SOSIOLOGI PERCERAIAN
SOSIOLOGI PERCERAIAN
PENGANTAR
Perceraian merupakan salah satu
fenomena yang ada di dalam masyarakat. Perceraian terdapat dalam semua bentuk
masyarakat, baik masyarakat tradisional maupun masyarakat modern. Akan tetapi,
perceraian cenderung lebih banyak terjadi dalam masyarakat yang sudah modern.
Hal itu selain karena semakin terbukanya informasi, juga disebabkan terjadinya
perubahan struktural yang berpengaruh kepada lembaga keluarga.
Tidak ada masyarakat yang tidak
mengalami perceraian, akan tetapi yang membedakan antara masyarakat yang satu
dengan masyarakat yang lain adalah cara-cara melakukan perceraian,
syarat-syaratnya, dan prosedur-prosedurnya. Misalnya, di dalam masyarakat
katolik, perceraian merupakan sebuah hal yang terlarang, walaupun dalam
praktiknya perceraian tetap terjadi juga, sedangkan dalam masyarakat Islam,
perceraian terjadi dengan syarat-syarat tertentu.
Ada masyarakat yang memiliki prosedur
perceraian yang sangat mudah. Si suami hanya perlu berkemas dan pergi
meninggalkan istrinya, atau si istri cukup memerintahkan suaminya untuk
meninggalkan rumah, tetapi ada juga masyarakat yang memiliki prosedur
perceraian yang sangat rumit dan sukar untuk dilaksanakan.
Struktur sosial dan keluarga
beberapa masyarakat memungkinkan perceraian tanpa ada banyak kesulitan atau
tanpa prosedur yang berbelit-belit. Dalam beberapa masyarakat yang kurang
menekankan cinta romantis dan cinta pribadi yang mendalam, perceraian tidak
mengakibatn kehancuran yang fatal.
Bila keluarga hubungan sedarah (consanguinal)
atau kelompok kerabat tetap memberikan dukungan kepada anak dan istri yang
ditinggalkan oleh suami dan ayahnya, maka perpisahan anak dengan ayah karena
perceraian tidak terlalu menimbulkan permasalahan.
Arti perceraian dalam hal ini berkaitan dengan berbagai aspek dari lembaga keluarga lainnya. Sebaliknya, perceraian yang terjadi dalam keluarga batih yang terlalu menekankan pada kasih sayang pribadi dan kesatuan keluarga akan dapat mengakibatkan goncangan psikologis dan menggangu emosi anak yang ditinggalkan salah satu orang tuanya.
Arti perceraian dalam hal ini berkaitan dengan berbagai aspek dari lembaga keluarga lainnya. Sebaliknya, perceraian yang terjadi dalam keluarga batih yang terlalu menekankan pada kasih sayang pribadi dan kesatuan keluarga akan dapat mengakibatkan goncangan psikologis dan menggangu emosi anak yang ditinggalkan salah satu orang tuanya.
Sebagaimana dengan perkawinan,
perceraianpun memiliki sejumlah aturan dan ritual tertentu. Aturan mengenai
perceraian tidak hanya perlu untuk memisahkan kekayaan dan mengembalikan
hadiah-hadiah, akan tetapi terutama untuk mengatur persoalan siapa yang
memiliki hak pengasuhan anak, status anak dan bagaimana keturunan dari
anak-anak itu diatur selanjutnya.
Perceraian memiliki sejumlah aturan dikarenakan perceraian, sebagaimana dengan perkawinan bukan saja merupakan kepentingan dari kedua suami dan istri, tetapi juga menjadi kepentingan dari keluarga besar dari kedua pasangan tersebut.
Perceraian memiliki sejumlah aturan dikarenakan perceraian, sebagaimana dengan perkawinan bukan saja merupakan kepentingan dari kedua suami dan istri, tetapi juga menjadi kepentingan dari keluarga besar dari kedua pasangan tersebut.
Dalam masyarakat modern juga
terjadi pergeseran makna terhadap perkawinan dan perceraian. Masyarakat modern
tidak lagi menganggap perkawinan sebagai sebuah ikatan sehidup-semati, akan
tetapi perkawinan dianggap hanya sebagai suatu ikatan antara seorang laki-laki
dan perempuan untuk mencapai kebahagiaan bersama.
Apabila kebahagiaan tersebut sudah
tidak lagi didapat, maka keduanya dapat memutuskan untuk bercerai. Demikian
pula dengan perceraian. Perceraian tidak lagi dianggap sebagai seseatu tahu
yang harus dihindarkan. Perceraian dalam masyarakat modern dinilai sebagai
sebagai suatu hal yang lumrah.
Menurut Sanderson (2003), tingkat
perceraian pada umumnya telah mengalami peningkatan sejak pertengahan abad 19.
Di negara-negara Barat, tingkat perceraian ini mengalami pelonjakan selama
Perang Dunia II, kemudian kembali ke tingkat sebelum perang dan tetap stabil sejak
tahun 1940-an sampai awal tahun 1960-an. Sejak itu tingkat perceraian naik
dengan tajam, dari sekitar 9 perceraian
per 1000 wanita yang kawin dlaam tahun 1978.
Walaupun tingkat perceraian relatif
meningkat terutama di negara-negara Barat, akan tetapi hal tersebut tidak
mengancam keberlangsungan kelaurga sebagai sebuah lembaga. Berdasarkan data
statistik, sekitar 90 % orang masih memilih pernikahan, dan orang-orang yang
menjalankan perceraian sekalipun terdapat kecenderungan untuk kembali melakukan
perkawinan. Artinya, lembaga keluarga dan perkawinan tidak mengalami kehancuran
sebagai sebuah lembaga, meskipun sudah sangat berbeda dari apa yang dahulu
pernah ada.
TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL
PREMIS DASAR TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL
❶ Masyarakat
dianggap sebagai suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian atau elemen yang
saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan
❷ Keseimbangan
atau ekualibrium dipelihara oleh dua mekanisme sosial, yaitu sosialisasi dan
pengawasan sosial atau kontrol sosial
❸ Setiap
unsur dalam sistem sosial bersifat fungsional terhadap yang lain
❹ Sistem
sosial cenderung bergerak ke arah integrasi
❺ Menganggap
masyarakat akan selalu berada pada situasi harmoni, stabil,seimbang dan mapan
❻ Integrasi
terbentuk karena adanya konsensus diantara seluruh anggota masyarakat
❼ Perubahan
yang terjadi pada satu unsur/bagian akan berpengaruh pada bagian lainnya
❽ Perubahan
terhadap sistem sosial terjadi karena inovasi dan pengaruh luar yang mendorong
terjadinya diferensiasi sosial yang makin kompleks
❾
Disfungsi,ketegangan dan konflik hanya bersifat sementara
❿ Sejumlah
gejala disfungsi yang terjadi dalam struktur sosial seperti perang,
ketidaksamaan sosial, dan kemiskinan “diperlukan oleh masyarakat”
⓫ Perubahan sosial
terjadi secara perlahan-lahan dalam masyarakat, atau berlangsung secara gradual
⓫ Kalau
terjadi konflik dalam masyarakat perhatian utamanya bukan pada sebab terjadinya
konflik, akan tetapi lebih pada bagaimana cara menyelesaikannya.
PERSPEKTIF FUNGSIONALISME STRUKTURAL MENGENAI PERCERAIAN
♦ Perceraian terjadi sebagai akibat
dari munculnya berbagai lembaga sosial lain yang mengambilalih banyak fungsi
lembaga keluarga. Akibatnya, hubungan yang selama ini mengikat anggota keluarga
makin melemah dan akhirnya perkawinanpun menjadi rentan seingga terjadilah
perceraian. (Henslin,2007)
♦ Teori fungsional beranggapan
bahwa terjadinya perceraian disebabkan oleh melemahnya hubungan
salingtergantung antara suami dan istri. Suami atau istri dapat hidup secara
terpisah dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk kebutuhan seksualnya
tanpa melalui ikatan perkawinan.
♦ Teori fungsional menganggap
perceraian terjadi akibat adanya disfungsi dalam ikatan perkawinan. Disfungsi
tersebut dapat berupa gagalnya seorang suami atau istri dalam menjalankan
peranannya yang sudah ditentukan secara tradisional.
♦ Teori fungsional berpendapat
terjadinya perceraian disebabkan oleh adanya Anomie yang dialami oleh suami
atau istri. Ketidakcocokan antara suami atau istri, baik terkait dengan
perbedaan latar belakang sosial primordial maupun karena perbedaan kelas sosial
mengakibatkan suami atau istri mengalami kebingungan. Mereka satu sama lain
tidak dapat saling memahami akibat buruknya proses adaptasi diantara keduanya.
♦ Teori fungsional akhirnya
menganggap perceraian juga bersifat fungsional. Artinya, dengan adanya
perceraian, permasalahan yang dialami oleh suami atau istri akan dapat diatasi.
Misalnya, seorang istri yang selama dalam ikatan perkawinan sering mendapatkan
kekerasan dari suaminya akan terbebas dengan adanya perceraian. Perceraian,
selain berfungsi sebagai jalan kleuar dari persoalan rumah tangga, sekaligus
dapat juga menjadi awal dari kehidupan baru yang lebih baik.
♦ Menurut Robert K.Merton,
industrialisasi dan urbanisasi telah
memberikan kontribusi terhadap perubahan fungsi pernikahan dan keluarga yang
berefek pada terjadinya perceraian.
♦ Analis fungsional menganggap bahwa
perceraian terjadi dikarenakan oleh terjadinya diferensial struktural.
Perceraian banyak terjadi disebabkan oleh terjadinya perubahan-perubahan
ekonomi yang mendasar yang meliputi partisipasi perempuan dalam angkatan kerja.
Kaum perempuan yang memasuki angkatan kerja berjumlah cukup besar sehingga hal ini
mengakibatkan membesar pula kekuasaan ekonomi mereka.
Kondisi ini kemudian mengurangi
ketergantungan perempuan terhadap suami mereka. Oleh karena itu mereka
cenderung untuk tidak lagi mempertahankan perkawinan mereka yang tidak
menyenangkan. Pada masa lalu perempuan sering merasa bahwa mereka sedikit saja
mempunyai kesempatan untuk mengakhiri suatu perkawinan yang tidak mendatangkan
kebahagiaan karena mereka sendiri akan mengalami kesulitan besar dalam
menghidupi diri mereka sendiri dan anak-anak mereka.
Tetapi hal ini kemudian berubah
secara dramatis dengan adanya perubahan-perubahan dalam perimbangan kekuasaan
itu maka harapan kaum perempuan tentang perkawinan telah berubah pula. Mereka mengharapkan
lebih banyak dari perkawinan itu, dan cenderung mengakhirinya dengan cepat
apabila tidak sesuai dengan harapan-harapan mereka.
TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK
ASUMSI DASAR TEORI
INTERAKSIONISME SIMBOLIK
♦ Konsep diri manusia mencul
melalui proses interaksi
♦ interaksi tersebut membutuhkan
simbol-simbol tertentu sebagai media interaksi
♦ simbol tersebut dapat berbentuk
bahsa, tulisan, bahasa tubuh dan lain sebagainya
♦ masyarakat /kehidupan sosial
merupakan realitas subjektif
♦ manusia bukan semata-mata produk
dari struktur
♦ manusia adalah aktor yang bebas
♦ realitas sosial merupakan sebuah
proses yang dinamis
♦ menusia dan realitas sosial /
aturan sosial berada dalam proses akan jadi, bukan sebagai fakta yang
sudah lengkap
♦ teori interaksionisme simbolik
sangat mengagumi kemampuan diri sang aktor (manusia) dalam menggunakan simbol ;
ia menyatakan bahwa diri sang aktor bertindak berdasarkan makna simbol yang
muncul dalam situasi tertentu
♦ menekankan pada korelasional pada
simbol dan interaksi
♦ beranggapan bahwa simbol-simbol
dalam interaksi sosial merupakan embrionikal dari masyarakat (society)
♦ menganggap diri sang aktor
sebagai subjek dan sekaligus objek dalam komunikasi yang sedang berlangsung
sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya proses saling memengaruhi antara
komunikator dan komunikan bahkan terhadap realitas sosial itu sendiri
♦ menganggap bahwa interaksi sosial
yang terjadi dalam skala kecil berperan membentuk struktur sosial dlaam skala
besar
♦ menganggap bahwa manusia memiliki
kemampuan untuk berfikir dan berkomunikasi secara simbolik dengan dirinya sendiri
(internalitas) maupun dengan orang lain
(eksternalitas)
♦ menganggap bahwa masyarakat
merupakan produk dari individu (manusia) yang dipandang sebagai aktor yang
bersifat aktif dan terus menerus berproses
PERSPEKTIF TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIK MENGENAI PERCERAIAN
Teori interaksionisme simbolik
menganggap bahwa terjadinya perceraian disebabkan oleh adanya perubahan atau
pergeseran pemaknaan mengenai perkawinan dan perceraian. Perkawinan dahulu
dianggap sebagai ikatan setia sehidup-semati kemudian mengalami perubahan.
Individu kemudian memberikan makna baru mengenai perkawinan.
Salah satunya adalah bahwa perkawinan tidak
lagi dianggap sebagai sebuah hal yang harus dipertahankan, akan tetapi
pernikahan dapat diakhiri apabila pernikahan tersebut tidak lagi mendatangkan
kebahagiaan.
Demikian pula degan perceraian.
Dulu perceraian dianggap sebagai sebuah tabu dan aib, sehingga, perkawinan,
seberapapun tidak bahagianya pasangan yang ada harus tetap mempertahankan
ikatan perkawinan mereka.
Seringkali sebuah pasangan
suami-istri sudah tidak lagi berkomunikasi dan melakukan hubungan suami-istri
akan tetapi tetap mempertahankan ikatan rumah tangga mereka. Seiring dengan
terjadinya modernisasi dan globalisasi, makna perceraianpun mengalami
perubahan.
Perceraian tidak lagi dianggap
sebagai sebuah aib dan tabu, akan tetapi hanya sebagai sebuah solusi bagi
persoalan yang dihadapi oleh masing-masing pasangan suami dan istri.
POLA PERCERAIAN
Pola perceraian yang berkaitan denegn persebaran negara di dunia
→ Jepang ; Tingginya tingkat
perceraian di Jepang antara lain berkaitan dengan berlakunya sistem keluarga
luas yang menganut sistem patrilineal dan kekuasaan patrialkal, sebagaimana
halnya dengan yang berlaku di Cina. Perceraian pada masyarakat Jepang merupakan
refleksi dari ketidakpuasan kalangan istri-istri di Jepang terhadap keluarga
mertua.
Namun seiring dengan meningkatnya
kemajuan ekonomi di Jepang, dan berlangsungnya proses urbanisasi serta
beralihnya sistem keluarga luas menjadi sistem keluarga konjugal, tingkat
perceraian di Jepangpun mengalami penurunan.
→ Di negara-negara Islam,
perceraian dipengaruhi oleh adanya keluasan bagi suami untuk menjatuhkan talak
kepada istrinya. Faktor lainnya adalah bolehnya seorang suami untuk melakukan
poligami.
→ Di sejumlah negara maju seperti
Amerika Serikat, tingginya tingkat perceraian merupakan fenomena yang mengikuti
proses urbanisasi, industrialisasi serta beralihnya sistem keluarga luas
menjadi keluarga konjugal
→ Di Kuba, tingginya tingkat
perceraian disebabkan oleh sistem sosialisme yang menajdikan kedudukan
perempuan menjadi setara dengan laki-laki. Hal itu mengakibatkan perempuan
dapat mengambil inisiatif untuk melakuka proses perceraian jikalau perkawinan
mereka tidak mendatangkan kebahagiaan.
→ Perceraian yang terjadi di India
salah satu sebabnya adalah perempuan-perempuan India yang menjadi istri menolak kedudukan perempuan yang sangat
timpang dalam masyarakat yang telah ditetapkan oleh adat dan agama. Mereka
berupaya melepaskan diri dari kekangan rumah tangga yang cenderung memosisikan
perempuan sebagai property dan hak
milik.
Perceraian yang berkaitan dengan masyarakat kota dan desa
-perceraian lebih banyak terjadi di
perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini antara lain dialatrbelakang
oleh adanya faktor berikut ;
❶ sistem
administrasi di perkotaan lebih baik, sehingga setiap kasus perceraian relatif
tercatat, berbeda halnya dengan di pedesaan.
❷ masyarakat
kota yang bercorak impersonal tidak terlalu mempermasalahkan status perkawinan
dan perceraian seseorang
❸ adanya
perbedaan sikap dan nilai yang berlaku di kalangan penduduk kota dan desa,
khususnya mengenai masalah perkawinan dan perceraian
❹ penduduk
desa relatif lebih terikat dengan adat dan agama dibandingkan dengan penduduk
kota. Sedangkan agama dan adat merupakan lembaga yang sangat mendukung
perkawinan dan integrasi keluarga.
Perceraian yang berkaitan dengan kelas sosial
Menurut Hilman (1962) dalam
penelitiannya pada masyarakat Amerika-sebagaimana yang dikutip Erna Karim- perceraian
memiliki kaitan dengan kelas sosial sebagai berikut :
■Lebih banyak terjadi di kalangan
pekerja kasar seperti buruh, asisten rumah tangga, dan pelayanan di bidang
jasa.
■Tingkat perceraian ini relatif
rendah pada kategori golongan “pekerja
kerah putih” yang berada di lapisan menengah masyarakat.
■Adapun di kalangan pekerja
profesional atau di kalangan kelas sosial atas, tingkat perceraian dapat
dikatakan sangat rendah.
Paul Horton mencatat sejumlah hal
yang berkaitan dengan semakin meningkatnya perceraian terutama di dalam
masyarakat modern. Beberapa hal tersebut dinyatakan sebagai berikut :
❶ Spesialisasi,
individualisme dan mobilitas kehidupan modern yang makin meningkat, bersama
dengan tingkat perubahan sosial yang cepat, menjadikan pasangan
suami-istri makin kurang memiliki cita
rasa dan tata nilai yang sama.
❷ Ketergantungan
ekonomis kaum perempuan pada laki-laki makin menurun. Para istri generasi
terdahulu yang tidak bahagia pada dasarnya tidak dapat berbuat lain, sedangkan
sekarang para istri yang tidak bahagia mempunyai beberapa alternatif ; bekerja,
bila mampu dan bisa ; atau minta jaminan / tunjangan sosial, bila tidak mampu.
❸ Perceraian
sudah semakin umum diterima dan tidak lagi dianggap sebagai suatu aib.
❹ Perceraian
berkembang dengan alamiah, karena meningkatnya orang yang mempunyai orang tua,
saudara atau sahabat yang bercerai. Sebuah riset menyatakan bahwa perceraian
terjadi lebih dikarenakan adanya kontak dengan orang yang pernah bercerai
ketimbang dikaitkan dengan tingkat kebahagiaan perkawinan itu sendiri. Hubungan
dekat dengan orang yang pernah bercerai telah mengubah pandangan mengenai
perceraian dari sebuah mimpi buruk menjadi suatu pilihan yang rasional.
❺ Perceraian
semakin dipermudah dengan adanya seperangkat norma hukum yang mengatur masalah
perceraian.
FAKTOR PENDORONG TERJADINYA PERCERAIAN
Perceraian memiliki latar belakang
yang berbeda antarmasyarakat di dunia. Adapun sebab yang mendorong terjadinya
perceraian antara lain dijelaskan sebagai berikut :
❶ Terjadinya
Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Bagi istri yang mengalami kekerasan oleh
suaminya, perceraian dianggap sebagai sebuah solusi. Apalagi kekerasan dalam
rumah tangga tidak hanya menimbulkan trauma, akan tetapi seringkali berujung
kepada terjadinya korban jiwa.
❷ Berkembangnya
norma-norma baru yang memungkinkan terjadinya perceraian. Sejumlah masyarakat
seperti masyarakat Katolik mengharamkan adanya perceraian. Tetapi negara
tertentu memberikan ruang bagi terjadinya proses perceraian melalui lembaga perceraian
atau pengadilan agama yang mengurus masalah perceraian. Keberadaan lembaga
tersebut kemudian mendorong seorang istri atau suami mengajukan perceraian.
❸ Terjadinya
kasus perselingkuhan diantara suami atau istri. Melemahnya norma-norma keluarga
dan norma-norma perkawinan dalam masyarakat modern mengakibatkan berkembangnya berbagai
fenomena perselingkuhan. Perselingkuhan sendiri bukan saja fenomena yang
dilakukan oleh suami akan tetapi juga dapat dilakukan oleh istri.
❹ kondisi
perekonomian keluarga yang memburuk. Kondisi perekonomian yang buruk seperti
ketidakmampuan seorang suami mencari nafkah dapat mendorong seorang istri
mengajukan gugatan cerai.
❺ Adanya
permasalahan seksual yang dialami oleh suami atau istri
❻ Adanya
intervensi dari keluarga besar atau kerabat. Dalam keluarga tradisional,
keluarga besar seringkali mencampuri urusan privat rumah tangga. Orangtua
misalnya dapat mendorong anaknya untuk melakukan perceraian karena persoalan
tertentu seperti ketidakcocokan orangtua terhadap pasangan anak atau menantu.
❼ Berkembangnya
alternatif penyaluran aktivitas seksual. Seperti misalnya, dengan adanya
prostitusi, aktivitas seksual dapat dilakukan tanpa melalui lembaga yang
konform.
❾ meningkatnya
posisi sosial perempuan
❾ kegagalan
suami atau istri dalam menjalankan perannya
❿ Adanya
perbedaan keyakinan dari kedua pasangan
DAMPAK DARI PERCERAIAN
Perceraian menimbulkan dampak yang
sangat luas. Menurut teori fungsionalisme, lembaga keluarga merupakan salah
satu unsur yang membentuk struktur sosial secara keseluruhan. Oleh karena itu,
terjadinya perceraian akan berdampak pada lembaga sosial lainnya atau kepada
aspek kehidupan sosial yang lain. Berikut ini adalah beberapa dampak yang
ditimbulkan oleh perceraian :
☻ Munculnya bentuk keluarga dengan
Orang Tua Tunggal
☻ Munculnya sistem keluarga Binuclear Family System, yaitu sistem
keluarga yang terdiri dari dua keluarga batih yang merupakan keluarga orientasi
dari si anak dan tetap berhubungan satu sama lain. Masing-masing keluarga ini
mempunyai hak dan kewajiban untuk memelihara, merawat dan mendidik anak mereka.
☻ Trauma pada anak. Trauma ini
terkait dengan kualitas dalam hubungan sebelumnya. Jikalau anak merasakan
adanya kebahagiaan dalam keluarga sebelum mengalami perceraian, maka perceraian
antara ayah dan ibu akan menimbulkan trauma pada anak. Sebaliknya, jika anak
tidak mendapatkan kebahagiaan dalam keluarga, maka perceraian antara ayah dan
ibu tidak terlalu berdampak pada psikologis anak.
☻Dapat memunculkan potensi
delikuensi pada anak, terutama apabila terjadi pada keluarga yang berada pada
lapisan sosial bawah.
REFERENSI :
James Henslin, Sosiologi Dengan
Pendekatan Membumi,Jakarta : 2007
Mayor Polak, Sosiologi Suatu
Pengantar Ringkas, Jakarta : Ichtiar, 1976
Paul Horton, Sosiologi, Jakarta :
Erlangga, 1996
Stephen Sanderson, Makro Sosiologi,
Jakarta : Rajagrafindo, 2003
T.O.Ihromi, Sosiologi Keluarga,
Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2004
KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS ALLHAMDULILLAH
BalasHapusDARI BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Ridwan Mansyur , S.H., M.H BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.
Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp pribadi bpk Dr. H. Ridwan Mansyur ,S.H., M.H Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Ridwan Mansyur, S.H., M.H beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Ridwan Mansyur , S.H.,M.H 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Ridwan semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....