HABITUS DALAM PEMIKIRAN PIERRE BOURDIEU
HABITUS
DALAM PEMIKIRAN PIERRE BOURDIEU
PEMIKIRAN
PIERE BOURDIEU
Kekerasan merupakan fenomena yang
telah mewarnai di segala bidang kehidupan sosial kita baik politik, budaya
bahkan pendidikan. Kekerasan juga banyak dilakukan atau diambil sebagai jalan
pintas dalam upaya menyelesaikan berbegai persoalan yang terjadi mulai dari
konflik rumah tangga sampai konflik terkait dengan pemilihan presiden.
Salah satu bentuk kekerasan yang
terjadi di dunia pendidikan adalah kekerasan simbolik. Kekerasan simbolik
merupakan kekerasan yang tidak terlihat wujudnyanya, namun sebenarnya bentuk
kekerasan ini sangat mudah diamati. Konsep kekerasan simbolik dikemukakan oleh
Bourdieu, seorang sosiolog dari Prancis.
Piere Felix Bourdieu lahir di
desa Denguin, selatan Prancis pada tahun
1930. Bourdie mendapat Pendidikan Lycee atau SMA di Pau sebelum pindah ke Lycee
Louis Le Grand di Paris, dan akhirnya masuk ke Ecole Normale Superierure.
Bourdie belajar filsafat Bersama Louis
Althusser di Paris pada tahun 1951. Ia dikenal melalui bukunya Distinction ; a
Social Critique of the Judgment of Taste, tempat ia berargumen bahwa penilaian-penilaian
selera itu berhubungan dengan selera sosial.
Buku ini dianggap sebagai salah
satu dari 10 buku sosiologi yang paling berpengaruh di dunia oleh international sociological association.
Ia juga menulis buku Reproduction in Education, Cultiure and Society. Buku ini
berpengaruh terhadap kajian sosiologi pendidikan.
Bourdie pernah melakukan studi
etnografis Ketika dikirim ke Aljazair oleh militer Prancis. Bourdie melakukan
penelitian mengenai benturan dalam masyarakat lewat studinya mengenai
masyarakat Kabyle dari suku Berber selama Perang Aljazair 1958-1962. Penelitiannya
ini kemudian menjadi landasan bagi reputasinya di bidang antropologi. Hasilnya
adalah buku karya pertamanya, Sociologie de L`Algerie.
Bourdie merupakan intelektual
yang terlibat aktif dalam gerakan-gerakan sosial dan politik. Ia memberontak
melawan mekanisme-mekanisme dominasi sosial dna membela kelompok-kelompok yang
terpinggirkan dan tertindas. Ia mendukung demonstrasi yang dilakukan oleh
mahasiswa.
Pada saat terjadi pemogokan umum
pada tahun 1955, ia ambil bagian dalam ajakan kepada kelompok intelektual untuk
mendukung para pemogok. Ia menandatangani petisi pada Maret 1966 untuk
melakukan pembangkangan sipil melawan hukum yang memperkeras legislasi imigrasi
pada tahun 1998. Dalam aksinya tersebut Bourdieu menunjukkan keberpihakannya
pada para penganggur yang menduduki bekas kampusnya.
Bourdie dikenal atas
penjelasannya mengenai bagaimana kelompok sosial yang terdidik atau kelompok professional
kelas atas menggunakan modal kebudayaan sebagai strategi untuk mempertahankan
atau mendapatkan status dan kehormatan dalam masyarakat.
Teori Bourdieau merupakan teori
praktis yang didasarkan pada penelitian-penelitian empiris yang dilakukannya
dengan para sejawatnya di Prancis lebih dari 40 tahun terakhir.
Karakteristik pemikiran Bourdie
dapat dilihat sebagai berikut ;
1.teori Bourdieu bersifat
epistemologis yang mengarahkan pada suatu cara memikirkan dan memahami dunia
dengan cermat, namun bukan teori positivistik yang berisi konsep-konsep
operasional
2.penelitian Bourdieu memberikan
caracara yang penting untuk mempertimbangkan hubungan antara Pendidikan dengan
reproduksi dan mekanisme sosial tempat berlangsungnya inklusi dan ekslusi
sosial yang diciptakan dalam medan relasional sebagai fakta sosiologis serta
historis
3.Bourdieu menggunakan
metode-metode yang diserap dari berbagai disiplin ilmu ; dari filsafat dan
teori sastra ke sosiologi dan antropologi
Beberapa konsep penting dalam
pemikiran Bourdieu adalah ;
1.modal sosial
2.modal budaya
3.modal simbolik
4.habitus
Pemikiran Bourdieu dipengaruhi
oleh pemikiran sejumlah ilmuan sosial, di antaranya adalah :
1.Karl Marx
2.Marcell Maus
3.Emile Durkheim
4.Max Weber
5.Nobert Elias
6.Edmund Husserl
Selain itu Bourdeau juga
dipengaruhi oleh pemikiran sejumlah filsuf kuno seperti Socrates dan juga Thomas
Aquinas.
Salah satu kontribusi penting Bourdieu
dalam tataran pemikiran keilmuan adalah meletakkan kajian sosiologi pPendidikan.
Ini sekaligus meneruskan tradisi sosiologi pendidikan Prancis yang dirintis
oleh Emile Durkheim.
Bourdieu mengkaji dampak latar
belakang kelas dalam pretasi pendidikan dan konsumsi budaya. Analisis ini
dipengaruhi oleh pemikir Marxis. Bourdieu sering menggunakan analogi ekonomi
dalam studinya tentang budaya dan masyarakat.
Bourdieu mengkaji dinamika
pendidikandi Prancis dan memperkenalkan konsep cultural reproduction pada awal
tahun 1970-an.
Analisis Bourdieu ini melihat
praktik pendidikan dalam masyarakat modern. Bourdieu percaya bahwa sistem pendidikan
selalu digunakan untuk mereproduksi budaya kelas dominan dalam rangka kelas
dominan it uterus mengendalikan kekuasaannya.
Pendidikan bagi Bourdieu hanyalah
sebuah alat untuk memeprtahankan eksistensi kelas dominan. Sekolah pada
dasarnya hanya menjelaskan proses reproduksi budaya, sebuah mekanisme sekolah,
dalam hubungannya dengan isntitusi yang lain, untuk membantu mengabadikan ketidaksetaraan ekonomi
antargenerasi. Kelas dominan mempertahankan posisinya melalui hidden curriculum
atau kurikulum terselubung, sekolah memengaruhi
sikap dan kebiasaan siswa dengan menggunakan budaya kelas dominan. Kelas
dominan memaksakan kelas terdominasi untuk bersikap dan mengikuti budyaa kelas
dominan melalui sekolah.
KONSEP
HABITUS MENURUT BOURDIEU
Konsep habitus bukanlah merupakan
konsep yang pertama kali dikemukakan oleh Bourdieu. Bourdieu hanya memperluas kembali
konsep habitus yang dikemukakan oleh Marcel Mauss, walaupun konsep ini juga
muncul dalam karya Aristoteles, Nobert Elias, Max Weber, Durkheim, Hegel dan
Edmund Husserl dengan istilah yang berbeda namun memiliki makna yang sama. Pada
awalnya, konsep habitus diiistilahkan dengan hexis, kemudian diterjemahkan
Thomas Aquinas ke dalam bahasa latin dengan istilah habitus.
Habitus dapat dirumuskan sebagai
sebuah sistem disposisi-disposisi atau skema-skema persepsi, pikiran, dan tindakan
yang diperoleh dan bertahan lama.
Habitus juga merupakan gaya
hidup, nilai-nilai, watak, dan harapan kelompok sosial tertentu.
Sebagian habitus dikembangkan
melalui pengalaman. Individu belajar tentang apa yang berada di luar kehidupan,
bagaimana mereka berhasil dalam berbagai kegiatan, bagaimana orang lain merespon
aktivitas dirinya jika mereka melakukan cara yang tidak biasanya.
Konsep Habitus juga dapat
dimaknai dalam beberapa hal ;
1.
Habitus sebagai
sebuah pengondisian yang dikaitkan dengan syarat-syarat keberadaan suatu kelas.
Hasilnya adalah munculnya sistem-sistem disposisi yang tahan waktu dan dapat
diwariskan, struktur-struktur yang dibentuk dimaksudkan sebagai
struktur-struktur yang dibentuk dimaksudkan sebagai struktur-struktur yang
membentuk, artinya habitus menjadi prinsip penggerak dan pengatur
praktik-praktik hidup dan representas-representasi, yang dapat disesuaikan
dengan tujuan-tujuan tanpa mengandaikan pengarahan tujuan secara sadar dan
penguasaan secara sengaja.
Upaya-upaya yang
perlu mencapainya, secara objektif ia diatur dan teratur tanpa harus menjadi
buah kepatuhan akan aturan-aturan dan secara kolektif diselaraskan tanpa harus
menjadi hasil pengaturan.
2.
Habitus merupakan
hasil keterampilan yang menjadi Tindakan praktis yang kemudian diterjemahkan
menjadi sebuah kemampuan yang kelihatannya alamiah dan berkembang dalam
lingkungan sosial tertentu. Habitus pada akhirnya menjadi sumber penggerak tindakan,
pemikiran dan representasi.
3.
Habitus merupakan
kerangka penafsiran untuk memahami dan menilai realitas sekaligus menghasilkan
praktik-praktik kehidupan yang sesuai dengan struktur objektif. Habitus dengan
demikian menjadi dasar kepribadian individu.
4.
Keberadaan nilai atau
norma dalam masyarakat menggarisbawahi bahwa Habitus merupakan sejumlah etos,
maksudnya bila menyangkut prinsip-prinsip dan atau nilai-nilai yang
dipraktikkan, bentuk moral yang diinternalisasikan dan tidak mengemuka dalam
kesadaran, namun mengatur perilaku sehari-hari.
Misalnya sifat
yang terdapat pada orang rajin, ulet, jujur, cekatan, murah hati. Selain itu
ada juga bentuk habitus lain yang dinamakan hexis alamiah. Haitus ini berkaitan
dengan sikap atau posisi khas tubuh, disposisi badan, yang diinternalisasikan
secara tidak sadar oleh individu
sepanjang hidupnya. Misalnya berjalan tegak, mudah bergaul, mata selalu
memandang ke bawah, kurang pergaulan dan lain sebagainya.
5.
Habitus merupakan
struktur sistem yang selalu berada dalam proses restrukturisasi. Jadi,
praktik-praktik dan representasi kita tidak sepenuhnya bersifat deterministik,
namun juga tidak sepenuhnya bebas. Dengan demikian habitus mampu menggerakkan, melakukan
tindakan dan mengorientasikan sesuai dengan posisi yang ditempati pelaku dalam
lingkup sosial. Jadi jelas, setiap kelas sosial akan memiliki habitus yang
berbeda-beda.
Habitus ini pulalah yang kemudian
dipaksakan kelas dominan kepada kelas yang terdominasi. Kelas dominan akan
selalu memaksakan habitusnya melalui berbagai mekanisme kekuasaan.
REFERENSI :
Martono Nanang, Kekerasan
Simbolik di Sekolah, Sebuah Ide Sosiologi Pendidikan Pierre Bourdieu, Depok ;
Rajagrafindo, 2012
Komentar
Posting Komentar