GOLONGAN PENYANDANG DISABILITAS DAN MASALAH SOSIAL

 

GOLONGAN PENYANDANG DISABILITAS DAN MASALAH SOSIAL

MASALAH SOSIAL

Masalah sosial merupakan salah satu fenomena yang dikaji dalam ilmu sosial seperti sosiologi dan antropologi. Masalah sosial dikaji dalam kaitannya untuk mencari jalan keluar atau menyelesaikan permasalahan sosial tersebut agar tidak mengganggu keseimbangan di dalam kehidupan masyarakat.

Masalah sosial sering disebut sebagai kondisi yang tidak diharapkan, dengan demikian kemunculannya selalu mendorong tindakan untuk melakukan perubahan dan perbaikan. Dalam ilmu sosial, masalah sosial dapat dijadikan sengaja kajian penting karena pada dasarnya fenomena masalah sosial ini selalu muncul dalam realitas kehidupan manusia.

Hal itu disebabkan karena dalam kehidupan masyarakat tidak pernah dijumpai kondisi sejahtera yang absolut di mana setiap kebutuhan masyarakat terpenuhi, setiap masyarakat berperilaku sesuai nilai dan norma yang telah disepakati, dan setiap bagian dari sistem sosial menjalankan fungsi sebagaimana diharapkan.

Masalah sosial merupakan suatu fenomena yang mempunyai berbagai dimensi. Karena begitu banyaknya dimensi yang terkandung di dalamnya, mengakibatkan hal ini menjadi objek kajian, akan tetapi meskipun gejala ini telah berlangsung lama, sampai sekarang belum diperoleh rumusan pengertian yang disepakati oleh semua pihak.

Pada umumnya masalah sosial ditafsirkan sebagai suatu kondisi yang tidak diinginkan oleh sebagian besar anggota masyarakat. Hal itu disebabkan karena gejala tersebut merupakan suatu kondisi yang tidak sesuai dengan harapan atau tidak sesuai dengan nilai, norma, dan standar sosial yang berlaku. Suatu keadaan dikatakan sebagai masalah sosial karena menimbulkan berbagai penderitan dan kerugian baik fisik maupun nonfisik.

Masalah sosial adalah suatu kondisi yang dianggap merugikan yang berupa fenomena sosio kultural yang menghalangi sejumlah anggota masyarakat untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi mereka secara penuh, atau dapat berupa ketidaksesuaian antara harapan, idealisme dengan kondisi aktual dalam kehidupan masyarakat.

Masalah sosial adalah sebuah fenomena yang ada dalam masyarakat yang mengancam eksistensi tatanan sosial yang berlaku. Masalah sosial merupakan manifestasi dari kondisi kehidupan sosial atau perilaku individu yang abnormal.

Sebuah fenomena sosial dikatakan sebagai sebuah masalah sosial apabila memenuhi empat kriteria pokok, sebagai berikut :

1.Kondisi tersebut merupakan masalah yang bertahan untuk periode waktu tertentu. Kondisi yang dianggap sebagai masalah, tetapi dalam waktu singkat kemudian sudah hilang maka tidak dapat dianggap sebagai masalah sosial.

2.dirasakan dapat menyebabkan berbagai kerugian fisik atau nonfisik, baik pada individu maupun masyarakat

3.Merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai atau standar sosial dari salah satu atau beberapa sendi kehidupan masyarakat

4.Menimbulkan kebutuhan akan pemecahan

Tidak semua masalah dalam kehidupan manusia merupakan masalah sosial. Masalah sosial pada dasarnya adalah masalah yang terjadi dalam antar hubungan di antara warga masyarakat. Kekeringan pada dasarnya bukan masalah sosial. Kondisi itu dapat menjadi masalah sosial apabila kemudian dapat memengaruhi proses relasi sosial.

Suatu masalah yang dihadapi seseorang warga masyarakat sebagai individu tidak otomatis merupakan masalah sosial. Masalah individu tersebut dapat dianggap sebagai masalah sosial kalau kemudian berkembang menjadi isu sosial.

Masalah sosial terjadi apabila ;

1.banyak terjadi hubungan antarwarga masyarakat yang menghambat pencapaian tujuan penting dari sebagian besar warga masyarakat.

2.organisasi sosial menghadapi ancaman serius karena ketidakmampuan mengatur hubungan sosial

Masalah sosial bersifat relatif, artinya sebuah gejala sosial yang sudah berlangsung lama baru disebut sebagai masalah sosial apabila dinyatakan sebagai masalah oleh masyarakat. Hal itu mempertegas relativitas masalah sosial.

Relativitas masalah sosial juga dapat dilihat dari kenyataan bahwa sebuah fenomena tertentu dianggap sebagai masalah sosial, akan tetapi oleh masyarakat lain tidak dianggap sebagai masalah sosial.

Masalah sosial adalah situasi yang dinyatakan sebagai sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai oleh warga masyarakat yang cukup signifikan, di mana mereka sepakat dibutuhkan suatu tindakan untuk mengubah situasi tersebut. Dari definisi ini dapat diidentifikasi tiga unsur penting, yaitu ;

1.suatu situasi yang dinyatakan

2.warga masyarakat yang signifikan

3.kebutuhan akan tindakan pemecahan masalah

Agar dapat dikatakan sebagai masalah sosial, suatu gejala harus didefinisikan sebagai masalah sosial oleh masyarakat. Dalam realitas kehidupan sosial, pernyataan sebagai masalah sosial tidak harus selalu bersifat eksplisit, tetapi dapat juga bersifat simbolik.

Suatu kondisi yang mendapat reaksi penolakan dari masyarakat dapat diinterpretasikan sebagai simbol pernyataan masyarakat bahwa kondisi tersebut merupakan masalah sosial.

Keberadaan masalah sosial merupakan sebuah hasil dari rekonstruksi sosial. Pada mulanya berawal dari interpretasi individual yang bersifat subjektif, kemudian menjadi interpretasi intersubjektif melalui interaksi sosial.

Sebagai konstruksi sosial yang bersifat intersubjektif, maka hal yang tidak kalah pentingnya adalah adanya persyaratan agar pihak yang menyatakan gejala tertentu sebagai masalah sosial harus cukup signifikan, misalnya pernyataan tersebut harus diberikan oleh seseorang yang menjadi tokoh masyarakat atau seorang ahli di bidangnya yang berkaitan dengan gejala yang diidentifikasi.

Beberapa karakteristik dari masalah sosial antara lain sebagai berikut ;

1.masalah sosial dapat bersifat manifes maupun laten

2.masalah sosial dapat bersifat subjektif maupun objektif

3.maslaha sosial terjadi karena ada sesuatu yang salah dalam proses kehidupan sosial

4.masalah sosial merupakan gejala sosial yang bersifat kompleks dan multidimensi

MARJINALISASI DAN STIGMA GOLONGAN DIFABEL

Salah satu golongan yang cenderung terabaikan dalam struktur sosial masyarakat modern adalah golongan difabel atau golongan yang menyandang disabilitas. Golongan difabel adalah mereka yang memiliki keterbatasan baik fisik maupun mental untuk dapat menjalani kehidupan sehari-hari. Mereka dianggap “tidak normal” karena keterbatasan tersebut.

Golongan difabel terbagi menjadi dua kategori, yang pertama adalah mereka yang memiliki keterbatasan (baca ; cacat) fisik seperti tuna rungu, tuna wicara dan lain sebagainya, dan yang kedua adalah mereka yang memiliki keterbelakangan mental seperti mengalami down sindrome.

Ada juga katerori lain, yaitu mereka yang mengalami keterbelakangan baik fisik maupun mental. Mereka dianggap sebagai tuna ganda dan otomatis beban kehidupan mereka manjdi sangat berat untuk dapat menjalani kehidupan layaknya manusia yang “normal”

Keberadaan golongan difabel dianggap sebagai salah satu masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat. Hal itu disebabkan karena golongan difabel membutuhkan perangkat yang memadai untuk dapat menjalankan aktivitasnya sehari-hari.

Keterbatasan fisik yang mereka alami tidak memungkinkan mereka menjalani aktivitas bersama orang-orang lainnya yang “normal”. Mereka tidak dapat bersekolah disekolah umum dan mereka juga tidak mendapatkan kesempatan kerja yang sama.

Dalam kehidupan sosial, golongan difabel juga seringkali mengalami kesulitan dalam pergaulan. Keunikan dan keterbatasan fisik atau mental yang mereka alami menjadikan proses interaksi dengan orang lain menjadi terhambat. Bahkan yang lebih menyedihkan, golongan difabel kerap kali mengalami perundungan dari pihak-pihak tertentu yang merendahkan kondisinya. Keprihatinan lainnya juga terkait dengan adanya fakta bahwa sebagian kalangan difabel juga menjadi korban eksploitasi seksual.

Untuk dapat menempuh pendidikan golongan difabel harus sekolah di sekolah khusus yaitu sekolah luar biasa (SLB). Di sekolah tersebut mereka bersama dengan golongan difabel lainnya mendapatkan pendidikan terbatas sesuai dengan kapasitas mereka masing-masing.

Keterbatasan mereka dalam menyerap pendidikan di sekolah mengakibatkan terbatasnya keterampilan yang mereka peroleh. Umumnya mereka hanya mampu menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah.

Walaupun demikian ada juga golongan difabel yang dapat melanjutkan pendidikan ke pendidikan tinggi. Mereka ini terutama adalah yang memiliki keterbatasan fisik berupa tidak dapat berjalan karena kelainan fisik/anatomis kaki atau mengidap polio.

Walaupun memiliki keterbatasan fisik dan mental, golongan difabel sebenarnya memiliki kebutuhan yang sama dengan anggota masyarakat lainnya. Mereka membutuhkan perhatian dan juga kasih sayang terutama dari orang-orang terdekat dan orang-orang disekitarnya.

Banyak juga dari golongan difabel yang ingin hidup mandiri. Mereka memiliki kepercayaan diri yang besar serta mereka tidak ingin dikasihani. Mereka hanya ingin mendapatkan akses yang memadai untuk hidup secara normal. Sebagaimana manusia lainnya, mereka juga ingin berkontribusi dalam kehidupan sosial sesuai dengan kemampuan mereka.

Namun justru hal inilah permasalahannya. Struktur dan kultur masyarakat cenderung kurang memberikan perhatian yang memadai terhadap golongan difabel.

Bentuk dari kurang perhatian tersebut dapat dilihat dari ranah negara atau pemerintah dan dari ranah masyarakat. Dari ranah negara kita melihat masih jauhnya prasarana dan fasilitas yang disediakan oleh negara yang dpaat menunjang golongan difabel dalam menjalani kehidupannya. Berbagai prasarana publik, seperti jalan raya, stasiun, terminal, rambu lalu lintas, dan lain sebagainya masih belum memberikan ruang yang cukup ramah bagi para difabel tersebut.

Kalaulah fasilitas penunjang bagi golongan difabel tersebut sudah ada namun masih terbatas dalam jumlah dan kualitasnya. Hal inilah yang menjadikan golongan difabel kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Berbeda halnya disejumlah negara maju. Di Jepang dan sejumlah negara maju lainnya misalnya, kepedulian negara tersebut terhadap golongan difabel ditunjukkan dnegan memadainya fasilitas publik yang diperuntukkan terhadap mereka.

Seorang difabel dapat beraktivitas sehari hari misalnya pergi dari rumahnya menuju tempat kerjanya dengan menggunakan sarana transportasi umum. Huruf braille sebagai contoh dapat dengan mudah ditemui di sekitar stasiun kereta api. Trotoar di jalan raya juga dilengkapi dengan tanda untuk memberikan arah kepada golongan difabel yang tidak dapat melihat (buta) untuk berjalan.

Demikian pula dnegan rambu lalu lintas yang tidak saja disimbolkan dengan warna, tetapi juga mengeluarkan bunyi-bunyian tertentu untuk memudahkan golongan difabel yang tidak dapat mendengar suara atau tuna rungu.

Sedangkan pada ranah masyarakat, golongan difabel masih diperlakukan secara berbeda. Mereka kerap mendapatkan stigma yang negatif atau bahkan diperolok-olok oleh sebagian anggota masyarakat.

Untuk mendapatkan pendidikan dan pekerjaan golongan difabel juga mengalami diskriminasi tertentu. Kalau diskriminasi tersebut memang terkait dengan kompetensi mutlak untuk sebuah program studi atau profesi tertentu maka hal ini mungkin masih dapat dimaklumi, misalnya untuk dapat bekerja sebagai pilot diharuskan memiliki visiabilitas yang memadai.

Adapun diskriminasi yang tidak layak adalah ketika golongan difabel disongkirkan dari ruang publik semata-mata karena perbedaan kemampuan fisik yang tidak signifikan dibandingkan dengan orang lainnya.

Dari sudut pandang sosiologi, golongan difabel mengalami apa yang disebut Karl Marx sebagai alienasi atau keterasingan. Golongan difabel bukan saja terasing dari lingkungan sekitarnya, mereka bahkan juga terasing dari dirinya sendiri.

Mereka terasing (atau diasingkan) dari lingkungannya karena dianggap berbeda. Perbedaan fisik dan mental yang dimiliki oleh golongan difabel mengakibatkan sebagian anggota masyarakat memandang rendah kemampuan mereka.

Padahal dalam kenyataannya banyak diantara golongan difabel yang mempunyai kecerdasan dan kemampuan di atas rata-rata. Sebagai contoh misalnya Stephen Hawking yang dianggap sebagai sosok yang mirip ilmuan terkenal, Albert Einstein.

Di bidang politik juga terdapat golongan difabel yang mempunyai pengaruh yang sangat besar. Mislanya Presiden Amerika Serikat pada masa Perang Dunia Kedua, Franklin Delano Roosevelt, yang memimpin Amerika Serikat keluar sebagai pemenang dalam perang tersebut dan menghantarkan Amerika Serikat sebagai negara super power.

Dua contoh tersebut sekaan memberikan sebuah informasi penting, bahwa dalam kebanyakan situasi, keterbatasan fisik tidak memiliki korelasi dengan prestasi.

Golongan difabel juga mengalami alienasi atau keterasingan terhadap diri mereka sendiri. Diantara mereka terdapat orang yang mengalami inferiority complex. Hal itu disebabkan karena masyarakat modern yang terlalu mengagung-agungkan kinerja dan pencapaian materi cenderung meremehkan dan melecehkan golongan yang memiliki keterbatasan tertentu seperti golongan difabel.

Sebagian anggota masyarakat bahkan menganggap golongan difabel ini sebagai beban yang harus ditanggung oleh masyarakat. Masyarakat menilai mereka tidak dapat bekerja secara produktif  dan mengisi peran sosial tertentu dalam ruang publik seperti bekerja di perusahaan dan lain sebagainya.

Menurut James Henslin, disabilitas (cacat fisik atau mental) merupakan status utama (master status) yang melekat pada diri seorang difabel. Status tersebut menjadi status utama yang membedakannya dengan orang-orang lain disekitarnya.

Walaupun seorang difabel memiliki segudang prestasi dan kemampuan yang kontributif bagi masyarakat namun tetap saja masyarakat lebih melihat keterbatasan fisik yang mereka miliki ketimbang prestasinya.

Status sebagai difabel sendiri diperoleh tanpa melalui usaha atau bersifat ascribed status, artinya situasi eksternallah yang mengakibatkan mereka harus menjalani hidup sebagai difabel. Seseorang yang mengalami disabilitas tertentu dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas misalnya yang mengharuskan anggota tubuhnya diamputasi atau karena adanya penyakit tertentu yang dideritanya.

Kebedaan golongan difabel seringkali diabaikan oleh masyarakat, termasuk dari pemerintah. Mereka cenderung mengalami diskriminasi dan tidak diakomodir kepentingannya dalam ruang publik. Upaya mengintegrasikan golongan difabel ke dalam kehidupan sehari-hari membutuhkan kerja keras dan dukungan dari semua pihak. Pemerintah dalam hal ini memiliki peran yang sangat sentral mengingat, selain menguasai anggaran yang melimpah juga bertindak sebagai pembuat regulasi. Pemerintah dapat membuat regulasi yang melarang adanya tindak diskriminasi negative terhadap kalangan difabel. Pemeritah juga dapat memerintahkan perusahaan negara dan swasta membuka kesempatan kepada golongan difabel untuk bekerja sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEBERHASILAN DAN KEGAGALAN ORDE BARU

SOSIOLOGI PEMBUNUHAN