KARYA BUDAYA BANGSA INDONESIA
Poskolonial
berarti situasi setelah era kolonial. Di Indonesia, era poskolonial dimulai
pada tahun 1945, yaitu ketika bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya dari
segala bentuk penjajahan. Semenjak itu terjadi proses nasionalisasi (Indonesianisasi)
yang ditandai dengan dirombak secara total segala hal yang berbau kolonial.
Salah
satu aspek yang dirombak adalah cara
pandang mengenai kebudayaan sendiri. Pada era kolonial, segala aspek kehidupan
sosio-kultural dilihat dari sudut pandang penjajah atau sudut pandang kolonial.
Sudut pandang kolonial atau penjajah ini sarat dengan stereotip yang negatif terhadap
bangsa yang sedang dijajahnya.
Misalnya
Belanda selama era penjajahan atau era kolonialisme menstereotip bangsa
Indonesia dan kebudayaannya dengan sejumlah stereotip seperti terbelakang, primitive,
tidak berbudaya, dan lain sebagainya.
Semenjak
bangsa Indonesia berhasil memeroleh kemerdekaannya sekaligus mengakhiri era
kolonialisme, bangsa Indonesia mulai berusaha memandang dirinya dari sudut
pandang bangsa Indonesia. Cara pandang ini dalam antropologi disebut dengan
sudut pandang atau perspektif emik, yaitu perspektif yang menilai kebudayaan dari sudut pandang
pemilik kebudayaan itu sendiri.
Cara
pandang yang menilai bangsa yang sebelumnya terjajah dari perspektifnya sendiri
disebut juga dengan perspektif poskolonial. Poskolonial dengan demikian adalah
suatu gerakan atau pandangan yang memberikan alternatif pada definisi dan
kebenaran yang selama ini berorienasi kepada Barat (kolonialis). Gerakan atau
perspektif poskolonial menawarkan
pengertian dan definisi lokal dari negara-negara yang semula jajahan.
Cara
pandang nonwestern ini disusun oleh para pelaku nasional dengan maksud untuk
menyatukan pemahaman bersama tentang berartinya berbagi rasa loyal kepada
beragam kelompok yang berbeda secara etnik, bahasa, agama, suku, warna kulit
dan lain sebagainya kepada gagasan bangsa yang lebih besar.
Poskolonial
juga memberikan definisi sendiri untuk berbagai aspek seperti karya sastra,
film, dan sebagainya. Karya sastra, film, lukisan dan sebaainya yang semula
dipelajari dan dipahami oleh warga dunia, termasuk Indonesia dengan definisi
Barat, dengan perspektif poskolonial sekarang dilihat dari perspektif nonBarat.
Perspektif
poskolonial digunakan oleh bangsa Indonesia dalam sejumlah karya budaya yang
meliputi novel, cerpen, puisi, film, tulisan ilmiah dan seni pertunjukan
sebagai berikut :
KARYA
SASTRA :
-Memori
Penderitaan Diperjumpakan ; sebuah kajian dialogis Kitab Daniel dan sejarah
penjaahan Jepang di Indonesia
-Postmodernisme
dan Poskolonialisme dalam karya sastra
-Ideologi
narrator dalam novel “Malaikat Lereng Tidar” karya Remi Silado
-Pribumi
vs Asing ; Kajian Poskolonialisme Terhadap “Putri Cina” karya Shindunata
-Nasionalisme
dalam cerpen "Mardijker" karya Damhuri Muhammad
-Resistensi
dalam novel “Hulubalang Raja” karya Nur Sutan Iskandar
-Diskriminasi
Bnagsa Belanda dalam novel ‘Salah Asuhan” karya Abdoel Moeis
-Kaum
Subaltern dalam novel karya Soeratman Sastradihardja
-Representasi
Praktek Perbudakan dan Penindasan dalam puisi “Negro” karya Langston Hughes
-Mimikri
dan Hibriditas dalam novel “Para Priyayi”
FILM
DAN SENI PERTUNJUKKAN
-Berperan
Melintas Batas ; Memandang Praktik Pementasan Transnasional dari LensaTeater
Poskolonial
-Melihat
Islam vs Barat dalam film “Indonesia”
KARYA
TULIS
-Mempersoalkan
ilmu sosial Indonesia yang American Minded
-Negara
Hukum Indonesia ; Dekolonisasi dan Rekonstruksi Tradisi
-Poskolonialisme
dan Spiritualisme Timur ; Upaya Menuju Universalitas Ilmu Pengetahuan Era
Posmodern
REFERENSI :
Ania Loomba,
Kolonialisme/pascakolonialisme, Jakarta : Pustaka Promethea, 2021
Komentar
Posting Komentar