KEKERASAN SEKSUAL

KEKERASAN SEKSUAL

KEKERASAN

 

Kekerasan merupakan salah satu tema yang dikaji dalam ilmu sosial seperti sosiologi dan antropologi. Kekerasan memiliki dimensi yang sanagt luas, baik dimensi structural maupun dimensi kultural.

 

Secara umum kekerasan pada intinya adalah mengacu kepada dua hal, pertama, suatu tindakan untuk menyakiti orang lain sehingga menyebabkan luka-luka atau mengalami kesakitan. Kedua, penggunaan kekuatan fisik yang tidak lazim dalam suatu kebudayaan.

 

Dalam bahasa sehari-hari konsep kekerasan meliputi pengertian yang sangat luas, mulai dair tindakan penghancuran harta benda, pemerkosaan, pemukulan, perusakan  yang bersifat ritual, penyiksaan, sampai pembunuhan. Oleh karena itu tidak mudah memformulasikan suatu konsep kekerasan yang meliputi semua bentuk kekerasan.

 

Kekerasan dapat dikaji dan dianalisa melalui persepktif historis, psikologis, sosiologis, komunikasi, gender, etnologis, dan budaya. Pandangan-pandangan intrumental tentang kekerasan diinterpretasikan sebagai tingkah laku yang direncanakan, dan karenanya, dapat diduga dari kondisi-kondisi material seperti kelangkaan sumber-sumber daya, eksploitasi terhadap manusia atau kondisi psikologis seperti adanya frustasi-agresi.

 

Penjelasan mengenai kekerasan dapat dianalisa lebih jauh dengan menggunakan salah satu pendekatan berikut. Setiap pendekatan memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing :

 

♦ pendekatan atau teori ekologi kultural :

 

 menganalisa kekerasan dengan menekankan pada hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Keterbatasan alam membatasi ketersediaan sumber-sumber pilihan tingkah laku yang kemudian mendorong terjadinya konflik makna dan akses terhadap sumber-sumber ini. Teori ini sangat berpengaruh karena menempatkan faktor lingkungan sebagai penyebab konflik dan kekerasan, khususnya dalam masyarakat petani dan suku-suku kecil.

 

♦ teori materalis kultural :

 

 teori ini dilandasi oleh aspek ekologi kultural yang menekankan pentingnya ’penjelasan kausal infrastruktur’, hubungan antara kondisi material dan demografi, organisasi kerja, interaksi dengan lingkungan, kompetisi dan seleksi antara kelompok-kelompok dalam lingkungan ini, serta motivasi-motivasi manusia dalam perang yang pertama kali  didorong oleh semua faktor ini. Kekurangan teori ini adalah tidak mampu dalam mendefinisikan kondisi-kondisi material itu dalam suatu cara yang bisa diterima oleh pendukung pendekatan materialis yang lain.

 

♦ Teori politik atau ekonomi politik :

 

Teori ini memusatkan perhatiannya pada sistem salingtergantung yang lebih luas antara kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat, persaingan kekuasaan yang berkaitan tidak hanya dengan faktor-faktor penggunaan sumber-sumber, tetapi juga dengan sistem politik, dan memberikan perhatian pada struktur-struktur politik yang saling bersaing di tingkat lokal maupun intrnasional.

 

♦ Teori biologi-evolusi atau bio-sosial :

 

Teori ini pertama-tama tidak menjelaskan ekspresi kkerasan politik dari kelompok-kelompok sosial, tetapi melihat faktor-faktor yang mendukungnya

 

♦ Teori psikologis dan psikoanalisis :

 

Teori ini memusatkan perhatian pada aspek frustasi sebagai sebab utama kekerasan. Teori ini dianggap terlalu menyederhanakan persoalan mengenai tingkah laku manusia, sekaligus mengabaikan kerangka budayanya, karena initi penjelasannya hanya berkaitan dengan kejadian-kejadian hidup yang personal.

 

♦ Teori deskriptif historis :

 

Teori ini memberikan penjelasan mengenai asal usul dan perkembangan konflik dan kekerasan di dalam suasana khusus karena kekerasan dan konflik itu berlangsung sepanjang waktu dengan fokus perhatian pada detil-detil situasional.

 

♦ Teori atau perspektif antropologis :

 

 perspektif ini memiliki fokus analisa pada penjelasan mengenai tindkaan-tindakan para pelaku kekerasan, sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma budaya yang berlaku secara signifikan. Dalam konteks kekerasan, perspektif ini menilai kekerasan merupakan refleksi simbolik dari nilai-nilai budaya masyarakat yang harus dipahami maknanya.

 

Konsep kekerasan sangat tergantung pada lingkungan sosial-budaya masyarakat setempat. Oleh karena itu analisa mengenai kekerasan dapat menggunakan pendekatan antropologis dan etnografis. Pendekatan tersebut seharusnya lebih dikosentrasikan pada cara-cara melakukan kekerasan  yang di dalamnya berperan nilai-nilai serta kendala-kendala sosial yang ada.

 

Dengan pendekatan ini berarti dimensi proses terjadinya setiap bentuk kekerasan tetap diperhatikan sehingga setiap unsur kekerasan akan dapat lebih mudah ditangkap dan diperhatikan sehingga setiap bentuk kekerasan tetap diperhatikan sehingga setiap unsur kekerasan akan dapat lebih mudah ditangkap dan ditafsirkan maknanya sesuai dengan lingkungan sosaial budaya masyarakat yang bersangkutan.

 

Dengan pendekatan ini akan diperoleh suatu deskripsi yang lebih rinci dan mendasar tentang semua aspek tingkah laku kekerasan, baik yang bersifat individual maupun kolektif dan massal, mulai dari tindakan bunuh diri sampai peperangan. Khusus tindakan kekerasan yang bersifta kolektif, biasanya dikaitkan dengan ketegangan-ketegangan atau konflik yang terjadi dalam struktur sosial, politik, dan ekonomi.

 

Pandangan ini banyak diilhami oleh analisis tentang kelas dari Karl Marx, yang pada dasarnya menganggap konflik kekerasan erat kaitannya dengan ketegangan internal dan konflik-konflik yang terjadi dalam struktur-struktur tersebut.

 

KEKERASAN SEKSUAL

Kekerasan seksual merupakan permasalahan sosial yang sudah lama menjadi hambatan dalam pembangunan manusia di Indonesia. Kekerasan seksual, termasuk pelecehan seksual, yaitu perilaku verbal dan nonverbal yang bersifat seksual dan mencerminkan sikap yang merendahkan terhadap perempuan.

Jumlah korban pelecehan seksual mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, akan tetapi jumlah korban sesunggunya kemungkinan lebih banyak. Hal itu disebabkan karena banyak korban kekerasan dan pelecehan seksual yang tidak melapor.

Kekerasan dan pelecehan seksual dapat terjadi di mana saja tanpa terkecuali, tidak terkecuali di lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi semua orang yang berada di dalamnya.

Kekerasan seksual yang banyak terjadi tentus aja karena adanya hubungan kekuasaan yang tidak terhindarkan, juga konstruksi sosial yang timpang. Sehingga kekuasaan pada akhirnya merembes ke mana-mana dalam benuk relasi seperti perempuan dan laki-laki, suami dan istri, pimpinan dan karyawan atau dosen dan mahasiswa.

Penyebab tingginya kekerasan seksual di Indonesia dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, di antaranya tidak adanya laporan kejadian kekerasan seksual yang disebabkan karena korban enggan untuk melapor. Keengganan korban kekerasan seksual untuk melapor ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

- korban tidak mengetahui prosedur pelaporan terhadap tindak kekerasan seksual

-ketiadaan aturan atau mekanisme yang handal sehingga korban tidak mengetahui secara pasti apa yang harus dilakukannya, kemana harus lapor, dan prosedur apa yang harus ditempuh

-ketidakpercayaan korban terhadap sistem yang ada mampu menyelesaikan permasalahannya

-korban seringkali tidak menyadari bahwa dia merupakan korban pelecehan seksual

-korban menganggap kasus yang dialaminya tidak serius sehingga perlu dipermasalahkan

-korban merasa takut atau khawatir akan resiko atau konsekuensi dari pelaporan yang dilakukan atau terungkapnya kasus seperti takut dipecat dari tempatnya bekerja

Dalam kasus kekerasan seksual, umumnya pelaku memiliki posisi dominan di hadapan korban. Sebaliknya korban berada dalam posisi yang rentan (vulnerable) di  hadapan pelakunya.

Kekerasan seksual  terjadi bukan karena hal-hal yang bersifat sepele. Kekerasan seksual terjaid karena adanya faktor yang lebih elementer atau mendasar sifatnya. Kekerasan seksual terjadi karena sejumlah faktor sebagai berikut ;

1.adanya relasi kuasa antara pelaku dan korban dalam masyarakat dengan budaya patriarki

2.adanya peluang untuk terjadinya kekerasan seksual

3.ketiadaan aturan, mekanisme, reaksi atau respon yang memadai

4.lemahnya mekanisme kontrol sosial

5.persoalan gender belum mengalami pengarusutamaan, misalnya berbagai isu gender di perguruan tinggi belum masuk menjadi mata kuliah program studi

6.banyak pihak belum memahami konsep kekerasan seksual secara utuh. Pada umumnya kekerasan seksual baru dilihat semata berupa kekerasan yang bersifat fisik

Relasi kuasa yang timpang merupakan faktor yang determinan dibandingkan faktor-faktor lainnya. Dengan demikian kekerasan seksual dalam berbagai wujudnya tidak lagi dapat dipandang semata-mata sebagai masalah agresivitas seksual melainkan sebagai ekspresi dari hubungan kekuasaan dan dominasi.

Ketimpangan relasi kuasa yang melahirkan kekerasan seksual ini dapat memiliki sejumlah bentuk sebagai berikut ;

1.dosen-mahasiswa

2.senior-junior

3.atasan-bawahan

4.kyai-santri

5.guru-murid

Ketimpangan relasi kuasa itu mengakibatkan pihak yang lebih rendah posisinya tidak mampu menolak atau tidak berdaya dalam menghadapi perlakuan pelaku kekerasan seksual. Rasa takut, sungkan, hormat korban kepada pelaku seringkali menjadi faktor yang mempermudah terjadinya penyalahgunaan posisi dominan berupa kekerasan seksual.

Kekerasan seksual dibedakan dengan pelecehan seksual, walaupun keduanya seringkali dipertukarkan. Kekerasan seksual memiliki berbagai rupa dan wajah. Beberapa bentuk kekerasan seksual antara lain ;

1.   Penyuapan seksual

2.   Pelecehan jenis kelamin

3.   Penyerangan seksual

4.   Pemaksaan seksual

5.   Pemaksaan sterilisasi

6.   Perbudakan seksual

7.   Penyiksaan seksual

8.   Pemaksaan perkawinan

9.   Eksploitasi seksual

 

Adapun pelecehan seksual adalah perilaku verbal, nonverbal atau fisik yang tidak diinginkan dan membuat korbannya merasa tidak aman dan nyaman. Beberapa bentuknya antara lain ;

1.   Cat calling

2.   Menyampaikan lelucon yang berkonotasi seksual

3.   Gestur yang menjurus ke seksualitas, dan lain-lain

4.   Menunjukkan gambar atau konten seksual tanpa persetujuan

Tempat yang memungkinkan terjadinya kekerasan seksual bervariasi. Yang jelas tempat tersebut biasanya jauh  dari pengawasan masyarakat atau tidak terdapat kamera pengawas (CCTV) seperti di pantry bagi pegawai atau di kamar mandi. Untuk lingkungan perguruan tinggi, seringkali kekerasan seksual terjadi di rumah dosen pembimbing Ketika mengadakan bimbingan skripsi.

Adapun upaya mengatasi kekerasan seksual tidak hanya dapat dilakukan dengan cara-cara yang bersfat sektoral semata. Diperlukan penanganan secara komperhensif atau menyeluruh serta mendasar agar dapat mengikis habis akar dan bibit-bibit kekerasan seksual. Penangannnya dapat berupa pencegahan atau mitigasi sampai penanganan kasus serta penyelesaiannya.

Beberapa upaya ang dapat dilakukan dalam rangka mengatasi kekerasan seksual antara lain ;

A.Solusi mendasar dan jangka panjang :

1.menyosialisasikan pengarusutamaan gender ke berbagai lini kehidupan masyarakat

2.melakukan reposisi relasi antara laki-laki dan perempuan

B.Solusi yang bersifat real time

1.perspektif psikologis ; konselor bertindak sebagai pendengar yang baik dalam merespon korban yang menjadi sasaran kekerasan seksual. Konselor menerima penyintas apa adanya dengan memberikan pendampingan dan menjadi pendengar aktif yang menerima apa adanya, tidak menghakimi, tidak bertanya untuk memenuhi rasa ingin tahu pribadi, tidak memberi nasihat ;  melainkan menjadi pendengar yang menerima  semua cerita dengan situasi yang diinginkan penyintas (tempat bercerita, dan metode bercerita, kepada siapa ia ingin bercerita), memberi peneguhan pada korban dan keluarga

2.perspektif birokrasi ;mengeluarkan seperangkan aturan normatif dan turunannya demi mencegah terjadinya kekerasan seksual

3.perspektif keamanan ; memberi tempat aman agar korban dapat melakukan rekoveri total tanpa gangguan dari pihak-pihak yang tidak berkepentingan misalnya rumah aman dan lembaga perlindungan

4.perspektif hukum ;  memberikan sanksi yang memiliki efek jera kepada pelaku dan peringatan bagi anggota masyarakat lainnya

Kekerasan seksual adalah tindakan yang membawa dampak yang merugikan korban tidak hanya secara fisik, melainkan juga secara psikologis , sosial bahkan ekonomi. Kekerasan seksual juga merupakan tindakan yang terbentuk karena persoalan diskriminasi berdasarkan gender dan konstruksi sosial budaya lainnya termasuk juga usia dan status sosial, dalam hal ini menjadi timpang.

Kekerasan seksual membawa dampak yang sangat dalam. Dampak tersebut tidak hanya menimpa diri korban. Akan tetapi juga keluarga, bahkan lingkungan di sekitar korban. Dampak yang dirasakan keluarga mencakup dampak psikologis, emosi dan sosial. Kondisi yang dialami oleh korban, juga dapat dialami keluarga, termasuk orang yang menyaksikan dan atau mengetahui keadaan tersebut.

Tidak hanya terkait dengan persoalan dampak, pemulihan terhadap kondisi korban pasca terjadinya kekerasan seksual tersebut, penting dilakukan pemulihan. Proses pemulihan ini hanya dapat dilakukan dengan kerja sama dengan keluarga korban dan masyarakat, terutama lingkungan terdekat.

Kekerasan seksual menimbulkan dampak yang luas, terutama bagi korban kekerasan seksual, di antaranya ;

1.korban merasa terancam, tidak aman, tereksploitasi, harga diri terinjak, terhakimi, terdiskriminasi, emosi, malu, marah, kesal, merasa bersalah, jijik terhadap diri sendiri dan merasa sebagai orang yang “kotor”

2.korban mengalami gangguan kejiwaan seperti pskosomatis seperti gangguan tidur, kilas balik, adiksi, kecemasan, depresi, keinginan untuk bunuh diri, disosiasi, PTSD.

3.korban menalami gangguan perilaku sosial berupa menarik diri, meledak-ledak, tidak ingin membicarakan

4.korban mengalami kekerasan atau luka fisik seperti rusaknya alat reproduksi

5.dampak kekerasan seksual juga dirasakan oleh keluarga korban, seperti orang tua dan termasuk orang-orang yang menyaksikan atau mengetahui keadaan ini

 

REFERENSI ;

Khaerul Umam Noer (ed), Membongkar Kekerasan Seksual Di Pendidikan Tinggi : Pemikiran Awal, Jakarta : Pustaka Obor, 2022

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEBERHASILAN DAN KEGAGALAN ORDE BARU

SOSIOLOGI PEMBUNUHAN