MODERNISASI DAN PENGORGANISASIAN DIRI MASYARAKAT BETAWI

MODERNISASI SEBAGAI PROSES PERUBAHAN SOSIO KULTURAL

Modernisasi dapat dikatakan sebagai sebuah proses menuju masa kini atau proses menuju masyarakat yang modern. Artinya, masyarakat yang sedangf bergerak menuju masyarakat modern merupakan masyarakat yang sedang berupaya beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi kekinian.

Hal itu terjadi sebagai dampak dari terjadinya perubahan pada tatanan struktur sosial-ekonomi yang ada. Modernisasi dilatarbelakangi oleh adanya perubahan struktur masyarakat dari agraris menjadi industri.

Perubahan ini mengakibatkan terjadinya perubahan pada fungsi lahan. Lahan yang sebelumnya dijadikan sebagai area pertanian atau perkebunan kemudian dialihfungsikan menjadi area produksi dengan adanya sistem pabrik sebagai basis kegiatan produksi barang.

Perubahan ini tentu saja menimbulkan efek yang lebih luas. Struktur sosial dan budaya masyarakat kemudian mengalami perubahan. Masyarakat mengalami perubahan tatanan sosial dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern.

Masyarakat tradisional atau masyarakat pra modern merupakan masyarakat yang memiliki hati nurani kolektif/ kesadaran kolektif (collective counscioness / conscience collective). Kesadaran kolektif inilah yang menekan individualisme sehingga individu tidak lagi memiliki independensi dan otonomi terhadap aspek-aspek yang pribadi sekalipun.

Masyarakat tradisional atau masyarakat pra modern adalah masyarakat yang sangat dipengaruhi oleh tradisi. Tradisi termasuk perangkat normanya telah mengatur semua aspek kehidupan masyarakat sampai sekecil-kecilnya. Norma tata kelakukan (Mores) telah memberikan batasan yang tegas mengenai apa yang boleh dan apa yang terlarang.

Dengan adanya tradisi yang memiliki kedudukan yang kuat, maka masyarakat tradisional juga dicirikan dengan kuatnya pengaruh pemimpin adat. Pemimpin adat dianggap sebagai representasi dari tradisi dan adat itu sendiri. Pemimpin adat memiliki fungsi yang luas,mulai dari memimpin arah perkembangan masyarakat sampai melakukan kontrol sosial kepada para anggotanya.

Kontrol sosial yang dilakukan oleh pemimpin adat merupakan kontrol sosial atau pengendalian sosial bersifat informal, artinya kontrol sosial tersebut tidak bersifat resmi. Walaupun demikian tetap saja kontrol sosial atau pengendalian sosial yang informal tersebut memiliki pengaruh dan daya ikat yang sangat kuat terhadap para anggota masyarakat lainnya.

Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang bersifat kolektif atau komunal. Dalam masyarakat semacam ini tidak ada tempat bagi individualitas. Individu hidup dalam kolektivitas dan individu melebur  secara total ke dalam masyarakat.

Sedangkan masyarakat modern adalah masyarakat yang sudah mengalami perubahan pada struktur sosialnya baik dalam aspek ekonomi, sosial dan kebudayaan. Hal  tersebut mengakibatkan perubahan pada pola hubungan sosial, dan juga relasi seksual antara laki-laki dan perempuan.

Masyarakat modern antara lain memiliki kehidupan sosial yang ditandai oleh adanya aktivitas terutama di bidang produksi barang dan jasa. Masyarakat modern merupakan masyarakat yang dicirikan dengan kuatnya individualitas. Kehidupan masyarakat modern didasarkan atas rasionalitas.

MASYARAKAT BETAWI DAN MODERNISASI

Jakarta merupakan kota yang paling banyak mengalami perubahan, baik perubahan infrastruktur fisik maupun perubahan sosial budaya lainnya. Perubahan tersebut telah mengakibatkan permasalahan sosial yang ada menjadi lebih kompleks dan multidimensi.

Perubahan lanscape Kota Jakarta juga disebabkan oleh masifnya arus urbanisasi. Setiap tahunnya terutama ketika masa-masa Lebaran, puluhan ribu pendatang baru mendiami berbagai sudut Kota Jakarta. Sebagian dari mereka berhasil mengubah kehidupannya menjadi lebih baik, sedangkan sebagian lainnya menjadi lumpen proletariat perkotaan.

Pengaruh kedua hal tersebut beragam bagi orang-orang Betawi. Ada segi positif dan juga segi negatifnya. Segi positif pembangunan dan urbanisasi bagi orang Betawi adalah terbukanya kesempatan yang lebih luas bagi orang-orang Betawi untuk berpartisipasi dalam perekonomian kota. Misalnya, banyak orang Betawi yang mendirikan rumah-rumah kontrakan untuk disewa oleh para pendatang.

Adapun segi negatifnya adalah posisi orang-orang Betawi mengalami proses peminggiran atau marjinalisasi. Orang Betawi mengalami marjinalisasi dikarenakan mereka tidak memiliki banyak alternatif. Orang Betawi tidak memiliki budaya merantau sebagaimana suku-suku bangsa lainnya seperti orang Minang atau orang Batak.

Karena selalu dibanjiri oleh pendatang, orang Betawi boleh dibilang sangat jarang yang mau merantau, lebih-lebih bertransmigrasi. Kalau pun ada yang bertransmigrasi, paling-paling para gelandangan kiriman dari daerah-daerah yang tidak memiliki tempat tinggal menetap.

Bagi orang Betawi mereka enggan merantau atau bertransmigrasi karena mereka berpendapat Jakarta dan sekitarnya adalah tanah leluhur mereka, sehingga mereka merasa tidak adil rasanya kalau mereka yang harus menyingkir dari Jakarta.(Shahab, 2004)

Pembangunan yang pesat yang terjadi di Kota Jakarta berdampak kepada peminggiran masyarakat Betawi dalam kehidupan sosial dan ekonomi, termasuk politik. Pembangunan yang dilakukan karena cenderung berorientasi kepada aspek ekonomi dan pertumbuhan ekonmi mengakibatkan banyak kampung Betawi yang mengalami penggusuran. Penggusuran tersebut dilakukan dalam rangka membangun real estate, pertokoan, pusat perdagangan atau tempat rekreasi.

Penggusuran tersebut seringkali berdampak negatif bagi orang-orang Betawi di antaranya karena nilai ganti ruginya yang sangat tidak sepadan, jika perkampungan Betawi dibeli oleh para pengembang, nilai jualnya relatif sangat rendah, dan sekarang, nilai jual tanah di bekas perkampungan Betawi tersebut sudah naik berkali-kali lipatnya. Kondisi ini seringkali disebabkan karena keawaman orang-orang Betawi dan juga dikarenakan adanya tekanan-tekanan tertentu.

Bentuk dari marjinalisasi yang dialami oleh orang Betawi antara lain sebagai berikut :

  Terjadinya peralihan kepemilikan lahan ke tangan pendatang, investor atau pengembang

  Tergusurnya kebudayaan Betawi, mulai dari hilangnya kuliner asli Betawi dan seni pertunjukan Betawi

√ Orang-orang Betawi relatif jarang yang memiliki posisi penting dalam pemerintahan Kota Jakarta mulai dari Kelurahan, Kecamatan, sampai Pemerintah Daerah DKI Jakarta

√ Tergusurnya kampung-kampung Betawi dan situs-situs budaya Betawi

√ Cukup banyaknya warga Betawi yang menganggur dan tidak terserap ke dalam lapangan pekerjaan terutama di sektor formal

Pada mulanya orang-orang Betawi pasrah dalam menghadapi hal-hal tersebut. Latar belakang pendidikan yang kurang memadai dan terbatasnya akses politik kepada kekuasan dan pengambil kebijakkan perkotaan menjadikan masyarakat Betawi seakan tidak menemukan jalan untuk mengubah situasi tertentu.

Akan tetapi seiring dengan makin banyaknya orang Betawi yang berhasil menempuh pendidikan tinggi, mengakibatkan munculnya kesadaran di kalangan orang-orang Betawi. Mereka kemudian mengembangkan identitas etnik untuk melawan proses marjinalisasi yang selama ini tidak mampu mereka hadapi.

Berbagai bentuk upaya untuk menghadapi marjinalisasi di kalangan orang-orang Betawi adalah dengan mendirikan berbagai organisasi Betawi, yang paling terkenal adalah Forum Betawi Rempug dan Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi).

Kedua organsiasi ini memang belum memiliki nilai tawar yang memadai. Kegiatan yang mereka lakukan sebatas “meminta” jatah ekonomi terutama di sektor penjaga keamanan dan perparkiran yang terbuka luas di Jakarta.

Karena sifatnya masih cenderung mengandalkan fisik, organisasi-organisasi tersebut kerap kali bersinggungan dengan dunia kekerasan. Sejumlah bentrok dengan organsiasi etnik dan kepemudaan lainnya sering dialami, biasanya terkait dengan rebutan lahan parkir atau jasa keamanan.

Upaya lainnya yag dilakukan terkait dengan bangkitnya identitas etnik Betawi adalah dengan merevitalisasi kebudayaan Betawi. Hal ini dilakukan dengan mengadakan festival Budaya Betawi yang diselenggarakan secara rutin seperti Festival Budaya Betawi di Setu Babakan, Depok, Kalisari dan sejumlah kantong-kantong masyarakat Betawi lainnya.

 

REFERENSI :

Alwi Shahab, Betawi, Queen Of The East, Jakarta : Republika,2002

Alwi Shahab, Robin Hood Betawi, Jakarta : Republika, 2001

Bernard.H.M.Vlekke, Nusantara ; Sejarah Indonesia,Jakarta ; Gramedia,2008

Lance Castlles, Profil Etnik Jakarta, Depok : Masup Jakarta, 2007

Ridwan Saidi, Babad Tanah Betawi, Jakarta : Gria Media,2002

Suswandari, Kearifan Lokal Etnik Betawi, Yogyakarta : Pusatka Pelajar, 2017

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEBERHASILAN DAN KEGAGALAN ORDE BARU

SOSIOLOGI PEMBUNUHAN